"Agama" TBS, IKSAB dan Titipan KH. Abdullah Sa'ad

Hari ini (09/01/2021) Pengurus IKSAB (Ikatan Siswa Abiturien) Tasyawiquth Thullab Salafiah (TBS) Kudus periode 1442 – 1448 H./2020 – 2024 M.  dilantik bersamaan dengan RAKER. Momentum yang sangat menentukan bagi langkah IKSAB TBS empat tahun mendatang.

Sebagai bahan renungan untuk menyusun visi gerakan IKSAB mendatang yang dituangkan dalam program kerja ada baiknya menyimak “tausyiah” atau pesan-pesan Almagfurlah  KH. Abdullah Sa’ad, Pengasuh Pesantren Al-Inshof Plesungan, Gondangrejo dan Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Karanganyar, yang juga salah satu jajaran Pengurus IKSAB TBS periode 2016 – 2020 yang sudah wafat mendahului kita pada Selasa, 18 Nopember 2020.

Catatan ini ditulis berdasarkan pertemuan sesama anggota IKSAB TBS yang kebetulan dipercaya sebagai bagian dari Anggota Litbang Pengurus Yayasan TBS. Bertepatan dua bulan persis sebelum beliau wafat, malam hari beberapai menit setelah mendengarkan kabar yang menyedihkan wafatnya Bu Nyai Hj. Nur Ismah, Jumat Malam, 18 September 2020. Di tengah rapat anggota Litbang Yayasan TBS kami berkumpul bersama Yai Sa’ad, Yai Salim, Gus Nanang dan Gus Aziz di Gedung MI Madrasah TBS. Kebetulan waktu itu, penulis dipercaya sebagai pimpinan rapat oleh pembawa acara Gus Nanang.

Rapat baru saja dimulai tiba-tiba ada kabar dari Yai Salim setelah mendapatkan telepon seseorang dari Ndalem bahwa Bu Nyai Nur Ismah wafat. Innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’un.  Posisinya masih di sebuah RS di Semarang saat itu. Kami semua kaget, sedih penuh haru mendengar kabar duka itu. Demikian juga Yai Sa’ad nampak sedih dan tidak bicara beberapa lama.  Speechless.

Dalam suasana batin seperti itulah kami rapat yang diharapkan, dari Litbang bisa memberi masukan bagi Madrasah TBS tercinta. Karena ini amanah dari Masyayekh dengan dilandasi mahabbah kepada para Kyai, kami mempersilakan kepada yang hadir termasuk Yai Sa’ad memberi masukan ide, pengalaman dan sarannya demi kemajuan Madrasah TBS tercinta.

Sungguh di luar dugaan Yai Sa’ad yang semula kami duga sedikit bicara, ternyata memberi saran dan masukan ide yang sangat meaningfull dalam pembicaraan sekitar 30 menit bahkan lebih. Kami pun menyimaknya dengan penuh seksama. Beberapa poin yang menjadi perhatian utama Yai Sa’ad antara lain lima hal: (1) Dahulukan pembentukan akhlak santri; (2) Pentingnya kurikulum berbasis Mahabbah; (3) Karkteristik Salafiyah TBS; (4) Pertahankan ruhnya TBS; (5) Ikuti Perubahan sesuai arahan Masyayekh.

Baca Juga:  Sinergitas Agama dan Sosiologi; Tinjauan Max Weber dan Emile Durkheim
Utamakan Akhalak Mulia

Pesan “utamakan akhlak mulia”, ini memang sudah menjadi semangat Madrasah TBS sejak dulu. Termasuk ketika penulis masih sekolah, masih segara dalam ingatan, atas arahan Al Magfur lah Rama KH. Mansur juga mempopulerkan pesan tersebut melalui stiker. Hal ini juga menjadi perhatian Yai Sa’ad saat. Yai Sa’ad menekankan pentingnya pendidikan di TBS istiqomah mengutamakan bangunan akhlak dari pada kurikulum yang semua bisa (all round) minus akhlak. Dengan kata lain penguatan akhlak mulia menjadi tujuan dari kurikum TBS baru setelah itu materi pelajaran lain adalah sebagai pendukung dalam penguatan akhlah mulia tadi. Lalu bagaimana caranya?

Yai Sa’ad memberi tawaran agar proses pembelajaran disampaikan bukan sekedar menyampaikan materi pelajaran. Tetapi juga mengedepankan internalisasi nilai-nilai cinta kasih (Mahabbah) kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada Habaib dan juga kepada para Kiai (Masyayikh). Lebih lanjut beliau mencontohkan ketika menyampaikan materi ngaji bukan sekedar menyampaikan materinya dalam kitab, tetapi juga mengetegahkan profil kealiman, keikhlasan, kebersahajaan dan akhlak mulia lainnya dari Kyai Mushonnif juga ditonjolkan. Nilai-nilai kearifan para pengarang kitan perlu disampaikan secara menarik dan penuh energi agar para murid menjadi terinspirasi untuk meneladaninya. Ini memang menuntut kreatifitas para guru. Karena semua mata pelajaran itu sarat nilai.

Kurikulum Berbasis Mahabbah

Banyaknya materi pelajaran yang ada di Madrasah TBS di satu sisi adalah kelebihan, namun di sisi lain adalah tantangan. Yai Sa’ad cukup apresiatif dengan kurikulum ngaji yang dilakukan oleh para Habaib. Menurutnya kurikulumnya lebih menonjolkan Mahabbaturrasul yang akan mewarnai akhlak bagi para santri. Maka dalam posisi ini Madrasah TBS dan tentu alumnya harus terus memupuk Mabbaturrasul yang berimplikasi akan melahirkan Mahabbah kepada Habaib dan juga kepada para Kiai. Karena Al’ulama waratsatul anbiya, begitu pesannya.

Baca Juga:  Agama dan Perjalanan Mistik: Suatu Keadaan Menjumpai Rasa Tertinggi

Bahkan dalam pengalamannya berinteraksi sufistik dengan Habib Luthfi, beliau juga menceritakan bahwa kunci utama untuk meraih keselamatan adalah Mahabbaturrasul. Hal ini bisa dimaklumi karena ketika sudah muncul benih-benih cinta, tentu ada semangat untuk meneladaninya hingga dalam kehidupan nyata dengan berwadah pada budaya nusantara.

Maka secara khusus Yai Sa’ad juga mengusulkan agar semua santri dibuatkan WhatsAp Group (WAG). Sering-sering para santri dikirimi pesan-pesan risalah Nabi, Habaib atau kalam bijak dari para Masyayekh agar terinternalisasi dalam kesadaran batin para santri.  Ini semacam hidden curriculum kalau dalam ilmu pengembangan kurikulum.

Karakeristik Salafiyah TBS

Akhir-akhir ini terminologi “salaf”  dan “salafiyah”  sudah menjadi kontestasi berbagai kelompok Islam dengan berbagai cirinya. Tapi menurut Yai Sa’ad, Madrasah TBS memiliki karakteristik nilai salafiyah yang bisa dipahami dengan sederhana dan perlu dipertahankan terus. Bahkan nilai-nilai Salafiyyah khas TBS ini perlu dilestarikan dan dikembangkan sesuai perkembangan zaman oleh madrasah TBS maupun alumninya (baca Iksabiyyun).

Menurut Yai Sa’ad nilai-nilai salafiyyah lebih mudahnya bisa ditemukan dengan adalah mengikuti cita-cita para Kiai atau Ulama “Kuno”. Maksudnya “Kuno” di sini adalah “Lakune ana” (ilmu yang diamalkan) hingga ada keteladanan nyata. Maka dalam ngaji butuh guru yang jelas dengan tauladan khas.

Kiai (Masyayekh) sebagai ruhnya Madrasah TBS

Termasuk dalam mempertahankan nilai salafiyyah adalah benar-benar menjadikan Kiai dan Masyayekh sebagai ruhnya Madrasah TBS termasuk ruh gerakan IKSAB TBS kini dan nanti. Yai Sa’ad juga sempat menyinggung Ceramah Prof. KH. Nadzirsyah Hussein yang kemudian ditahqiq oleh Rama KH M Ulil Albab Arwani (Abah Albab), Ketua Pengurus TBS dalam forum Halalbihalal webiner tahun lalu yang menganjurkan TBS juga memperhatikan pengembangan sains masa depan (saintifkasi Al Qur’an). Bagi Yai Sa’ad apa yang disampiakan Abah Albab dalam menanggapi ceramah Gus Nadzir terkait saintifikasi Al Qur’an adalah wujud pepernahe pengeran  (isyarah ilahiah) yang perlu diperhatikan karena Kiai adalah ruhnya TBS, tentu dengan tetap memperhatikan arahan para Kiai TBS yang lain.

Baca Juga:  Bahasa Agama dan Politik di Zaman Nabi

Maka dalam hal ini perlu ada keseimbangan antara materi pelajaran yang berdimensi fisik (sains) dan tasawuf (metafisik) secara seimbang. Keseimbangan dengan semangat tauhid inilah salah satu karakteristik kurikulum di Madrasah TBS yang terus dikembangkan juga oleh para aluminya sehingga sampai sekarang ada yang berkiprah di berbagai disiplin ilmu secara interdisipliner dan multisisipliner.

Religiusitas TBS sebagai Bekal Khidmah kepada Ummat

Di tengah derasnya perubahan era digital dunia bagai dilipat. Kontestasi nilai tak bisa terhindarkan lagi. Dalam konteks inilah Kiai Sa’ad mewanti-wanti pertingnya meneguhkan “Agama” TBS atau keberagamaan khas TBS dengan berbagai karakter yang sebagian sudah disebutkan di atas. Secara lebih khusus Kiai Sa’ad berpesan agar para santri TBS ini memang dibekali semua ilmu (minimal)  begitu keluar Madrasah TBS, mereka siap terjuan di masyarakat sebagai tokoh agama atau tokoh masyarakat yang siap berkhidmah kepada umat. Adapun ilmu lain yang bersifat fisika (sains) melengkapi khidmah umat dengan bekal ilmu metafisika dalam level berikutnya.

Untuk memenuhi kebutuhan ini menurut beliau,  setiap santri harus dibekali ‘ulumul iman. ‘ulumul Islam dan Suluk. Semua mata pelajaran perlu dikelompokkan sesuai tiga struktur keilmuan tadi.  Ketiga  struktur ilmu tersebut tentu butuh pembahasan tersendiri dan menjadi PR bagi kita semua para alumni juga dan juga pengelola Madrasah. Dengan seperti itu Madrasah TBS berikut alumninya memiliki distingsi dengan akhlak mulia yang dilandasi iman dan Islam serta perkembangan sains yang tidak ketinggalan.

Demikian sedikit catatan ringan hasil perjumpaan dengan Kyai Sa’ad dua bulan sebelum beliau menghadap Sang Khalik. Kalau ada kekurangan atau salah tangkap dari penulis mohon dimaafkan. Wallahu’alam. []

Nur Said
Ketua Lakpesdam NU Kudus, Ketua IKSAB TBS Kudus 2016-2020, dan Dosen IAIN Kudus

    Rekomendasi

    Shalat
    Opini

    Bertuhan, Berkemanusiaan

    “𝐵𝑒𝑟𝑤𝑢𝑑ℎ𝑢’𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑛𝑡𝑎, 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑏𝑒𝑟𝑤𝑢𝑑ℎ𝑢’ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟. 𝑀𝑎𝑘𝑎, 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠ℎ𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑡𝑖 ...

    1 Comment

    1. […] disampaikan langsung oleh Kepala Madrasah Aliah TBS Kudus K. Syafi’i Nor, kemudian Ketua Umum PP IKSAB M. Haidar Ulin Nuha, dan Ketua Panitia TBS VGUE 2021 Alvin […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini