Menggenggam Lailatul Qadar di Tengah Pandemi

Gegap gempita Ramadan biasanya hanya ramai pada permulaan ketika bulan suci itu datang, keramaian yang disambut banyak umat Islam, tapi ketika memasuki pertengahan ramadan apalagi menjelang akhir semua itu mulai redup.

Apalagi di tengah pandemi virus corona saat ini, orang-orang banyak yang lebih memikirkan bagaimana caranya bisa mudik ke kampung halaman seperti Ramadan pada tahun-tahun sebelumnya. Mereka terlalu berpikir secara rasional untuk bisa mudik dengan jalan nekat, padahal sudah ada larangan mudik dari pemerintah. Orang-orang lupa dengan jalan mendekat pada Tuhan di bulan yang suci ini agar bisa mendapatkan kembali semua itu.

Padahal di pertengahan hingga akhir Ramadan ada sebuah malam yang lebih istimewa dari malam biasanya, malam yang ditunggu-tunggu oleh semua umat Islam yaitu malam yang lebih mulia yang lebih baik dari malam seribu bulan, membawa malam keistimewaan tiada tara, amalan akan digandakan dan lebih baik beramal dari satu malam dari pada beramal seribu bulan lainnya.

Di malam ini doa sangat mustajabah, doa apapun bisa dikabulkan, bahkan ini menjadi momentum yang sangat pas untuk berdoa di tengah pandemi Covid-19 yang sudah satu tahun melanda dunia ini agar bisa cepat hilang dan sirna, agar kita bisa menikmati hidup seperti sedia kala.

“Inna anzalnaahu fii Lailatil Qadr, wamaa adraaka ma Lailtul Qadr, Lailatul Qadri khoirun min alfi syahr” (QS. 97: 1-3). “ Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Qur’an ) di malam kemuliaan, tahukah kau apa itu malam kemuliaan? Malam kemuliaan lebih baik dari seribu bulan”. Sapaan atau firman Allah itu kemudian kita sebut sebagai al-Qur’an. Malam dimana Qur’an itu turun ke bumi yang kecil ini, disebut Lailah al-Qadr atau malam Qadar, malam kemuliaan.

Baca Juga:  Menggapai Lailatul Qadar

Tentu saja malam Lailatul Qadar adalah malam yang sangat istimewa dimana tuhan alam semesta menurunkan firman-Nya pada manusia yang kecil ini.

Pendapat Ulama

Telah begitu banyak tulisan mengenai Lailatul Qadar. Ada sebagian ulama yang menentukan Lailatul Qadar sesuai hari pertama Bulan Ramadan. Al Showi menjelaskan hal tersebut dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir Al-Jalalain yang ia tulis :

“Jika awal Ramadan hari Ahad, maka Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 29, Jika Senin, maka malam yang lebih baik dari 1000 bulan itu akan tiba pada mula 10 hari terakhir, 21. Bila selasa, malam turunnya Al-Qur’an itu akan datang pada tanggal 27. Jika Rabu, maka tanggal 19. Jika Kamis maka tanggal 25. Jika Jumat, maka tanggal 17. Terakhir,  jika Sabtu maka tanggal 23”.

Sebagian ulama lain dalam kitab yang sama, Al-Showi menyebutkan bahwa jika mula ramadan hari Jumat, maka Lailatul Qadar akan tiba pada tanggal 21, sebagaimana hari Senin. Pun jika mulanya hari Rabu, maka sama seperti hari Ahad, yakni Lailatul Qadar akan datang pada tanggal 29.

Selain penjelasan pada hari pertamanya, Imam Ibnu Katsir dalam kitab Thabaqat al-Syafi’iyyah menuliskan pendapat empat mujtahid mutlak mengenai malam penuh berkah itu.

Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa lailatul qadar bisa saja ditemukan di sepanjang tahun, tidak tertentu bulan ramadan.

Imam Malik berpendapat bahwa ia berada di malam-malam ganjil pada sepuluh terakhir Ramadan.

Imam Syafi’i berpendapat bahwa paling diharapkan terjadinya lailatul qadar adalah malam ke-21 atau 23 Ramadan.

Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa ia diharapkan terjadi pada malam 27 Ramadan.

Berbeda dengan pendapat diatas, Taqiyuddin As-Subuki (w 756 H), dalam Thabaqat al-Syafi’iyyah al Kubra Juz 10, juga mengungkapkan penelitiannya, bahwa lailatul qadar  harus dicari diseluruh hari bulan ramadan, tidak tertentu pada 10 hari terakhir.

Baca Juga:  Pesantren Talk Series #1: Konsep Pesantren Tangguh Lintas Perspektif

Imam Syamsuddin al-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj mengingatkan, bahwa bagi siapapun yang menemukan malam lailatul qadar disunnahkan untuk merahasiakannya.

Perbedaan pendapat dikalangan ulama menunjukkan ketidakpastian kapan malam lailatul qadar itu tiba. Oleh karena itu, sebaiknya kita isi semua malam pada bulan ramadan dengan mengingat Allah. Tidak hanya pada malam-malam tertentu saja. Hal ini sebagai usaha kita keluar dari perbedaan pendapat diatas.

Kapan tepatnya malam istimewa itu memang –wallahu a’lam– dirahasiakan. Tak ada yang mengetahuinya dengan pasti. Sebagaimana wali Allah dirahasiakan, antara lain supaya kita berhati-hati memandang orang, agar kita menghormati atau setidaknya tidak meremehkan orang lain, sekalipun misalnya orang itu di mata kita kurang pantas dihormati.

Malam Qadar hanya diberitahukan bahwa itu berada di bulan ramadan. Orang cerdik yang akan mendapatkannya, dia akan mencari ke seluruh malam-malam ramadan. Mereka yang ingin mendapat pengampunan dengan ketekunan ibadah mereka di malam Qadar, pasti akan mendapatkan malam istimewa itu, bila mereka tekun beribadah pada setiap malam di bulan ramadan.

Berbahagialah mereka yang menjumpai malam itu dalam syukur dan ketekunan ibadah, yang berarti mereka mendapatkan pengampunan Allah atas segala dosa mereka yang sudah-sudah. Karena dengan demikian mereka setelah itu akan memulai hidup baru dengan dada yang lapang dan langkah yang ringan tanpa terbebani belenggu-belenggu dosa. Dan dengan lantaran dihapusnya dosa-dosa itu semoga Allah mengangkat dan menghilangkan pandemi virus corona ini di dunia. Memandang ke depan penuh gairah dan kemantapan dengan taufiq-hidayah dan ridha Allah. []

M. Nur Khotim
Santri Pondok Pesantren Salaf APIK Kaliwungu, Kendal. Mahasiswa Universitas Wahid Hasyim Semarang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah