Yogyakarta, 22 Oktober 2021Bismillahirrahmanirahim. Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Allahumma Shalli ‘Ala Sayyidina Muhammad wa ‘Ala ‘Alihi wa Shahbihi wa Sallim.

Mencermati perkembangan global yang sudah berubah sedemikian cepat, dan juga mencermati kehidupan nasional yang memerlukan para penggerak keadilan dan kemakmuran bangsa di wilayah politik, penting merefleksikan peran Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi yang memperjuangkan nilai-nilai ahlu al-sunnah wa al-jama’ah (Aswaja) dan yang menjabarkan Islam rahmat li al-‘alamin dalam kebumian Indonesia.

Di dalam diri NU telah melekat untuk memperjuangkan keadilan, perdamaian, regenerasi kepemimpinan, kemaslahatan tata sosial-masyarakat, dan nasib wong cilik serta izzul islam wa muslimin. Dengan demikian, diperlukan kepemimpinan NU yang responsif, dinamis, bercirikan Aswaja al-Nahdliyah sekaligus peka terhadap masalah-masalah sosial. Bahwa ada agenda-agenda yang perlu diperjuangkan oleh kepemimpinan NU yang akan datang di tengah perubahan global, nasional, dan dinamika internal NU.

Sejauh ini, kami mencermati jelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung, pada 23-25 Desember 2021, wacana regenerasi kepemimpinan di PBNU semakin kuat. Tetapi yang berkembang hanya berkisar persoalan calon Ketua Tanfidziyah dan Rais Am, tidak pada ide atau gagasan bagaimana mengembangkan NU ke depan.

Di antara nama yang muncul ke permukaan sebagai calon Ketua Tanfidziyah, semula hanya KH. Said Aqil Siraj dan KH. Yahya Cholil Staquf. Namun belakangan, berdasarkan hasil survei Lembaga Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) justru merilis ada 7 nama yang dianggap layak masuk calon PBNU (berdasarkan urutan rangking): (1) KH. Marzuki Mustamar (Ketua PWNU Jawa Timur) dengan dukungan tertinggi sekitar 24,7 persen; (2) KH. Hasan Mutawakkil Alallah (Mantan Ketua PWNU Jatim), dengan perolehan dukungan 22,2 persen; (3) KH. Said Aqil Siradj (Ketua Umum PBNU Petahana), dengan perolehan dukungan 14,8 persen; (4) KH. Bahaudin Nursalim atau dikenal sebagai Gus Baha, dengan perolehan dukungan 12,4 persen; (5) KH. Yahya Cholil Staquf (Katim Aam PBNU) dengan perolehan suara 3,7 persen; (6) KH. Marsudi Syuhud (Ketua PBNU) dengan perolehan dukungan 1,2 persen; (7) KH. Ahmad Fahrur Rozi Burhan (Wakil Ketua PWNU Jatim) dan KH. Ali Maschan Moesa (Mantan Ketua PWNU Jatim) dengan perolehan suara yang sama yakni 1,2 persen.

Dari informasi di atas, tampak terlihat, bahwa ada dinamika dalam bursa calon Ketua (Tanfidziyah) PBNU. Dinamika itu dapat dipahami sebagai sesuatu yang terjadi secara alami, atau dapat pula secara sengaja digerakkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan politis dalam suksesi kepemimpinan di organisasi ulama ini.

Pertanyaannya, apakah nama-nama calon  Ketua PBNU tersebut cukup memadai untuk menunjukkan representasi warga Nahdliyin yang tersebar tidak hanya di Jawa, apalagi Jawa Timur, sebagaimana hasil survei Indostrategic, yang Jatim sentris? Tidak adakah nama-nama selain yang disebutkan dalam survei itu, yang memiliki komitmen, loyalitas, dan integritas terhadap NU?

Sudah pasti, ada dan banyak nama-nama selain yang disebutkan oleh survei Indostrategic, dari berbagai latar belakang profesi, pendidikan, dan keluarga. Karena itu, berdasarkan pembacaan di atas, kami mencermati, mengkaji, dan mengusulkan:

  1. Agar melakukan regenerasi dan tashlih yang cukup mendasar untuk kepemimpinan NU mendatang. Misalnya, dengan memberi tempat kepada generasi-generasi muda NU yang potensial; memperhatikan santri dan alumni pesantren untuk berkiprah di tengah era disrupsi, juga memperhatikan pendidikan yang dikelola oleh NU.
  2. Dalam proses pemilihan Rais Am, agar tetap menggunakan AHWA (Ahlul Halli Wal Aqdi) dan pemilihan Ketua Tanfidziyah dengan tetap menggunakan sistem pemilihan lansung oleh peserta Muktamar.
  3. Kepemimpinan NU harus bisa menjaga jarak dengan politik praktis, tapi tidak meninggalkan hubungan penting dengan kepemimpian nasional untuk menjaga keutuhan bangsa, perdamaian manusia, pendidikan yang humanis, dan memperjuangkan kepentingan rakyat dalam kebijakan-kebjakan nasional.
  4. Kepemimpinan NU hendaknya terlibat aktif dalam proses penyelesaian sengketa atau konflik yang secara langsung atau tidak langsung melibatkan warga NU dengan pihak-pihak tertentu, seperti korporasi, sebagaimana yang sering terjadi.
  5. Kami mengusulkan nama-nama berikut yang potensial untuk dipertimbangkan masuk ke dalam struktur atau Ketua Tanfidziyah maupun Rais Am PBNU.

Untuk posisi Tanfidziyah, ada Prof. TG Masnun Tahir (NTB), KH. M. Afifudin Dimyathi, atau biasa diapanggi Gus Awis (Jombang), Gus Juri Ardiantoro, SPd, M.SI, PhD (Brebes, Jateng), Nyai Badriyah Fayumi (Bekasi), KH. Dr. Marzuki Wahid (Cirebon, Jawa Barat), Nyai Alissa Qotrunnada (Yogyakarta), Nyai Nur Rofiah (Pemalang), KH. Dr. Rumadi Ahmad (Kudus), KH. M. Nuruddin atau Gus Din (Malang), Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A (Jakarta), KH. Ahmad Taufiq, AR. (Pasuruan), KH. Isfah Abidal Azis (Madiun), Savic Alielha (Pati), Gus Muhammad Al-Fayyadl (Probolinggo), Gus M. Faizi (Sumenep, Madura), Teuku Kemal Fasya (Aceh), Prof. Dr. Mujiburrahman (Kalsel), Gus Dr. M. Yasir Alimi, Ph.D (Semarang), Dr. M. Ishom el-Saha (Banten).

Adapun nama-nama untuk posisi Rais Am Syuriah, ada Abuya Syeh Kyai Ahmad Muhtadi Dimyati (Banten), KH. Ibnu Ubaidillah Syathori (Cirebon), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH. Husein Ilyas (Mojokerto), KH. Hasan Abdillah (Yogyakarta), KH. Nurul Huda Djazuli (Ploso), KH M Anwar Manshur (Lirboyo), KH. Ahmad Chalwani (Purworejo), Tuan Guru Turmudzi Badaruddin (NTB), Syeh Mahmudin Pasaribu (Mandailing Natal Medan), KH. Muhammad Ramli (Kalsel), KH. Muhammad Nuh Addawami (Cibojong Cisurupan Jabar).

Demikian risalah ini kami buat, semoga menjadi perhatian bagi peserta Muktamar, warga NU, dan pengurus NU di seluruh dunia.

Jazakumullah ahsana al-jaza’. Wallahu muwaffiq ila aqwami al-thariq.

 

Forum Muda Nahdliyin Yogyakarta

Koordinator:

Nurul Huda SA

Tim Perumus:

Nur Khalik Ridwan

Nurul Huda SA

Ahmad Anfasul Marom

Ainul Yaqin

Sugiarto

Ali Usman

Edwin Ristianto

Redaksi
Redaksi PesantrenID

Rekomendasi

1 Comment

  1. […] wan Nasyr Pengurus Wilahayah Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat menyampaikan Pentingnya Guru Menjadi Agen Perdamaian dan Moderasi Beragama dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Yayasan […]

Tinggalkan Komentar

More in Berita