Di penghujung Ramadan di tahun covid-19 ini, saya diminta menandai berakhirnya sebuah program bertajuk “SAMBUT RAMADAN SEDEKAH DESIGN”.

Program ini digagas Santri Design Community (SDC), sekelompok milenial santri yang konsern fokus mengasah skill dan knowledge tentang desain, khususnya untuk diunggah media sosial. Tentu ini kabar gembira, karena selama ini, Pesantren (dan juga NU) lemah di dua hal ini: desain dan media (sosial).

Melalui program ini mereka berbagi ide, kreativitas menangkap momentum dan fenomena untuk dikemas dalam desain yang cantik dan nendang, serta diunggah di akun Instagram SDC serta group-group WA. Dari program ini dihasilkan puluhan desain meme yang didedikasikan dan disedekahkan untuk kepentingan dakwah mengglorifikasi kesucian bulan ramadan yang tahun ini tak seperti biasa, dipenuhi bayang-bayang kegelisahan akibat pandemi corona yang mendunia.

Sebagai praktisi industri komunikasi, tentu saya yang paling bahagia dengan gerakan kaum santri bersedekah desain. Kenapa? Karena industri komunikasi lebih dari separuhnya adalah tentang kreativitas. Dan desain yang berkarakter, penuh makna, lugas, enak dinikmati adalah kuncinya. Bolehlah bila dikatakan: Design is everything. Tak terkecuali di industri media televisi yang sekarang sudah harus terkonvergensi dengan media sosial dan offair event.

Kemampuan kita berkomunikasi visual dengan design, akan sangat membantu bagi masa depan dakwah dan keluhuran Islam Nusantara yang telah sama-sama kita perjuangkan bersama.

Tantangan kita adalah mencari titik temu antara dakwah sebagai keniscayaan ilahiah dengan dunia industri yang di dalamnya mempertemukan kebutuhan pasar dan penyediaan layanan. Sementara ini, dakwah kalangan pesantren dan NU masih berjarak dengan deru cepat industri, bahkan kala industrinya adalah ‘industri’ dakwah.

Fenomena munculnya pro-kontra Film Nussa-Rara yang diputar di salah satu stasiun televisi swasta nasional menjadi semaca lonceng peringatan bagi kita. Bahwa dakwah tak hanya cukup dihelat via nderes kitab kuning di pesantren, panggung pengajian umum, majelis haul yang mampu hadirkan ratusan ribu jamaah. Bahkan pengajian kitab online uang menjamur di ramadan kali ini juga tak cukup, karena toh ternyata penikmatnya adalah kalangan itu-itu saja, tak jauh dari jamaah majelis pengajian konvensional selama ini.

Baca Juga:  Pentingnya untuk Mengenal Moderasi Beragama

Sungguh, dakwah pesantren dan NU kita sudah darurat hadir di cell baru masyarakat kota, kelas menengah, milenial hingga kalangan emak-emak. Bagi kita, mereka adalah ‘pasar’ yang masih perawan dari sentuhan dakwah ala kiai. Mereka menerima asupan konten agama yang sempit dan tidak mendalam, atau sebaliknya konten sekuler tanpa hadirnya Tuhan sama sekali, hippies penuh hura-hura.

Media-media NU seperti TV9 Nusantara, punya tantangan serius untuk masuk ke cell baru ini. Media NU juga media. Pesantren tak boleh hanya jago di kandang, tapi juga harus JAGO TANDANG. Unbeatable, at HOME or AWAY. Demi Jago Tandang itu pula, per 1 April 2020, TV9 Nusantara menggandeng Cable TV FIRST MEDIA untuk masuk ke pelanggan pemirsa kota dan middle Class.

Tentu kami media-media ini tak kan bisa sendirian menantang gelombang itu. Butuh dukungan kerjasama yang bisa saja berkembang menjadi business partnership saling menguntungkan. Meminjam jargon Rhenald Kasali, era ini saatnya mobilisasi dan orkestrasi (MO). Memobilisasi semua potensi dan crowd yang ada, lantas memainkannya dalam agenda kemaslahatan Yang disepakati dan diperjuangkan bersama. Korporasi dan organisasi global sudah memanfaatkan strategi MO ini dan kita 270 juta rakyat Indonesia dan 150 juta warga NU jadi obyek empuknya. Kini saatnya, kita yang balik memainkannya, tentu untuk nilai-nilai luhur Yang kita warisi dari para leluhur.

Di sinilah arti penting Komunitas Santri Design terus menjaga visi dan nafas panjangnya plus terus memupuk kreativitas di setiap kelok fenomena yang sangat dinamis ini. Knowledge dan skill di bidang komunikasi visual akan menemukan momentumnya kala dimiliki pribadi berkarakter dan berorientasi pada masa depan seperti kaum santri. Dengan berjaringan dan kolaborasi, maka skill, knowledge dan attitude itu akan menyatu dalam deru industri komunikasi Yang ke depan akan kian mendominasi.

Baca Juga:  Wira'i di Zaman Kini

Teruslah menjaga semangat. Terus berlatih. Teruslah berkreasi. Teruslah berkolaborasi, jangan berjalan sendiri-sendiri. Karena hanya tersedia dua pilihan bila mau serius melantai di industri global: bekerja sama atau mati. Collaborate or Die!

Hadratus Syekh, Mbah Hasyim Asy’ari kala mendirikan Jam’iyyyah Nahdlatull Ulama mengutip ayat persatuan ini dalam muqaddimah Qanun Asasi:

واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا

Berpeganglah kalian semua dalam tali Allah, dan jangan berpecah belah.

Setelah hampir 1 Abad NU, di era Revolusi Industrial 4.0, era CONNECTIVITY atau ketersambungan ini, maka ayat itu kian menemukan relevansinya. Dunia kini sedang berlomba memobilisasi kesamaan hobby, situasi, pilihan gaya hidup hingga klub sepakbola untuk diorkestrasi untuk mencapai target tertentu Yang ujungnya adalah ekonomi, politik atau keduanya. Masyarakat dunia yang masih terus sibuk meributkan perbedaan di dalam komunitasnya, maka bersiaplah menjadi penonton bahkan pecundang di sirkuit cepat 4.0.

Mari berjaringan, ber-i’tisham di jalur dakwah para ulama, #KiaiWay dan jangan berfriksi.

Sekali lagi, saya senang ada 30 anak muda yang fokus menggeluti dan mengasah skill dan knowledge tentang desain komunikasi visual untuk kemudian disambungkan dengam kebutuhan pasar dan industri media. 30 milenial berkarakter santri inilah bisa digadang-gadang NU/Indonesia akan bisa bertahan, bahkan unggul, unbeatable, YA’LU WALA YU’LA ‘ALAIH saat menghadapi ancaman disrupsi yang sedang menjungkirbalikkan dominasi dan para pemeran utama. Era di mana, the main is not longer the main. Yang besar dan kuat tak selamanya nyaman bertahan.

Artinya Milenial santri memiliki kans yang sama dengan siapapun untuk bisa memenangkan balapan adu kreatif dalam sirkuit industri media dan bisnis komunikasi. Syaratnya, tak takut bersaing, tak malas mencoba, tak enggan berkreasi. Wahai milenial santri, sampaikan ilmu dari Kiai, walau dengan satu desain. Say it with design. Katakanlah dengan desain. [HW]

Hakim Jayli
CEO TV9 Nusantara

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini