5 Oktober 1945 adalah awal baru sejarah terbentuknya jaringan santri dan tentara nasionalis, dimulai dari kemunculan basis kaderisasi kemiliteran di Jawa Timur. Kekuatan ini solid dibangun di pesantren di bawah komandan KH. Wahab Chasbullah dan KH. Masjkoer dan basis basis laskar dan sebagian dari kader kader Peta dulu. Ada penelitian dari peneliti Inggris, David C. Anderson, tentang konsolidasi dan peta jaringan kultural dan kemiliteran aliansi santri dan tentara nasionalis embrio TNI ini. Penelitian ini akan dibahas tersendiri.
Jaringan ini kemudian berhimpun bersama Panglima Besar Jend Soedirman. Tokoh-tokohnya pun jadi penasehat sang jendral besar nasionalis ini: KH Wachid Hasjim, dokter Moewardi dan Bung Tomo. Lihat foto.
Konsolidasi laskar kiai-santri dengan TNI ini tentu berbahaya bagi masa depan tentara2 kader KNIL dan politisi-politisi sisa-sisa pendukung-pendukung Neokolonialisme-imperialisme pasca Perang Dunia 2. Skema neo kolonialisme negara negara pemenang Perang Dunia ke-2 juga tidak suka aliansi nasionalis dari Jawa Timur ini yang disebutnya “aliansi muslim fanatik dengan tentara kader fasis Jepang”.
Provokasi di Solo lalu ke Madiun, September 1948, hingga Musso dimunculkan untuk dipancing bikin makar. Korban pertama adalah dokter Moewardi. Korban berikut adalah laskar laskar santri dan kiri dan tentara nasionalis Jawa Timur yg saling bentrok. Ingat: kantor PBNU pas Musso berontak itu ada di kota Madiun.
Usai Musso dan Amir syarifuddin provokasi, maka ada pembenaran masuknya tentara Siliwangi dan kader-kader KNIL menguasai keadaan. Maka terciptalah kekuatan baru di Jawa Timur merontokkan aliansi lama di atas.
Kekuatan baru ini kemudian mendiktekan jalannya Re Ra di tangan Hatta dan Nasution dengan target pertama: para anggota laskar santri dan kiai kiai komandan mereka di Jawa Timur. Re Ra menuntut pembubaran laskar kiai santri, lalu integrasi kader2 KNIL ke dalam TNI. Setelah Jend Soedirman wafat di tahun 1950 berakhir pula bulan madu aliansi santri dan tentara nasionalis ini.
Orang-orang militer KNIL (terutama sayap kader tentara Belanda/Amerika) lalu membaptis dirinya yang paling absah menjadi pembela negara, yang paling berjasa untuk membela NKRI, dan mengklaim paling banyak pahlawannya. Dan bukan laskar kiai-santri.
Mereka lalu buktikan itu dengan menulis buku sejarah perang di Republik ini dalam versi mereka. Salah seorang sejarawan tentara itu adalah Jend. A.H. Nasution, yang menulis 11 jilid sejarah Perang kemerdekaan RI 1945-1949. Dalam buku ini dipastikan tidak ada kontribusi laskar rakyat, seperti laskar Sabilillah/Hizbullah, tidak ada pahlawan yang paling berjasa dari kiai atau orang-orang pesantren, apalagi jangan harap ada nama KH. Wahab Chasbullah dan Kiai Wachid Hasjim disebut.
Itulah alasan mengapa Suharto dulu tidak mengakui Mbah Wahab sebagai pahlawan. mengapa? Ya Mbah Wahab dan generasi pesantren tidak punya bukti tertulis. Sementara para tentara punya bukti sebagai pahlawan, terutama dari buku Nasution ini.
Padahal salah satu kekuatan terbesar pada diri Mbah Wahab yang mau diingkari oleh versi resmi tentara dalam Sejarah Perang Kemerdekaan itu adalah posisi beliau sebagai pimpinan nasional tentara rakyat Sabillah/Hizbullah dalam perang gerilya melawan tentara Sekutu/Nica-Belanda. Tentara atau laskar rakyat ini yang dihina oleh sejarawan orde baru maupun orientalis sebagai “tentara kampungan”, “milisi-penjegal yg tangannya berlumuran darah”, atau “laskar preman yang amburadul”. Bisa saja dianggap preman atau tukang pembunuh, seperti dituduhkan banyak sejarawan bule. Tapi kalau mereka diorgansiasikan di bawah satu komando barisan kiai, di bawah kendali Mbah Wahab, Kiai Masjkoer dan Kiai Wachid, ceritanya akan lain: mereka bersatu di bawah panji-panji patrotisme kaum santri jihad bela agama dan negara,….!
Efeknya sangat dahsyat, Kompeni dan agaen-agennya pasti ketakutan, Kontribusi para kiai-santri ini melebihi tentara berseragam seperti disanjung sanjung Nasution atau Suharto…
Sebagai perbandingan, ingat film The Patriot yang dibintangi Mel Gibson yang cerita tentang peran dahsyat para milisi dan laskar dalam perjuangan kemerdekaan Amerika Serikat di tahun 1770-an.
Nah tugas anak-anak pesantren kini menulis buku berjilid-jilid tentang kiprah Mbah Wahab dan kiai-kiai kita sebagai komandan nasional tentara rakyat itu…. Ini untuk mengimbangi versi menyesatkan dari bukunya Nasution itu tentang sejarah TNI. dan buku2 sejenis lainnya..
Dirgahayu TNI-TNU …
barakah … [HW]
[…] Resolusi Jihad Fii Sabilillah dengan jelas memuat nilai nasionalisme yang berbasis ahlussunnah wal-jamaah, yaitu kewajiban mempertahankan kemerdekaan; NKRI sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah yang harus dijaga dan ditolong; umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya; perang suci (jihad) ini merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 km; dan fardhu kifayah bagi mereka yang tinggal di luar radius tersebut. […]
[…] air dan bangsanya. Peristiwa inilah yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia yang berbentuk “Resolusi Jihad Fii Sabililah” dan menjadi salah satu rangkain sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme pada […]
[…] antara tumpukan buku dengan tema Pertempuran Surabaya (Oktober-November 1945), karya Hario Kecik saya anggap yang paling oke oce dan natural. Sebab, di […]
[…] kita sebagai santri di masa kini adalah meneladani kepahlawanan beliau dengan berusaha mewujudkan nilai-nilai […]
[…] yang dipimpin oleh Hadrotussyaikh dalam rapat besar PBNU dan menetapkan satu keputusan yaitu “Resolusi Jihad Fii Sabilillah”, yang isinya membakar semangat seluruh lapisan […]