Pesan Gus Qoyyum untuk Pencari Ilmu

Kh Abdul Qoyyum Mansur, Lasem, Rembang, Jawa Tengah menyampaikan tausiyah dalam acara Haflah Khotmil Qur’an wa Haul Masyayikh Pesantren Khozinatul Ulum Blora, pada (2/03/2024). Dalam penjelasan Gus Qoyyum, sapaan akrabnya menyampaikan bahwa jumlah huruf A’in (ع) berjumlah 9405 (sembilan ribu empat ratus lima). Dalam hitungan tersebut, gus Qoyyum menyampaikan tiga kata dalam al-Quran yang menjadi poin utama dalam ceramahnya. Pertama, Akal/Fikiran (عقل). Kedua, Ilmu (علم). Ketiga, Amal (عمل).

Pertama, Akal (عقل), dalam al-Quran dijelaskan:

لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Gus Qoyyum menjelaskan ayat tersebut dengan “agar manusia dapat berpikir secara rasional”. Disisi lain, al-Quran juga berbicara tentang letak dari akal. Mengikuti gus Qoyyum dengan mengutip beberapa ahli tafsir menjelaskan, 1). Jika mengikuti ahli kontemporer menyatakan bahwa letak akal di otak. 2). Sedangkan, jika mengikuti ar-Razi dalam tafsirnya Mafatihu al-Ghoib menunjukkan akal terdapat di hati. 3). Terakhir, Gus Qoyyum menambahkan penjelasan yang didasarkan pada pengalaman pribadi, yaitu ketika ia bertanya kepada Prof. Abdul Hafid Bajamal, seorang yang termasuk pakar bedah syaraf Asia Tenggara menunjukkan dan meyakini bahwa  akal terletak di otak menyatu masuk otak ke hati.

Kemudian Gus Qoyyum mempertanyaan penjelasannya sendiri, dengan mengajukan pertanyaan, apakah ilmu dari otak ke hati atau hati ke otak?. Menurut penjelasanya bahwa teks al-Quran menyatakan “قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَآ”, yang berarti bahwa hati pun untuk berpikir. Selanjutnya, Gus Qoyyum memperkuat argumennya itu dengan mengutip Ibnu Khaldun dalam bukunya Muqoddimah Ibnu Khaldun yang mengatakan, “bahwa ilmu itu masuk ke otak lalu ke hati, apabila tidak terhalang hijab atau tabir ilmi, dan itu adalah syahwat. Pada akhirnya, syahwatlah yang mengakibatkan sulit masuknya ilmu ke dalam keduanya, terutama ke hati.

Baca Juga:  Silaturahmi ke PWNU Jatim, Menko PMK Minta Masukan Para Kiai Tangani Covid-19

Kedua, Ilmu (علم). Menurut gus Qoyyum, untuk mempelajari ilmu al-Qur’an, terutama menghafal terdapat keberkahan yang besar, namun itu adalah permulaan, belum ke tahap lanjutan. Kemudian, Gus Qoyyum menceritakan pengalamannya tentang belajar ilmu yang bernama al-Burhan fi Ulumi al-Qur’an yang khusus ia ambil dari ayahnya untuk belajar ilmu Fawashil, yaitu ilmu yang mempelajari akhir huruf dalam al-Qur’an, dalam perhitungan gus Qoyyum untuk mempelajari ilmu itu sekitar tiga hingga empat tahun. Terdapat juga ilmu lalu lintas al-Qur’an, ilmu gizi, ilmu tentang buruh, tentang kerja, ilmu kuliner dalam al-Qur’an dan seterusnya. Merujuk penjelasan ar-Rozi gus Qoyyum menjelaskan bahwa secara tabiat, manusia tidak betah makan satu menu. Artinya ilmu-ilmu didalam al-quran yang mencakup kehidupan sehari-hari manusia sudah dan sangat luas yang dapat dipelajari. Gus Qoyyum juga memberikan referensi tafsir yang dapat di baca dengan terjemahan bahasa Indonesia, yaitu tafsir bi al-i’lmi, ia mencotohkan tafsir karangan dari Prof. Baharuddin Loppa yang membahas tentang al-Qur’an dan Hak Asasi Manusia.

Terakhir, Amal (عمل). Menurut gus Qoyyum yang dimaksud amal adalah sesuatu yang konkrit, lebih detail gus Qoyyum menggambarkan dengan demikin, “Kalau terlalu banyak musyawarah, rapat, terkadang tidak ada wujudnya, sebab kebanyakan rapat”. Biasanya yang diajak rapat itu tidak mau urun secara materiil semua, pada akhirnya tidak terwujud sesuatu yang dirapatkan. Gus Goyyum juga mengajak untuk merenung bahwa terkadang kita sebagai manusia itu kebanyakan kurang amal, sebab terlalu banyak omong-omong, yang akhirnya tidak terwujud amal yang nyata. Gus Qoyyum juga menambahkan argumennya dengan sebuah cerita dari Ibnu al-A’rabi. Al-Kisah, Ib’nu al-Arabi baru saja menerima hadiah dari raja Romawi, rumahnya bagus, mewah. Kemudian, sebelum ditempati oleh Ibnu al-Arabai, datanglah seorang pengemis yang meminta kepadanya. Akan tetapi, Ibnu al-Arabi tidak punya atau tidak ada uang di sakunya, pada akhirnya tanpa berfikir panjang Ibnu-Arabi langsung memberikan rumah hadiah itu kepada sang pengemis, dan sudah pasti pengemis itu mau menerima pemberian dari Ibnu al-Arabi. Waallahu A’lam Bi as-Showab. []

Ahmad Muwafi Nur Hasan
Santri Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah