“Merekalah orang-orang yang membeli kesesatan dibayar dengan petunjuk” (02:16) kyai Bisri menafsiri ayat di atas dengan mengatakan bahwa pada dasarnya orang-orang munafik sudah tahu tentang kebenaran, namun mereka lebih suka kesesatan dan ditukar dengan petunjuk.
Dari sana kita tahu bahwa ada sebuah istilah “petunjuk” atau hidayah. Hidayah banyak dipahami sebagai ketercerahan. Bak orang yang dalam gelap gulita menemukan titik cahaya lampu.
Namun, dalam ayat ini pula menjelaskan bahwa hidayah itu lebih rumit dari sekedar tercerahkan. Karena tercerahkan hanya sekedar perseberangan dari yang tidak tahu menjadi tahu.
Hidayah dalam ayat di atas adalah kondisi pasca pemerolehan pengetahuan. Bila ia memilih untuk mengimani apa yang ia ketahui maka itu dinamakan sebagai pemerolehan hidayah. Sedangkan ketika ia tidak berkenan untuk mengimaninya maka itu disebut sebagai pemerolehan dlalalah.
Lebih jauh lagi, Imam Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah mendefinisikan hidayah sebagai “tsamratul ilmi“, buahnya ilmu. Jadi hidayah itu bukan ilmu itu sendiri, tapi buahnya ilmu.
Sebab itu, belum tentu orang yang tahu pasti dapat hidayah. Namun orang yang mendapatkan hidayah sudah pasti pernah merasakan tahu.
Buah dari ilmu sendiri adalah amal, sama halnya dengan pepatah “ilmu tanpa amal sama halnya dengan pohon tanpa buah”. Ilmu adalah pohonnya dan amal adalah buahnya.
Oleh karenanya, menurut imam Ghazali hidayah itu ada ujung awal dan ada ujung akhirnya. Dan ujung awal dari hidayah (dalam beragama) adalah ketaqwaan.
Dengan demikian, tidak aneh bila di ayat kedua surah Al-Baqarah, dijelaskan bahwa Al-Qur’an adalah “petunjuk” bagi orang-orang yang bertakwa. Karena memang Al-Qur’an benar-benar hidayah bagi orang yang bertakwa.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, bila ada orang yang memilih untuk belok kanan. Tanpa tahu sama sekali bahwa memang jalan ke kanan adalah jalan yang benar, serta bisa membuatnya sampai tujuan yang benar. Apakah itu juga termasuk hidayah? Menurut saya tidak, itu hanya tersesat dalam kebenaran saja. []
[…] semangat muda Rahman membawa beliau menyukai belajar perihal filsafat, teologi, bahasa arab, tafsir dan hadis. Karir intelektual Rohman dijunjung dengan penguasaan macam-macam bahasa: Inggris, […]