Sejarah Tarawih (1): Tarawih pada Zaman Nabi

Shalat tarawih merupakan salah satu praktik untuk menghidupkan malam Ramadan (Qiyamu Ramadan). Pada dasarnya, ibadah ini tidak mempunyai nama spesifik dengan nama sholat tarawih, akan tetapi hanya dengan qiyaamu al-lail sebagai sholat malam pada umumnya, akan tetapi untuk mempermudah, dalam artikel ini penulis menyebutkan ibadah ini dengan “sholat tarawih”.

Ibadah ini memiliki keutamaan-keutamaan yang memang ditemukan landasannya dari hadits Rasulullah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

 “Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau” (HR al-Bukhari, Muslim, dan lainnya).

Adapun sumber pertama lahirnya praktik sholat tarawih, tidak lain adalah dari Nabi Muhammad SAW. Karena pada periode kenabian, hanya melalui beliaulah ritual-ritual keagamaan lahir dan mendapatkan legalitasnya, baik legalitas melalui al-Qur’an atau Hadits. Hal ini berdasarkan surat al-Hasyr ayat 7 :

مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ

Harta rampasan (fai’) dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.

Dalil lain yang menunjukan bahwa Nabi Muhammad adalah kunci legalitas ritual keagamaan adalah Surat al-Ahzab ayat 21:

Baca Juga:  Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an

 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Tarawih merupakan ritual qiyaamu al-lail (sholat pada malam hari) yang khusus dilaksanakan pada bulan Ramadan. Berbeda dengan qiyaamu al-lail lain yang bersifat umum dan dapat dilakukan pada bulan Ramadan dan selain bulan Ramadan. Kekhususan ini berdasarkan perilaku nabi yang hanya melaksanakannya pada bulan Ramadan. Hal ini berdasarkan hadits :

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه البخاري ومسلم)

 “Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin radliyallahu ‘anha, sesungguhnya Rasulullah pada suatu malam shalat di masjid, lalu banyak orang shalat mengikuti beliau. Pada hari ketiga atau keempat, jamaah sudah berkumpul (menunggu Nabi) tapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru tidak keluar menemui mereka. Pagi harinya beliau bersabda, ‘Sunguh aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang ke masjid karena aku takut sekali bila shalat ini diwajibkan pada kalian.” Sayyidah ‘Aisyah berkata, ‘Hal itu terjadi pada bulan Ramadan’.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menggmbarkan peristiwa Nabi Muhammad SAW melaksanakan tarawih, yakni nabi mendirikannya pada awal bulan Ramadan. Akan tetapi beliau kemudian menghentikan aktivitas tersebut dengan tidak berangkat ke masjid karena Nabi melihat euforia pasa  sahabat karena adanya ibadah baru yang menghiasi malam bulan Ramadan yang mulia.

Baca Juga:  Menulis Sejarah dari Pinggiran: Kenangan kecil untuk Agus Sunyoto

Sekiranya ada dua alasan yang membuat Nabi Muhammad SAW tidak lagi sholat malam di masjid, pertama, kekhawatiran Nabi Muhammad SAW apabila Allah mewajibkan qiyaam al-lail atau sholat tarawih ini di kemudian hari. Ini sebagai bukti kewelas asihan Nabi Muhammad SAW terhadap umatnya dan cara Nabi Muhammad untuk menjaga perasaan terbebani atas ibadah.

Kedua, atau mungkin beliau khawatir atas tingginya religiulitas para sahabat Nabi Muhammad SAW sehingga melahirkan persepsi bahwa sholat Tarawih ini berhukum wajib. Hal itu karena para sahabat melihat Beliau melaksanakannya dengan antusias. Sebagaimana keterangan dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari:

 أَنَّهُ إِذَا وَاظَبَ عَلَى شَيْء مِنْ أَعْمَال الْبِرّ وَاقْتَدَى النَّاس بِهِ فِيهِ أَنَّهُ يُفْرَض عَلَيْهِمْ

“Sesungguhnya Nabi ketika menekuni suatu amal kebaikan dan diikuti umatnya, maka perkara tersebut telah diwajibkan atas umatnya.”

Langkah tersebut menunjukkan betapa bijaksana dan sangat sayangnya Nabi kepada umatnya. Pada hadist di atas dapat ditarik kesimpulan:

(1) Nabi melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid hanya dua malam. Dan beliau tidak hadir melaksanakan shalat tarawih bersama-sama di masjid karena takut atau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada umatnya.

(2) Shalat tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh Rasulullah dan beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya. []

Muhammad Ibtihajudin
Menamatkan Pendidikan S1 Ahwal Syakhsiyyah IAIBAFA Jombang, S2 Ahwal Syakhsiyyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan kini mengabdi sebagai Guru di Muallimin Muallimat Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Pustaka