Tabaqat Ibnu Saad; Sejarah Nasab Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Muhammad Ibnu Saad adalah orang pertama yang menyusun kitab tentang daftar lapisan tokoh-tokoh, mulai dari generasi sahabat Rasulullah hingga tabiin. Kitab yang dikarangnya adalah al-Tabaqat al-Kabir. Itu merupakan hasil penelitiannya terhadap sejarah kehidupan Nabi Muhammad, para sahabat, dan tabiin (generasi sesudah sahabat).

Sebagai pemahaman umum, dalam khazanah keilmuan tarikh (sejarah) ada yang namanya Sirah yaitu sebuah riwayat yang menceritakan perincian perjalanan hidup seseorang dari ketika lahir sampai wafatnya yang dibukukan secara detail.

Sedangkan Tabaqat juga merupakan tarikh namun disusun per bab (selesai dalam satu riwayat) yang meliputi sanad (rantai) ketersambungan nasab, kumpulan biografi tokoh berdasarkan pelapisan generasi.

Beliau Ibnu Saad lahir 168 H, wafat 230 H, artinya ditilik dari masa hidupnya era beliau masih begitu dekat dengan masa-masa kehidupan tabiin/tabiut (anak-anak, cucu sahabat). Bisa dikatakan sejaman dengan masa imam Syafii, Imam Ahmad.

Ketika di masa itu para ulama banyak berfokus kepada perihal “pembukuan” hadist, ilmu fiqh, tafsir, maka Ibnu Saad Tampil sebagai ulama tarikh (sejarah) yang mencatat ditail seluk beluk para tokoh-tokoh umat muslim. Salah satu karya beliau adalah “al-Tabaqat al-Kabir” membahas tentang  “Nasab Umar bin Abdul Aziz”.

Masyhur Umar bin Abdul Aziz oleh para sejarawan Islam merupakan potret kepemimpinan Umar bin Khatab, kenapa bisa demikian?.

Kita awali, “Ashim bin Umar bin Khaththab (7 H – 61 H) adalah seorang ahli fiqih, periwayat hadits, serta tabi’in dari Madinah. Ia adalah salah seorang anak dari Umar bin Khaththab, dengan Jamilah binti Tsabit bin Abil-Alqah seorang wanita dari kaum Anshar.

Alkisah saat tengah malam kebanyakan warga kota Madinah sudah tidur, Amirul Mukminin Umar bin Khattab berjalan menyelusuri jalan-jalan di kota. Dia coba untuk tidak melewatkan satu pun dari pengamatannya.

Menjelang dini hari, pria ini lelah dan memutuskan untuk beristirahat. Tanpa sengaja, terdengarlah olehnya percakapan antara ibu dan anak perempuannya dari dalam rumah di dekat dia beristirahat.

“Nak, campurkanlah susu yang engkau perah tadi dengan air,” kata sang ibu.

“Jangan, Bu. Amirul mukminin sudah membuat peraturan untuk tidak menjual susu yang dicampur air,” jawab sang anak.

“Namun, banyak orang melakukannya, Nak, campurlah sedikit saja. Insya Allah Amirul Mukminin tidak mengetahuinya,” kata sang ibu mencoba meyakinkan anaknya.

“Ibu, Amirul Mukminin mungkin tidak mengetahuinya. Tapi, Rabb-nya dari Amirul Mukminin pasti melihatnya,” tegas si anak menolak.

Mendengar percakapan ini, berurailah air mata Umar. Sehabis memimpin shalat Subuh berjamaah di masjid, ia memanggil putranya :

“Wahai Ashim, sesungguhnya tadi malam aku mendengar percakapan istimewa. Pergilah kamu ke rumah si Fulanah dan selidikilah keluarganya.”

Ashim pun melaksanakan perintah ayahandanya. Sekembalinya dari penyelidikan, dia menghadap ayahnya dan mendengar ayahnya berkata :

“Pergi dan temuilah mereka. Lamarlah anak gadisnya itu untuk menjadi istrimu. Aku lihat insya Allah ia akan memberi berkah kepadamu dan anak keturunanmu. Mudah-mudahan pula ia dapat memberi keturunan yang akan menjadi pemimpin bangsa.”

Dari sinil Umar bin Khattab berkeyakinan bahwa wanita ini akan melahirkan seorang anak yang mempunyai sifat dan karakter terpuji, yang secara genetik menghasilkan keturunan yang memiliki akhlak terpuji. Seorang anak akan mengikuti sifat genetik ibunya dan lingkungan alamiah ibunya.

Abu Hurairah, dia berkata, aku mendegar Rasulullah bersabda:

قد كان قبلكم في بني إسرائيل محدثون من غير أن يكونوا أنبياء فإن يكن في أمتي أحدٌ فعمر

Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang diberikan ilham walaupun mereka bukan nabi. Jika salah seorang dari umatku mendapatkannya, maka Umar-lah orangnya”.

Maka, kemudian menikahlah Ashim dengan anak gadis tersebut yang bernama Ummu Ammarah. Dari pernikahan ini, Umar bin Khattab dikaruniai cucu perempuan bernama Laila.

Laila mewarisi sifat karakter yang mulia dari kedua orang tua dan kakeknya Umar bin Khattab, sehingga menjadikannya berada di barisan terdepan wanita-wanita Tabiin pilihan.

Suatu malam setelah pernikahan Ashim, Umar bermimpi. Dalam mimpinya, dia melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Umar melihat pemuda tersebut memimpin umat Islam seperti dia yang sedang memimpin umat Islam. Mimpi ini diceritakan hanya kepada keluarganya. Saat Umar meninggal, cerita ini tetap terpendam di antara keluarganya.

Baca Juga:  Melihat Jejak Awal Kemunculan Radikalisme

Pada saat Amirul Mukminin Umar bin Khattab terbunuh pada 644 M, Laila turut menghadiri pemakamannya. Kemudian, Laila menjalani 13 tahun kekhalifahan Usman bin Affan sampai terbunuh pada 656 M. Setelah itu, Laila juga ikut menyaksikan lima tahun kekhalifahan Ali bin Abi Thalib hingga akhirnya Muawiyah berkuasa dan mendirikan Dinasti Umayyah.

“Ketika beranjak dewasa, Laila menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz adalah gubernur Mesir pada era Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M), yang merupakan kakaknya”.

Dari perkawinan itu, lahirlah Umar bin Abdul Aziz. Beliau dilahirkan di Halawan, kampung yang terletak di Mesir, pada 61 H. Ia memiliki ciri fisik; badannya kurus, kedua matanya cekung, dan parasnya tampan.

Sebagai putra Gurbenur Umar kecil hidup dalam lingkungan istana Mesir. Saat masih kecil, Umar pernah mengalami kecelakaan. Tanpa sengaja, seekor kuda jantan menendangnya sehingga keningnya robek yang menyebabkan tulang keningnya terlihat. Semua orang panik dan menangis, kecuali Abdul Aziz seketika tersentak dan tersenyum, seraya mengobati luka Umar kecil.

“Bergembiralah engkau, wahai Laila, Mimpi kakek mu Umar bin Khattab, insya Allah terwujud”.

Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai salah seorang ahli fikih dari golongan sahabat tabiin. Dia meriwayatkan hadis dari sayyidina Anas bin Malik, Said bin Musayyab, Sahl bin Saad, dan Abdullah bin Ja’far.

Sementara, para ulama yang meriwayatkan hadis dari Umar bin Abdul Aziz antara lain Ibnu al Munkadir, dan az-Zuhri.

Setelah kematian ayahnya, pamannya Abdul Malik, mengambilnya untuk hidup bersama anak-anaknya. Selain itu, Abdul Malik juga menawarkan kepadanya untuk menikahi salah satu dari putrinya. Dia menikah dengan putrinya yang bernama Fathimah.

Semasa Khalifah Walid bin Abdul Malik memerintah, beliau memegang jabatan gubernur Madinah. Ketika itu usianya lebih kurang 28 tahun. Pada zaman Sulaiman bin Abdul Malik memerintah, beliau dilantik menjadi menteri sekaligus penasihat utama khalifah. Pada masa itu, usianya baru menginjak 33 tahun.

Atas wasiat yang dikeluarkan oleh Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah. Beliau dilantik menjadi khalifah selepas kematian Sulaiman bin Abdul Malik pada 99 H. Usianya saat itu memasuki 37 tahun. Dia menjadi khalifah kedelapan Bani Umayyah.

Ketika sampai di rumah, dari pemakaman Sulaiman dan dibaiatnya sebagai khalifah, Umar terlihat sangat sedih. Salah seorang budaknya menanyakan gerangan penyebabnya. “Orang seperti saya harus merasa sedih. Saya ingin memberikan hak kepada semua rakyat tanpa dia menulis surat dan menuntut kepadaku,” jelas Umar.

Setelah diangkat sebagai khalifah, dia berpidato di hadapan rakyatnya, “Wahai para manusia, sesungguhnya tidak ada lagi kitab suci setelah Alquran, tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Tugas saya adalah bukan mewajibkan, tetapi sebagai pelaksana. Seorang yang melarikan diri dari seorang imam yang zalim, dia tidak salah. Ketahuilah ketaatan kepada makhluk hidup itu tidak diperbolehkan, apabila sampai melanggar Sang Pencipta.

Begitu secara resmi menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para ahli fikih yang ada di Madinah. Dia meminta kepada mereka untuk menulis suatu kezaliman yang mereka lihat atau merampas hak orang lain. Mengenai hal ini, ia juga pernah menulis surat kepada salah seorang gubernurnya. “Jika kamu mampu berbuat zalim kepada seseorang, ingatlah akan kemampuan Allah SWT Yang Mahatinggi kepadamu.”

Selama melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, waktunya begitu singkat. Walau bisa dikatakan masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz terbilang singkat (99-101 H), akan tetapi beliau mampu membawa pemerintahanya berada pada puncak kejayaannya. Salah satu langkah berani beliau ialah memecat pejabat yang zalim dan menggantikanya dengan pejabat yang cakap. Sehingga, pemerintahan Umar bin Abdul Aziz bisa berjalan dengan stabil.

Bukan hanya mengeluarkan kebijakan untuk bawahanya, tapi juga bagi dirinya dan keluarganya. Beliau tidak berani mengambil bagian dari Baitul Mal dan meminta istrinya untuk mengembalikan perhiasan yang berasal dari dana BaitulMal ke Baitul Mal kembali.

Baca Juga:  Ketika Ada Orang yang Berani Mengerjai Kanjeng Nabi

Tak heran, banyak orang yang memuji keteladanan Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin, perbedaan antara pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dengan pemerintaha para khalifah dinasti Umayyah lainnya, yaitu pemerintahanya tidak dipenuhi dengan penyimpangan dalam agama, bertindak dengan sewenang-wenang, dan penuh pertumpahan darah.

Imam Hasan al-Bashri ketika mendengar kabar wafatnya Umar bin Abdul Aziz menyebutkan :

Maata Khoirun an-Nass (telah meninggal sebaik-baiknya manusia)”. Meski sebentar sebagai “khalifah”, kecintaan beliau terhadap ilmu menjadikan beliau termasuk “ulama” dijamanya, tercatat di era kepemimpinanya kemajuan ilmu hadist begitu pesat, beliau mencanangkan “mega proyek” pembukuan (pencatatan) hadist”.

Salah satu ulama yang diberi kepercayaan untuk menangani project tersebut Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab bin Abdillah Al Qurasyi Az Zuhri rahimahullah. Atau lebih dikenal az Zuhri. Satu pendapat menyebutkan bahwa Az Zuhri lahir pada tahun 51 H.

Meskipun berstatus sebagai shighar tabiin (tabiin junior) namun beliau adalah ulama besar di masanya. Az Zuhri banyak menimba ilmu dari sebagian sahabat dan para pembesar ulama tabiin. Semisal Ibnu Umar, Jabir bin Abdillah, Hasan Bashri, Urwah bin Zubair, Atha bin Abi Rabah, Said bin Musayyib dan masih banyak yang lainnya.

Terutama dari Said bin Musayyib rahimahullah, beliau adalah salah satu gurunya yang sangat istimewa. Hingga Az Zuhri berkisah, ” :

“Lututku senantiasa menempel pada lutut Said bin Musayyib selama delapan tahun.”

Dalam kurun waktu itu, beliau tinggal dan menimba ilmu dari Said bin Musayyib.

Said bin Musayyib adalah menantu dari “Abu Hurairah”, beliau sempat bertemu dengan istri-istri Nabi untuk menimba ilmu hadist, juga kepada Umar bin Khatab, Ali, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, juga kepada mertuanya”

Said adalah orang yang paling hapal atas berbagai hukum dan keputusan yang dikeluarkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, sehingga mendapat julukan Rawiyatul Umar (periwayat Umar).

Hadits “mursal” yang berasal dari Said bin Musayyib dianggap hasan oleh Imam Syafi’i.

Murid Syafii yaituImam Ahmad berkata: “Mursalat (kumpulan hadits mursal) yang diriwayatkannya adalah shahih kesemuanya.”

Mursal adalah hadits yang hilang atau tidak disebutkan perawi dari golongan sahabat. Ciri hadits mursal adalah sebuah hadits yang disampaikan oleh tabiin (baik tabiin kecil maupun besar) tanpa menyebutkan nama sahabat, dan langsung menyebut nama Rasulullah. Jika ada tabiin yang menyebutkan hadits langsung dari Rasul, maka hadits tersebut adalah hadits mursal karena secara “teknis seorang tabiin” tidak akan mendapatkan hadits tanpa sahabat.

Demikianlah silsilah guru dari imam Az Zuhri, sehingga khalifah Umar bin Abdul Aziz menunjuk Az-Zuhri melaksanakan project pembukuan “hadis-hadis yang masih berserakan”.

Sebelum menjabat menjadi khalifah di Damascus, Umar bin Abdul Aziz merupakan Gurbenur Madinah.

Madinah, adalah kota yang telah disepakati oleh sejarawan sebagai kota dengan perkembangan ilmu terbaik dan lingkungan keilmuan yang unggul. Bahkan ketika masa Khulafa-ur-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), Madinah menjadi tempat konvensi para sahabat Nabi dan mereka semua adalah para pembawa ilmu-ilmu Nabi. Jadi sudah pasti kota madinah adalah kota yang berisikan dengan ilmu dan para ulama mumpuni.

Adalah “Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn ‘Amr ibn al-Harits” yang dikenal sebagai imam Malik, seorang pemuda yang rajin hadir dalam Halaqah Az-Zuhri. imam Malik adalah orang madinah tulen, Keberadaannya di kota Nabi sejak kecil bahkan sampai wafat itu menjadi nilai plus yang sangat wajar banyak orang memujanya.

Terlebih lagi adanya sabda baginda Nabi dari Abu Hurairah Nabi bersabda : “Hampir saja orang-orang itu akan memukuli lambung unta (saking susahnya) dalam mencari ilmu. Dan kalian tidak akan menemukan seorang ulama yang lebih pandai dibanding ulama kota Madinah”.

Di antara sekian kelebihan Az-Zuhri adalah kekuatan hafalan yang kokoh dan sangat kuat. Beliau adalah penghafal pilih tanding dengan memori hafalan yang sangat banyak. Pantas jika Az-Zuhri sendiri pernah menyatakan,

“Tidak pernah kalbuku menghafal sesuatu kemudian lupa.”

Beliau mampu menghafal Al Quran hanya dalam jangka waktu 80 malam! Kekuatan hafalan ini berberbanding lurus dengan pemahamannya yang sangat tajam dan jernih.

Baca Juga:  Hakikat Mencintai Rasulullah, Mampukah Dijangkau Logika?

Ia langsung bisa memahami pembicaraan lawan bicaranya tanpa perlu diulang lagi.

Az-Zuhri disegani dengan dukungan wawasan ilmunya yang luas dan koleksi hadis yang banyak.

Ali al-Madini sahabat Az-Zuhri sekaligus salah satu 7 “fuqaha” Madinah berkata, “Az-Zuhri mempunyai 2000 hadis.”

Al-Laits bin Saad salah satu guru imam Syafii, berkata, “Aku belum pernah melihat seorang ulama yang ilmunya lebih lengkap daripada Az-Zuhri. Seandainya engkau mendengarnya berbicara tentang motivasi dan semangat, niscaya engkau akan mengatakan, “Tidaklah dia ahli kecuali dalam bidang ini.”Namun jika dia berbicara tentang kisah para nabi dan orang-orang ahli kitab, pasti engkau akan mengatakan hal yang sama. Apabila ia berbicara tentang ilmu nasab, engkau pasti juga akan mengatakan hal yang sama. Ia adalah figur ulama yang menguasai dengan baik berbagai cabang ilmu. Tatkala menjelaskan suatu cabang ilmu agama, orang menilai bahwa ia sangat ahli dalam bidang tersebut. Sedangkan cabang ilmu yang lain tidak menguasainya dengan baik. Namun di luar dugaan, ternyata semuanya dikuasai dengan baik.

Satu lagi keistimewaan beliau adalah jiwa sosial dan kedermawanan yang luar biasa. Hingga Al-Laits bin Sa’ad menyatakan bahwa Az-Zuhri termasuk manusia yang paling dermawan.

Ia tidak pernah menolak permintaan setiap orang yang datang dan meminta kepadanya.

Kebiasaan beliau adalah memberi makan tsarid dan madu kepada manusia. Bukan rahasia lagi kalau Az-Zuhri sangat menyukai madu. “Karena madu bisa menguatkan hafalan,” kata Az-Zuhri.

Jiwa sosialnya yang tinggi mendorongnya gemar berinfak kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan. Ziyad bin As’ad mengatakan kepada Az-Zuhri, “Sesungguhnya hadis-hadismu membuatku kagum. Namun aku tidak mempunyai bekal untuk mengikuti majelismu.”

Sontak Az-Zuhri mengatakan kepadanya, “Jangan khawatir, ikuti aku dan biayamu aku yang akan menanggungnya.”

Limpahan uang dinar dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz atas jasanya “membukukan hadist” tidak membuat Az-Zuhri silau dan tergoda. Ia meletakkan dinar di tangannya dan tidak memberikan ruang di hatinya.

Berkata Amr bin Dinar “Belum pernah aku melihat ada pribadi yang memandang rendah dirham dan dinar daripada Az-Zuhri. Sungguh dinar dan dirham bagaikan kotoran hewan baginya. Wajar jika ia sangat ringan tangan membagi-bagikan dinar kepada orang-orang yang membutuhkannya.

Az-Zuhri menempati kedudukan ilmiyah yang sangat agung di mata para ulama sezamannya. Untaian pujian ulama-ulama besar tercurah kepadanya. Tidak jarang pula ia disejajarkan bahkan diunggulkan atas ulama tenar yang sezaman dengannya.

Pujian pun datang dari murid beliau Imam Malik, beliau berkata, “Ibnu Syihab (az-Zuhri) tetap eksis dan tidak ada satu pun yang selevel dengannya. Jika ia datang ke Madinah, tidak ada satu pun yang berani menyampaikan hadis hingga ia keluar darinya.”

Murid imam Malik, imam Syafii mengatakan, “Kalau bukan karena Az-Zuhri niscaya akan hilang sunnah-sunnah di Madinah.”

Selain berbagai kelebihan di atas, Az-Zuhri juga sangat menonjol dalam ilmu sejarah, berkenaan dengan berita para nabi yang diriwayatkan dari Ubaidillah bin Abdillah, Urwah bin Zubair, Asy Sya’bi dan selainnya. Terutama perhatian besarnya terhadap sejarah kehidupan dan berbagai peperangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dengan demikian beliau tidak hanya fokus meriwayatkan hadis dan mempelajari fikih. Namun beliau juga melakukan penelitian ilmiyah dan “pembukuan” terhadap ilmu sejarah.

Setelah sekian lama menjalani kehidupan yang penuh ilmu dan dakwah, beliau pun wafat pada tanggal 17 Ramadhan tahun 124 H menurut pendapat sebagian ulama. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan balasan terbaik dan melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau.

murid.

(Tabaqat Ibnu Saad).

Tabaqat (secara berlapis generasi ke generasi), Umar bin Khatab punya putra Ashim, Ashim punya putri Laila, Laila punya putra Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Abdul Aziz punya murid Az-Zuhri. Az-Zuhri merupakan salah satu guru dari Imam Malik, Malik punya murid Syafii, Syafii punya murid Ahmad bin Hambal, Ahmad punya murid Bukhari, Bukhari punya murid at-Tirmidzi. []

والله اعلم

Musa Muhammad
Penulis, Mahasiswa Universitas Al Azhar

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kitab