Sabtu, 9 Januari 2021, kita dikejutkan dengan hilangnya kontak pesawat Sriwijaya, SJ 182, setelah 4 menit lepas landas, pada pk. 14.40 WIB, dengan rute Jakarta – Pontianak yang mengangkut 62 orang dengan rincian penumpang 40 dewasa, 7 anak-anak, 3 bayi dan 6 awak Sriwijaya Air sebagai penumpang, serta 6 awal pesawat aktif. Diperkirakan kontak terputus terjadi di atas kepulauan Seribu, utara tidak jauh dari pantai Ancol, Tanjungpriuk DKI. Setelah dilakukan investigasi, kondisi badan pesawat hancur lebur. Hingga kini belum diketahui adakah penumpang dan awak pesawat yang terselamatkan?

Di samping rasa duka yang sangat mendalam, kita patut bersyukur utamanya bagi yang bersangkutan diselamatkan oleh Allah swt dari mushibah dengan caraNya yang unik. Berdasarkan laporan dari Posko ada sejumlah orang dan kelompok yang semula tercatat dan direncanakan naik pesawat Sriwijaya, SJ 182, dirubah dan dibatalkan dengan beberapa alasan. Pertama, delapan orang satu keluarga asal Banyumas, Jawa Tengah yang semula pesan pesawat Sriwijaya Air SJ-182, Sabtu (9/1/2021), dibatalkan karena ada acara mendadak.

Kedua, Kisah Paulus Yulius Kollo dan Indra Wibowo yang batal terbang dengan Sriwijaya Air SJ 182, karena keduanya tidak bisa tunjukkan hasil SWAB. Ketiga, seorang pramugari bernama Ananda Lestari mendadak batal dengan pesawat Sriwijaya Air SJ 182, Sabtu (9/1/2021), karena jadwalnya berubah ke rute Jakarta-Makassar. Ketiga, seorang mahasiswa asal Singkawang, bernama Agustiawan batal ikut pesawat Sriwijaya Air SJ 182, karena diminta ibunya untuk fokus menghadapi ujian. Keempat, Satu keluarga yang terdiri dari Jojo, Dini, Nauryn dan Falle batal menjadi penumpang selamat Sriwijaya Air SJ 182, karena hasil uji tes swab PCR yang lama keluar dari sebuah rumah sakit.

Baca Juga:  Musibah Demi Musibah

Alhamdulillah dan patut disyukuri ada sebanyak 15 orang diselamatkan oleh Allah swt dari tragedi pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada hari Sabtu kemarin. Kejadian ini sungguh mengingatkan saya untuk flashback terhadap peristiwa tergelincirnya pesawat Lion Air di Solo, pada tanggal 30 November 2004. Yang saya semulanya menjadi salah satu penumpangnya. Namun Alhamdulillah atas pertolongan Allah swt saya tidak jadi ambil pesawat ini karena saya batalkan beberapa jam sebelumnya.

Saat itu sebenarnya ada Muktamar NU ke 31 di Wisma Haji Donoyudan Boyolali, Jawa Tengah, 28 Nov sd 2 Desember 2004. Setelah menghadiri Acara Pembukaan sebagai pengunjung hari pertama, saya pulang ke Yogya karena ada tugas ke Bogor yg 29 dan 30 Nov 2004 dengan harapan bisa mengikuti lanjutkannya hari Rabu malam tg 30 Nov 2004. Untuk itu saya sudah booking dari Jakarta ke Solo pakai pesawat Lion Air JT 538.

Bagaimana saya bisa selamat dari tragedi tergelincirnya pesawat Lion Air JT 538? Asal usul ceritanya, ketika saya baru saja landing di Soetta terus menuju ke Bogor dengan Bis Damri, tiba-tiba berdering hp saya. Ada call dari Pak Rektor UNY, Prof Suyanto, Ph.D, yang meminta saya mengganti untuk nara sumber suatu Seminar Nasional tentang UUSPN No 20 tahun 2003 yang diselenggarakan oleh BEM UNS. Mengapa saya, karena saya adalah satu Tim yang ikut menyiapkan Draft UUSPN yang diketuai oleh Prof Suyanto Mas Suyanto. Oleh karena itu saya bersedia untuk menunaikan amanah itu. Begitu ada kepastian undangan yang dikirim lewat faximile melalui resepsionis Hotel tempat acara saya, maka saya terus mengatur ulang penerbangan saya.

Baca Juga:  Musibah Demi Musibah

Yang semula saya berencana langsung dari Jakarta ke Solo, akhirnya saya rubah dari Jakarta ke Yogya, baru naik taxi dari Yogya ke Solo. Saya merubah rute ini karena bahan untuk Seminar ada di rumah. Selanjutnya pada hari Rabu, 30 Nov 2004, sore hari saya sudah sampai di Bandara dan melakukan perubahan penerbangan pk 17.00 dari Jakarta ke Solo menjadi pk 17.30a dari Jakarta ke Yogya.

Sehabis landing terus saya ambil taxi untuk pulang. Di taxi, sopirnya bercerita bahwa baru saja ada khabar dari Bandara Adi Sumarmo Solo, bahwa Lion Air tergelincir ketika landing dan banyak yang menjadi korban. Begitu sampai di rumah saya ungkapkan rasa syukur dan kegembiraan saya dengan menggendong isteri, karena saya terselamatkan oleh Allah swt dari mushibah Lion Air. Sungguh menggemberikan. Perlu diketahui bahwa akibat dari kecelakaan itu, 26 orang tewas, 55 orang luka berat, dan 63 orang lainnya luka ringan.

Selanjutnya saya tetap siapkan untuk mengisi Seminar Nasional di UNS tanggal 1 Des 2004, dengan menggunakan Taxi karena sambil nuntaskan bahan paparannya. Sampai di tempat Aula UNS, tempat Seminar, mahasiswa tahu saya membayar uang taxi. Namun setelah berakhir Seminar, panitia hanya memberi plakat saja, tidak ada amplop pun yang menyertai. Secara emosional rasanya kecewa, kok mahasiswa sampai hati memintai orang lain jauh-jauh datang tidak ada transpornya. Alhamdulillah saat itu pula tersadarkan bahwa Allah swt yang menjadi sutradara hidup kita semua. Pasti ada rahasianya.

Coba kalau saya tidak mengisi seminar di UNS, bisa jadi saya menjadi bagian dari yang kecelakaan. Setidak-tidaknya saat itu ada sejumlah tokoh yang mau menghadiri Muktamar NU yang ikut kecelakaan, salah satu korbannya adalah KH Yusuf Muhammad, anggota DPR dari PKB. Padahal saat itu beliau sedang bersifat-sinarnya di Senayan. Itulah rahasia Allah dan cara Allah swt untuk menyelamatkan hamba-Nya termasuk saya. Alhamdulillah saya bersyukur sekali di satu sisi saya bisa mengisi Semnas Pendidikan, di sisi lain saya bisa selamat dan bisa mengikuti lanjutan Muktamar. Karena itu uang transport itu jauh tidak berarti dibandingkan daripada keselamatan hidup. Inilah pelajaran yang berharga, bahkan husnudzdzon kepada Allah swt itu penting sekali.

Baca Juga:  Musibah Demi Musibah

Akhirnya bahwa pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa ini, bahwa saat kedatangan kematian insan itu tidak bisa akhirkan dan dimajukan. Bahwa kita harus husnudzdzon kepada Allah swt, apa yang tidak baik bagi kita, bisa berarti baik menurut Allah swt, sebaliknya apa yang baik bagi kita, bisa tidak baik menurut Allah swt. Bahwa hambatan yang kita jumpai dalam penerbangan atau yang lainnya, bisa ada hikmah yang tersimpan di baliknya. Bahwa pemberian usia tambahan wajib disyukuri dengan pertebal iman dan tingkatkan taqwa. Bahwa tidak ada pilihan terbaik bagi kita kecuali persiapkan diri untuk husnul khatimah. Semoga semua korban Lion Air JT 538 yang tergelincir di Bandara Adi Sumarmo Solo dan semua penumpang Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di Kepulauan Seribu digolongksn mati syahid. Aamiin.

[RZ]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah