Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam qadar itu? Malam qadar itu adalah lebih baik dibanding seribu bulan. Ketika para Malaikat beserta Al Ruh hadir atas izin Tuhan mereka untuk tugas masing-masing. Keselamatan didalamnya sampai terbit fajar.” – (QS Al Qadr : 1-5)

Hari-hari ini semakin mendekati saatnya kehadiran Lailatul Qodar, momentum yang sangat dinanti-nantikan umat Islam setiap di akhir-akhir Ramadan. Sebagian besar umat ingin mendapatkan kesempatan itu, tapi yang sungguh-sungguh kurang dari separuhnya. Padahal saat-saat Lailatul Qadar turun, banyak keistimewaan yang dapat diperolehnya. Kita berharap di situasi yang sulit sekarang masih ada peluang untuk menggapai Lailatul Qadar.

Untuk memahami makna Lailatul Qadar dapat mengacu pada QS Al Qadr:1-5 dan QS Ad Dukhan : 3-6, bahwa Lailatul Qadar adalah malam yang sangat agung dan diberkahi, yang nilainya lebih baik daripada 1000 bulan, para malaikat turun ke bumi, terutama malaikat Jibril, hadirkan kedamaian dan keselamatan sampai terbitnya fajar dan doa-doa orang beribadah terkabulkan. Lebih jelasnya bahwa Lailatul Qadar memiliki banyak keistimewaan, yaitu (1) Waktu diturunkannya Al-Quran dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah, (2) Malam mulia lebih dari 100 bulan, (3) Malam penuh keberkahan, (4) Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan, (5) Malam penuh kedamaian, (6) Malam penuh hikmah kebijaksanaan, dan (7) Malam penuh ampunan.

Ada cukup banyak perbedaan pendapat antar Ulama’ tentang waktu turunnya Lailatul Qadar. Ada yang menyatakan bahwa Lailatul Qadar turun pada tanggal 15 Syakban, tanggal 17, 19, 21, 23, 25, 27, atau 29 Ramadan dan sebagainya. Tetapi di antara semuanya, ada pendapat yang paling kuat yaitu tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29. Pendapat ini berdasarkan hadis, bahwa Rasulullah bersabda: “Usahakanlah mendapatkan Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil di 10 yang terakhir dari bulan Ramadan”. (HR Bukhari dan Muslim). Berdasarkan Hadis ini umat Islam di Saudi berduyun-duyun habiskan waktu untuk ibadah, utamanya di Haramain, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Di saat-saat mau turunnya Lailatul Qadar, semua umat Islam ingin menggapainya. Dua kali, alhamdulillah dengan seizin Allah swt saya bisa menikmati iktikaf di Masjidil Haram. Orang Arab membawa semua anggota keluarganya. Berbeda dengan musim Haji. Waktu Iktikaf semua banyak yang tinggal di masjid, sehingga kondisi full sepanjang waktu. Kelihatannya menjadi konvensi bahwa Lailatul Qadar diyakini jatuh pada malam 27 Ramadan. Saat kondisi Masjidil Haram benar-benar penuh sesak dan sulit bergerak. Di saat waktu iktikaf malam full ibadah dengan salat tarawih, witir, tahajud dan qiyamul lail lainnya dan siang harinya tidur secukupnya. Puncak tanggal 27 Ramadan semua jamaah benar-benar fokus di masjid dan halaman tak bergerak perbanyak ibadah salat, berdoa, zikir, baca Al Quran.

Baca Juga:  Konser Cinta Menuju Lailatul Qadar, Persembahan NUPro Music di Ujung Ramadhan

Tanda-tanda turunnya Lailatul Qadar ada yang tampak pada malam hari dan ada yang tampak pada pagi hari. Pertama, pada malam hari langit tampak cerah, seakan-akan ada bulan di langit, bintang-bintang tampak jelas, udara terasa sejuk, tidak terlalu panas tapi tidak terlalu dingin, angin tenang serta suasana tampak tenang dan tenteram.

Kedua, pada pagi hari matahari tampak kekuning-kuningan bagaikan emas dan apabila dilihat tidak menyilaukan mata, karena pada waktu itu iblis tidak keluar, sehingga matahari tidak ada di antara dua tanduk iblis. Hal ini ditegaskan oleh Hadis Rasulullah saw yang bersabda, ”Malam Lailatul Qadar bersih, tidak sejuk, tidak panas, tidak berawan padanya, tidak hujan, tidak ada angin, tidak bersinar bintang dan daripada alamat siangnya terbit matahari dan tiada cahaya padanya (suram).” (HR Muslim).

Untuk menggapai Lailatul Qadar harus melakukan beberapa upaya. Pertama, mengenal hakikat Lailatul Qadar. Makna Al Qadr adalah At Ta’zhim, malam yang penuh keagungan dan keistimewaan sehingga orang yang menghidupkannya memiliki keagungan dan keistimewaan.

Kedua, benar-benar bersemangat untuk meraihnya diawali dengan meluruskan niat semata ingin rida Allah SWT. ”Barang siapa melaksanakan ibadah pada malam Lailatul Qadar dengan didasari keimanan dan harapan untuk mendapatkan keridaan Allah, maka dosa-dosanya yang lalu akan diampuni.” (HR Bukhari Muslim).

Ketiga, bermujahadah dalam ibadah dan berdoa, ”Sungguh, Rasul tercinta pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadan, lebih bermujahadah melebihi kesungguhan beliau di waktu lainnya.” (HR Muslim).

Keempat, melaksanakan kewajiban Syariat Allah, seperti zakat fitrah dan zakat maal bagi yang mampu, jika wanita taatlah dengan berjilbab.

Kelima, beriktikaf di masjid. Abu Said menceritakan tentang iktikaf Rasulullah di masjid yang ketika itu berlantaikan tanah dan tergenang air. “Aku melihat pada kening Rasulullah ada bekas lumpur pada pagi hari Ramadhan.” (HR Muslim).

Baca Juga:  Tholabul Ilmi Santri Salafiyah, Kajen: Refleksi Belajar Menggunakan Aplikasi Hingga Kitab Klasik Pesantren

Keenam, menghidupkan malam-malam itu dengan ibadah, dengan selalu terjaga dalam kekhusyukan ibadah, tidak banyak tidur dan ngobrol.

Ketujuh, wajib minta maaf kepada siapa pun termasuk kepada keluarga atau sahabat yang pernah ia sakiti. Karena jika tidak, akan menjadi hijab (penghalang) bagi doa dan ibadahnya.

Kedelapan, berazam dan bersumpah untuk taubatan nashuha; tidak kembali maksiat dan tidak akan menzalimi dan menyakiti siapapun lagi.

Kesembilan, tiada waktu berlalu sia-sia kecuali banyak berzikir, istighfar, shalawat, wudu terjaga dan kesenangan bersedekah.

Kesepuluh, membangunkan keluarga. Rasulullah saw memuji suami-istri yang selalu bekerja sama dalam taat kepada Allah sebagaimana sabdanya: “Semoga Allah merahmati suami atau istri yang bangun malam menunaikan salat (tahajud) dan membangunkan istrinya atau istri membangunkan suami

Kesebelas, menjauhi istri agar dapat konsentrasi salat, zikir, dan membaca Al Quran.

Keduabelas, pada malam-malam ganjil, dalam 10 hari yang terakhir tidak tidur sampai terbitnya fajar, minimal dari separuh malam itu sampai terbitnya fajar, jika perlu semua waktu malam. Dalam hal ini, meraih Lailatul Qadar perlu menyiapkan stamina yang cukup, sehingga membutuhkan persiapan sejak awal Ramadan.

Setelah kita berikhtiar, setidak-tidaknya ada tanda-tanda mendapatkan Lailatul Qadar. Pertama, mendengarkan suara salam, yang disadari bahwa suara salam tersebut berasal dari malaikat, bukan dari manusia. Kedua, doa-doa yang diminta/ dimohonkan kepada Allah swt menjadi kenyataan, misalnya berdoa supaya lulus ujian dengan hasil baik, ternyata betul-betul mendapatkan hasil ujian yang membanggakan. Ketika kita berdoa agar mendapatkan pekerjaan, ternyata betul-betul memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan keahlian. Walaupun, kadang-kadang orang yang mendapatkan Lailatul Qadar tidak selalu melihat tanda-tanda tersebut. Karena hasilnya bisa datang kemudian.

Baca Juga:  Balagh Ramadan Online, yang Ada dan yang Tiada

Orang yang mendapatkan Lailatul Qadar hendaknya membaca doa sebagai mana yang diajarkan Nabi Muhammad saw kepada Siti Aisyah, yaitu doa “Allahumma innaka afuwwun kariimun tuhibbul afwa fa’fu ‘annii yaa kariim”. Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra ia berkata: Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, Maukah engkau memberi tahu aku apa malam lailatul qadar itu dan apa yang harus aku baca pada malam itu? Rasulullah berkata: Ucapkanlah do’a, Allahuma innaka ‘afuwwun kariim tuhibbul-‘afwa fa’fu ‘anni, (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Pemurah, dan menyukai memberikan maaf, maafkanlah aku). Ia mengatakan ini adalah hadis hasan shahih.” (HR At-Turmudzi). Ini menggambarkan bagaimana ketawadukan kita kepada Allah dan kesungguhan kita istighfar dan bertaubat kepada-Nya.

Demikianlah beberapa hal yang seharusnya kita ketahui tentang Lailatul Qadar. Juga upaya-upaya yang perlu kita lalukan sehingga kita bisa menggapai keutamaan Lailatul Qadar. Walaupun waktu tidak bisa dipastikan di 10 terakhir bulan Ramadan, namun faktanya di Haramain selalu difokuskan pada tanggal 27 Ramadan. Hal ini tidak harus mengurangi makna yang lainnya. Karena untuk mendapat hasil yang optimal dari amalan yang kita lakukan di saat Lailatul Qadar itu perlu kita mulai sejak awal Ramadan dengan perbaikan amal hasanah dan menjauhkan diri dari amal-amal sayyiat. Dengan harapan pada puncaknya bisa meningkat taqwanya. Semoga kita termasuk orang-orang yang diizinkan bisa menggapai Lailatul Qadar di tengah-tengah ujian menghadapi Covid-19. Aamiin yaa mujiibas saailiin. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] sempatkan diri merenung, siapkan jiwa guna menyambut datangnya malam seribu bulan ialah malam lailatul qadar, malam yang penuh dengan kebaikan. Sucikan hati agar puasa kita lebih bermakna dan semoga […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah