Belajar Bahagia dari Generasi Sahabat

Dalam berbagai kesempatan, ada kata popular yang sering kita dengar yaitu ungkapan “belajarlah dari ahlinya”. Berbicara tentang kebahagian hidup, maka mentor dan guru terbaik adalah Rasulullah dan Para Sahabat. Generasi terbaik yang pernah terlahir di muka bumi ini. Manusia yang berbahagia dan memiliki segudang keyakinan hati yang penuh kedamaian, karena bersumber secara utuh kepada Allah Rabb Yang Maha Cinta.

Rasulullah Saw. bersabda: “sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian setelahnya kemudian setelahnya”. Dengan hal ini Rasullah mengajarkan kepada kita bahwa modelling yang perlu kita tiru pola hidupnya, lifestyle-nya adalah generasi Rasulullah dan para sahabat, kemudian generasi tabi’in kemudian generasi tabi’ut tabi’in. Tiga generasi inilah yang dapat digali inspirasi, mutiara kehidupan dari mereka menurut anjuran Rasulullah sebagai teladan utama baik dunia maupun akhirat.

Generasi sahabat adalah generasi yang tidak pernah merisaukan apapun kecuali hanya merisaukan urusan akhirat mereka. merekalah orang yang paling berbahagia dalam hidupnya, dimanapun dan kapanpun para sahabat inilah yang menjadi teladan bagi umat manusia sepanjang zaman.

Dari beragam latar belakang kehidupan sahabat, mulai dari kalangan atas sampai bawah, namun meski seperti itu yang mereka risaukan hanya satu yaitu akhirat. Jadi pertanyaannya, apa rahasia kebahagiaan dari kehidupan para sahabat:

Pertama, generasi yang menerapkan pola hidup sederhana

Sederhana adalah sikap bijak dalam mengelola hidup, tidak menghamba pada materi dan tidak berlebih-lebihan. Generasi yang cenderung menjaga jarak dari kemewah-mewahan secara duniawi. Inilah yang membuat mereka sakinah dan muthmainnah dalam hidupnya. Para sahabat adalah pribadi cerdas yang mampu menempatkan keinginan dan kebutuhan, mampu menentukan prioritas dalam hidup. Sebab kesalahan yang dilakukan manusia adalah melakukan sesuatu yang tidak terlalu penting dan meninggalkan sesuatu yang benar-benar penting.

Baca Juga:  Nabi Muhammad saw dan Bocah Santri (1): Ruang Interaksi

Meski dunia ada pada genggaman mereka, tetaplah dunia ada di tangan bukan hati mereka. seperti pada masa Khalifah Umar bin Khattab, umat muslim berada pada puncak kejayaannya, Persia dikalahkan oleh pasukan umat muslim sehingga dunia tunduk kepada umat Islam. Singgasana, emas dan kekayaaan Persia dibawa ke Madinah dan dibagikan kepada rakyat oleh Umar bin Khattab. Tapi cara makan, tempat tinggal dan cara berpakaian khalifah Umar bin Khattab tetaplah sederhana. Doa menarik dari Abu Bakar dari kesederhanaanya adalah “Ya Allah letakkanlah dunia dalam genggamanku jangan dihatiku”.

Kedua, Generasi yang memiliki ilmu yang luas, penuh berkah dan praktis

Makna dari praktis adalah memiliki ilmu yang tidak hanya beretorika, tapi juga menjadi amal. Para sahabat menyadari bahwa amalan hati itu lebih sulit daripada amalan fisik. Salah satu pernyataan menarik dari Abdullah Ibnu Mas’ud berkata: “Kami adalah generasi yang sulit menghafal Al-qur’an tapi mudah untuk mengamalkannya. Nanti sesudah kami, muncul generasi yang mudah menghafal Al-Qur’an namun sulit mengamalkannya.”

Perkataan sahabat itu benar-benar terjadi pada saat ini, dulu para sahabat banyak mendapatkan hikmah dan hidayah dari satu ayat Al-Qur’an. Namun sekarang banyak mengkhatamkan bahkan menghafal Al-Qur’an namun sedikit yang dapat kita pahami. Salah satu murobbi berkata bahwa jikalau kita sungguh-sungguh belajar Al-Qur’an, maka satu atau dua ayat saja dapat mengubah hidup kita.

Terbukti dengan satu ayat dapat membuat Umar bin Khattab yang terkenal sangat keras dan bahkan hobi membunuh orang di masa Jahiliyah menjadi masuk Islam. Tangisan para sahabat yang tersedu-sedu karena membaca ayat yang mengandung adzab dari Allah, kepastian dengan adzab kubur, adzab neraka dan sakaratul maut. Setiap kita memiliki ayat yang berkesan, selalu dihafalkan dan didawamkan dan tentunya mendorong kita untuk selalu ingat sama Allah.

Baca Juga:  Belajar dari Dialog Al-Būtī dan Arkoun

Ketiga, generasi yang menjadikan hidup sebagai sebuah misi

Menempatkan jihad di atas amalan lain, bukan hanya perang namun memperjuangkan untuk menampilkan keindahan agama ini dan mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk kembali kepada Allah. Zona misi yang kita perjuangkan untuk kepentingan agama Allah, bermanfaat untuk sesama dan mengambil kontribusi dakwah pada peran yang kita mainkan. Jadilah pekerja-pekerjanya Allah.

Tiga rumus itulah yang dapat kita tiru dari kehidupan para sahabat sehingga dapat dijadikan inspirasi untuk mencapai kebahagiaan hakiki. []

Siti Junita
Mahasiswi Manajemen Pendidikan Islam Institut Agama Islam Negeri Jember

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini