Rahasia Besar Lailatul Qodar dan Kesalehan Penerimanya

Berita tentang keberadaan Lailatul Qodar secara jelas disebutkan oleh Al-Qur’an. Di sana dengan gamblang dikatakan bahwa Lailatul Qodar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam di mana para malaikat dan al-ruh turun ke langit dunia dengan izin Tuhan. Namun, kapan tepat waktunya adalah tidak diungkapkan. Para ulama berselisih pendapat tentang Lailatul Qodar itu kapan?

Hikmah dari disamarkannya keberadaan malam Qodar adalah sama dengan hikmah dirahasiakannya kapan waktu meninggal dunia dan hari kiamat tiba. Karena ketidakpastian datangnya, maka manusia akan selalu berusaha untuk taat beribadah, tambah semangat, tidak lalai dan malas, karena menantikan Lailatul Qodar bisa datang. Ibarat barang berharga yang hanya muncul di momentum yang langka pula, segala persiapan harusnya telah diusahakan agar tergolong orang yang beruntung mendapatkannya.

Ketika seorang hamba bersemangat dalam menggapai Lailatul Qodar dengan menghidupkan malam-malam yang diduga sebagai turunnya Lailatul Qodar, maka Allah Swt. akan ‘pamer’ kepada malaikat-Nya dan bersabda: “Dulu kalian pernah protes ‘Apakah Engkau bakal membuat makhluk yang kelak akan berbuat kerusakan di muka bumi dan saling menumpahkan darah’. Maka lihat dan saksikanlah. Beginilah semangat mereka dalam mengejar sesuatu yang masih samar, apalagi jika Aku menjadikan malam Qodar diketahui secara pasti?”. Dari sini terlihat jelas rahasia sabdanya ‘Sungguh Aku lebih mengetahui apa yang tidak diketahui malaikat-Nya’.

Kemuliaan dan keutamaan Lailatul Qodar dengan jelas digambarkan-Nya dalam QS. Al-Qodar ‘Lailatul Qodar lebih baik dari seribu bulan. Turun para malaikat dan al-ruh pada malam mulia itu’. Pada ayat tersebut terkandung kabar yang sangat nenggembirakan juga sekaligus ancaman yang tidak ringan. Kabar gembiranya adalah tidak ada batasan kebaikan dari Lailatul Qodar, sementara ancamannya adalah bahwa Allah Swt. telah menjanjikan neraka bagi pelaku dosa besar yang tidak bisa dihapuskan meski telah menghidupkan seratus Lailatul Qodar dengan beribadah.

Asy-Sya’bi mengatakan bahwa suasana malam Lailatul Qodar adalah sama dengan suasana pada siang harinya. Lebih mengagumkannya lagi, Al-Farra’ berstatement bahwa Allah Swt. tidaklah menakdirkan terjadi ketika Lailatul Qodar, melainkan kebahagiaan dan kenikmatan, sedang pada selain Lailatul Qodar ditakdirkan terjadi bala dan musibah di dalamnya. Lihat dalam Al-Tafsir Al-Munir fi al-‘Aqidah wa al- Syari’ah wa al-Manhaj yang ditulis oleh Wahbah bin Musthafa Al-Zuhaili.

Baca Juga:  Sedekah Desain Milenial Santri di Era Disrupsi

Lailatul Qodar seperti yang disebutkan dalam Al-Tafsir Al-Maudlu’i adalah malam yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an, tepatnya pada salah satu dari malam-malam bulan Ramadhan. Diturunkan-Nya Al-Qur’an dari Lauhul mahfudz, kemudian ditempatkan di langit dunia, tepatnya di baitul ‘izzah, lalu disampaikan Jibril As. kepada Rasulullah Saw. dalam kurun waktu 23 tahun lamanya.

Para ulama berselisih tentang kapan tepat berlangsungnya Lailatul Qodar. Ada delapan pendapat mengenai hal ini sebagaimana disebutkan Al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib atau Tafsir al-Kabir-nya, yaitu:

  1. Ibnu Rozin mengatakan Lailatul Qodar terjadi pada malam pertama bulan Ramadhan. Mereka yang berpendapat Lailatul Qodar
  2. Menurut Hasan Al-Bashri pada malam 17 Ramadhan. Begitu juga hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Anas
  3. Muhammad bin Ishaq malam 21 Ramadhan
  4. Ibnu Abas 23 Ramadhan
  5. Ibnu Mas’ud 24 Ramadhan
  6. Abu Dzar Al-Ghifari 25 Ramadhan
  7. Menurut Ubay bin Ka’ab dan mayoritas dari kalangan sahabat mengatakan malam 27 Ramadhan. Ibnu Abas mengatakan bahwa Allah Swt. adalah menyukai bilangan ganjil dan hitungan ganjil yang paling disukai-Nya adalah tujuh. Tersebutan bahwa jumlah langit ada tujuh. Bergitu juga bumi, hari dalam sepekan, jumlah neraka, bilangan tawaf dan anggota sujud. Menurutnya, kenyataan ini mengaskan keberadaan Lailatul Qodar pada malam ke-27 Ramadhan. Lebih terangnya Ibnu Abas mengaitkan secara matematis bahwa kata Lailatul Qodar terdiri atas sembilan huruf dan hanya disebutkan tiga kali dalam Al-Qur’an, tepatnya QS. Al-Qodar, sehingga seluruhnya membentuk jumlah bilangan 27. Pendapat ini yang kemudian lebih dipilih Kiai Asrori, sehingga Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya yang didirikannya rutin setiap tahunnya menyelenggarakan acara ‘Pitulikuran’.
  8. Sebagian yang lain menyebutkan malam 29 Ramadhan

Namun sekali lagi perlu diperhatikan adalah tidak ada keterangan pasti dari Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah Saw. tentang kapan tanggal terjadinya. Perbedaan pendapat yang muncul bisa jadi disebabkan pengalaman para salaf dalam menangi Lailatul Qodar adalah berbeda-beda setiap masanya. Sehingga sebagaimana telah disinggung di awal bahwa malam Qodar adalah masih menjadi misteri, maka kita sudah sepantasnya start mulai menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan memperbanyak dan bersungguh-sungguh ibadah sejak awal kedatangannya.

Baca Juga:  Figur Samson dalam Tafsir Lailatul Qadar

Hal semacam inilah yang telah Rasululah Saw. tauladankan dan biasakan dengan memperbanyak tadarus al-Qur’an dan i’tikaf di masjid, terutama pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Beliau ketika telah memasuki sepertiga terakhir bulan Ramadhan akan melipat alas tempat tidurnya, mengencangkan tali ikatan sarungnya, membiasakan diri bangun malam dan membangunkan keluarganya, karena di sanalah terdapat Lailatul Qodar. Hal ini lebih beliau tekankan pada malam-malam ganjilnya.  Beliau tidak akan keluar dari masjid kecuali untuk memenuhi kebutuhannya.

Ka’ab mengatakan bahwa Allah Swt. mengutamakan Makkah di antara negara-negara lainnya. Mengistimewakan Ramadhan atas bulan selainnya, Jum’at di antara hari-hari yang lain, serta Lailatul Qodar dari sekian malam-malam yang ada. Karenanya, jika pada hari dan malam biasanya kita melakukan banyak kemaksiatan dan dosa, maka dengan bersungguh menyambutnya adalah menjadi kafarat yang mampu menghapusnya.

Dari Abu Bakar bin Ahmad Ahmad bin Al-Husain Al-Baihaqi dalam Syu’abul Imaan dikutip sebuah hadits yang masyhur dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim sebagai berikut:

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa menghidupkan malam Qodar dengan penuh ke-estu-an dan mengharapkan limpahan rahmat-Nya, maka diampuni dosa-dosa yang akan dilakukannya dan barang siapa berpuasa selama bulan Ramadhan dengan penuh ke-estu-an dan mengharapkan limpahan rahmat-Nya, maka diampuni dosa-dosa yang akan dilakukannya”.

Umat nabi-nabi terdahulu sendiri memiliki usia hidup yang cukup lama. Ada yang beribadah selama seribu bulan nonstop sehingga dijuluki hamba sejati (‘abid kamil) dan ada juga yang turut berperang selama seribu bulan sehingga mendapat gelar pahlawan sejati (ghazi kamil). Para sahabat yang mendengar informasi ini pun berharap mampu menirunya. Allah Swt. pun kemudian menurunkan malam qodar yang nilai ibadah di dalamnya adalah sebanding dan bahkan lebih utama dari pada ibadah seribu bulan lamanya. Jadi, adanya Lailatul Qodar menjadi keistimewaan tersendiri bagi umat Rasulullah Saw., sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Ali Dudah bin Musthofa Al-Mustari dalam Khawatim al-Hikam.

Kita dapat mengatakan malam tersebut melalui beberapa tanda-tanda alam. Di antaranya, suhu dan cuaca malam itu terasa sejuk, tidak panas ataupun dingin, tidak terdengar suara gonggongan anjing atau dalam artian tidak terdengar perkataan kotor dan keji, dan esoknya matahari terbit dengan sinar tampak bulat indah dan tidak menyengat.

Baca Juga:  Puasa dan Instruksi Presiden

Sedangkan bagi orang yang mendapatkannya akan merasa tentram dan damai hatinya. Mudah sekali tersentuh dan menangis atau yang dalam bahasa Kiai Asrori disalami oleh para malaikat hingga waktu terbit fajar. Sebagaimana bunyi ayat ”Salāmun hiyya ḥattā maṭla’il fajr”. Sebagaimana berlaku dalam pelaksanaan ibadah haji, ciri orang yang hajinya mabrur adalah perubahan sifat dan sikapnya sesudah berhaji menjadi lebih simpati dan empati kepada masyarakat di sekitar di antaranya, maka orang yang memperoleh Lailatul Qodar adalah akan menjadi pribadi yang saleh secara sosial dan spiritual, dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia maupun kepada Allah Swt.. Semoga kita tergolong dalam kelompok orang-orang kembali fithri dan berbahagia memperolehnya. Aamiin.

Muhammad Zakki bin Muhtar
Santri Al Fithrah

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah