إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS, an Nisaa’ : 58)

Keberadaan dan kemajuan suatu organisasi atau institusi sangatlah tergantung pada pemimpinnya. Baik itu berkenaan dengan sifat maupun sikap pemimpin. Adil merupakan salah satu sifat dan sikap pemimpin yang sangat penting, selain jujur, bertanggung jawab, kreatif, visioner, perduli, komunikatif, dan sebagainya. Pemimpin yang adil tidak hanya berurusan secara horizontal, melainkan juga berurusan secara vertikal. Justru pemimpin yang adil ada di mata Allah swt. Dengan begitu betapa berartinya pemimpin yang adil.

Kita bisa amati, mengapa masih banyak praktek korupsi di tanah air. Jika korupsi itu terjadi pada masa Orde Lama atau Orde Baru, maka praktek korupsi yang dilakukan pejabat di semua tempat sangatlah bisa dimaklumi. Walaupun dulu juga sudah ada larangan melakukan pungutan liar (pungli). Namun jika di era Reformasi bahwa praktek korupsi masih ada di mana-mana, bahkan masih merajalela, sangatlah disayangkan. Karena salah satu misi Reformasi yang penting adalah penghapusan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Berdasarkan kondisi yang ada, dapat diduga secara hipotetik bahwa penyebab utama tindakan korupsi itu adalah kepemimpinan yang tidak adil.

Ronald E Riggio Ph.D. (2018) menjelaskan sejumlah alasan yang menyebabkan pemimpin bertindak tidak adil, di antaranya: Pertama, pemimpin kurang empati. Pemimpin yang berada di posisi tinggi cenderung kurang sensitif terhadap persoalan yang dihadapi staf paling bawah. Kedua, pemimpin cenderung bias. Pemimpin tidak menyadari bahwa mereka berpotensi melakukan bias tertentu yang menjadikan dirinya menyukai orang-orang tertentu daripada yang lainnya. Hal ini sebagai konsekuensi dari adanya praktek “likeanddislike”.

Baca Juga:  Pemimpin Redaksi TV9 Wafat

Ketiga, Pemimpin tidak dikehendaki untuk bersikap adil. Jika organisasi tidak menekankan perlakuan adil, maka pemimpin merasa bebas untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan. Keempat, Pemimpin sama sekali kurang panduan. Beberapa pimpinan tidak menyadari bahwa mereka bertindak secara tidak adik dan berbuat apa saja yang disukai. Terakhir, Pekerja itu merasa mendapatkan perlakuan tidak adil, padahal pada kenyataannya tidak. Terlalu serang pekerja meyakini bahwa mereka diperlakukan secara tidak adil, tetapi pada kenyataannya tidak.

Betapa penting pemimpin itu adil, karena pada hakekatnya pemimpin yang adil itu bisa menjamin tegaknya demokrasi. Dalam konteks ini pemimpin seharusnya lebih mengutamakan layanan untuk memenuhi hak yang dilayani (staf atau rakyat). Memuaskan orang lain lebih diutamakan daripada memuaskan dirinya, keluarganya, koleganya, atau golongannya. Berbuat adil tidak lagi menjadi bisnis duniawiyah melainkan juga bisnis ukhrawiyah. Ingat firman Allah swt, “Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”.(QS Al Hujurat:9).

Allah swt tidak hanya perintahkan untuk menjadi pemimpin yang adil, melainkan Allah memberikan jaminan di hari akhir secara eksplisit. Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, Beliau SAW bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ Dan (6) seseorang yang bersedekah dengan satu sedekah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR Bukhari dan Muslim). Pemimpin yang adil di urutan pertama, menunjukkan betapa Allah swt memberikan perhatian yang khusus.

Baca Juga:  Leaders Eat Last

Bagaimana mengimplementasikan kepemimpinan yang adil, sehingga amanah bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt. Kita sebenarnya sudah memiliki rambu-rambu oleh Allah swt, sehingga kita bisa terhindar dari tindakan KKN. Allah swt berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.” (QS. An-Nisa’ : 135). Walaupun sudah ada rambu, ternyata yang memiliki pengetahuan agama yang cukup pun masih terpeleset, sehingga tidak bisa menegakkan keadilan. Maka selalu berlindunglah kepada Allah swt, semoga hidup kita selamat di dunia dan akhirat.

Untuk menjadi pemimpin yang adil dalam suatu organisasi atau institusi, maka ia harus peka terhadap semua orang yang dipimpin, bahkan pihak lain yang terkait. Harus banyak mengamati, mendengar dan bersikap terbuka, jika perlu bersikap proaktif, sehingga dalam memutuskan suatu kebijakan atau keputusan bisa matching dengan apa yang menjadi kebutuhan semua dan dinikmati hasilnya oleh seluruh orang yang dipimpinnya. Tanpa ada salah satu pihak yang diuntungkan ataupun dirugikan. Singkatnya mereka semua harus sama bisa menikmati hasil kerja bersama tanpa ada diskriminasi dan rasa kecewa di salah satu pihak.

Demikian sekedar catatan pinggir tentang pemimpin yang adil. Secara konsep sudah banyak yang bisa dipedomani untuk menjadi pemimpin yang adil. Namun dalam implementasi tidaklah mudah. Karena banyak faktor yang bisa menggerus sikap adil. Bisa dari pemimpin sendiri yang tidak mampu mengendalikan diri, tidak disiplin, dan tak berintegritas. Juga bisa berasal dari keluarga dan handai taulan. Bisa juga dari pihak lain yang memaksa dan menjerat pemimpin. Apapun alasannya, yang pokok adalah kuncinya di pemimpin sendiri. Bertanya pada hati nurani sendiri. Sudah adilkah saya. Sudah bebaskah saya dari sikap diskriminatif, menganakemaskan seseorang, kelompok atau institusi. Yang jelas adanya keberanian melayani orang atau pihak lain satu strip di atas kita, keluarga kita, kelompok kita, fraksi kita atau partai kita. Dengan begitu insya Allah pemimpin bisa menenuhi sikap adil, di samping melayani. Semoga. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini