Siapa yang tidak mengenal Imam Syafi’i? Tokoh Islam yang punya jasa besar dalam perkembangan ilmu fikih di dunia. Beliau merupakan pendiri madzhab syafii yang mempunyai madzhab dengan penganut mayoritas di dunia. Secara nasab genealogi beliau berasal dari suku Quraisy. Kalau dirunut secara lengkap seperti ini Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib. Nama yang terakhir disebut tidak lain merupakan kakek dari Rasulullah SAW

Mengenai kemasyhuran Imam Syafi’i dalam bidang keilmuan, Hal ini memang sudah pernah diprediksi oleh Rasulullah SAW sejak dahulu dalam salah satu sabdanya:

اللهم اهد قريشاً فإن عالمها يملأ طباق الأرض علماً

“Semoga Allah memberi petunjuk pada suku Quraisy, karena sesungguhnya orang paling alim dari suku mereka akan memenuhi bumi karena ilmunya” (HR. Ahmad)

Selain itu, sebagai ‘founding father’ madzhab besar, ia tentu banyak sekali meninggalkan karangan-karangan fikih yang menjadi dasar perkembangan madzhabnya.

Diantara yang paling terkenal adalah kitab Al-Umm dan Ar-Risalah. Keduanya merupakan kitab induk dari madzhab Syafi’i.

Dalam kitab Saadat Al-Darain, Syekh Yusuf an-Nabhani menuturkan sebuah cerita unik mengenai satu hal yeng menybabkan Imam Syafii diampuni segala dosanya. Hal tersebut berkaitan dengan salah satu konten dalam salah satu kitabnya. Cerita ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Hakam.

Suatu malam ia secara tidak sengaja dalam mimpinya melihat Imam Syafii. Dalam mimpinya itu ia bertanya pada Imam Syafi’i.

“Apa yang kamu rasakan setelah mati wahai Imam Syafi’i”

“Allah begitu pemurah kepadaku hingga seluruh dosa-dosaku telah diampuni oleh Allah” jawab Imam Syafi’i dengan tersenyum bahagia

“Apa yang membuatmu mendapatkan kemuliaan seperti itu wahai Imam Syafi’i?”

“Hal ini berkat shalawat yang pernah aku tulis dalam Kitabku yang berjudul Ar-Risalah

Ia pun penasaran seperti apa shighot sholawat yang ditulis Imam Syafii sehingga ia mendapat kemuliaan seperti itu. Belum sempat ia mengutarakan rasa penasaran itu Imam Syafii menimpali:

وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُوْن

Wa shalla Allahu ala muhammadin adada mấ dzakarahu adz-dzakirun wa ghafala an dzikrihil ghấfilῦn

“Semoga Shalawat Allah senantiasa tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW sebanyak (hitungan dzikir) orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai lupa untuk menyebut-Mu.”

Shighot inilah pada kemudian hari banyak dipakai dan diadopsi para ulama dalam doa’-doa mereka. Karena melihat sejarah dan fadhilah dari shalawat yang begitu agung ini. (IZ)

 

 

Akhmad Yazid Fathoni
Santri, Pustakawan Perpustakaan Langitan

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini