Manuskrip

Hadis Palsu di Masa Khilafah

Dalam Tafsir al-Qurtubi (1/79) diceritakan satu peristiwa yang terjadi di masa Khilafah Abbasiyah. Kisah pertama, berdasarkan penuturan dari Abu Jafar ath-Thayalisi, bahwa di pasar dan masjid banyak yang menceritakan hadits palsu lengkap dengan sanadnya. Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in shalat di masjid dan kemudian mendengar ada yang membacakan riwayat hadits:

“Mengabarkan kepadaku Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in, dari Abdur Razzaq, Ma’mar, Qatadah, dan dari Anas bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sesiapa yang menyebut la ilaha illa Allah maka dari setiap kalimat itu Allah ciptakan burung yang paruhnya emas dan bulunya marjan.”

Imam Ahmad dan Yahya saling berpandangan dan mereka tidak pernah mendengar hadits itu sebelumnya. Kemudian si pengkhotbah itu dikonfrontir oleh kedua ulama ini. Tapi dasar tukang bohong, saat sudah kepergok berbohong mengatasnamakan kedua ulama ini, dia malah tetap ngeyel.

“Memangnya nama Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in cuma kalian berdua saja di dunia ini? Aku sudah menulis hadits dari 17 orang lain yang bernama Ahmad bin Hanbal!”

Gokil emang. Penebar kabar hoax itu sejak dulu ngeyelnya tingkat dewa!

Berikutnya Imam Qurtubi juga mengisahkan bagaimana seorang hakim bernama Abul Bakhtari berupaya menjilat Khalifah Harun ar-Rasyid, yang menyenangi burung merpati. Maka sang hakim membacakan riwayat: “tidak ada perlombaan kecuali memanah, pacuan kuda dan merpati.” Aslinya dalam hadits itu tidak ada soal burung merpati, tetapi dia tambahkan untuk menyenangkan Khalifah. Harun ar-Rasyid kemudian memberi dia hadiah.

Begitu sang hakim keluar dari ruangan, Harun berkata: “Demi Allah, aku tahu dia sudah berbohong.” Lantas bukannya sang hakim dicopot atau dihukum, malah diberi hadiah. Bahkan Khalifah memerintahkan burung merpati disembelih. Saat ditanya, “apa salahnya burung merpati?” Jawab Harun: “karena gara-garanya ada orang yang berdusta atas nama Rasulullah.”

Baca Juga:  Hadis-hadis Palsu Seputar Rajab

Kalau dalam Tarikh al-Khulafa Imam Suyuthi, yang membacakan hadits palsu di atas namanya Ghiyats bin Ibrahim, bukan Qadhi Abul Bakhtari. Dan kisahnya berkenaan denga Khalifah al-Mahdi (khalifah ketiga Abbasiyah) menurut versi Imam Suyuthi, bukan dengan Khalifah Harun ar-Rasyid, seperti versi Imam Qurtubi. Wa Allahu a’lam.

Gimana berita bohong gak cepat tersebar kalau yang meriwayatkan hadits palsu di depan khalifah malah mendapat hadiah. Padahal khalifah tahu dia berbohong.

Selain dilakukan oleh da’i dan hakim, hadits palsu di periode khilafah masa lalu juga diproduksi oleh konflik politik. Cacian atau memuja para tokoh politik yang berkonflik seperti Sayidina Ali dan Mu’awiyah, misalnya, dipenuhi dengan berbagai riwayat palsu. Begitu juga transisi dari khilafah Umayyah ke Abbasiyah. Maka kita harus hati-hati membaca berbagai hadits yang berbau politik. Selain itu, fanatik etnik dan mazhab juga menjadi salah satu penyebab munculnya hadits-hadits palsu.

Ibn al-Jawzi dalam kitabnya Al-Maudhuat mengumpulkan 3 jilid hadits-hadits palsu. Namun demikian sejumlah ulama meneliti ulang kajian Ibn al-Jawzi dan kemudian menuliskan catatan ataupun koreksi mereka. Diantaranya adalah Imam Suyuthi yang menulis kitab Al-Laali Al-Masnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah. Pada kitabnya tersebut, Imam Suyuthi menjelaskan mana hadits-hadits yang disebutkan oleh Ibn al-Jawzi dan beliau setujui status kepalsuannya. Namun di bagian berikutnya Imam Syuthi juga jelaskan mana hadits yang dinyatakan palsu oleh Ibn al-Jawzi namun ditelaah ulang oleh Imam Suyuthi.

Imam Suyuthi juga menulis kitab khusus berjudul al-Nukat al-badi’at `ala al-maudhu’at, yang mengkritik kitab al-Maudhu’at-nya Ibn al-Jawzi. Gak cuma itu, Imam Suyuthi menulis az-Ziyadat ‘alal Maudhu’at, yang mencantumkan sejumlah hadits palsu yang belum dimasukkan oleh Ibn al-Jawzi. Keren banget emang!

Baca Juga:  Hadis-hadis Palsu Seputar Rajab

Dan karena hadits palsu terus beredar sampai sekarang, maka diperlukan kajian yang terus menerus untuk membersihkan kedustaan yang dinisbatkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Shallu ‘alan Nabi

Nadirsyah Hosen
Rais Syuriyah PCINU Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Manuskrip