Manusia dan Masalah

Manusia sejak diciptakan oleh Allah sudah disoal, dipermasalahkan, bahkan digugat keberadaannya oleh Malaikat. Ada dua gugatan pokok, yaitu penciptaan dan tingkah laku manusia di muka bumi. Tetapi kemudian dijawab oleh Allah “Sesungguhnya Aku tahu apa yang kalian tidak tahu”.

Ketika Nabi Adam berada di surga, dengan segala keindahannya, tidak pernah diterima keberadaanya oleh syaitan, didengki dan diiri. Berbagai godaan pun tak mampu ditolak oleh Nabi Adam. Pohon keabadian (khuldi), ternyata tidak mengabadikannya di surga, kedengkian syaitan mengantarkan Nabi Adam diturunkan ke bumi.

Demikian pula, ketika manusia hadir di muka bumi, tidak pernah lepas dengan kedengkian, iri dan hasad kecuali yang hatinya diselamatkan dari berbagai godaan dunia yang menghantarkan manusia pada berbagai masalah-masalah sehingga terjadilah kerusakan-kerusakan.

Di muka bumi, manusia hadir bukan untuk berbuat masalah atau mencari masalah yang menjadikan bumi rusak dan kotor dari berbagai intrik-intrik kesombongan. Manusia diturunkan ke bumi sebagai khalifah (Al-Baqarah, 30), manusia juga sebagai makhluk pilihan Allah (Thaha, 122) untuk berbuat berbagai kemaslahatan di muka bumi dengan petunjuk-Nya. Walau pernah digugat oleh malaikat, tetapi Allah lebih memahami keberadaannya. Manusia mendapatkan kepercayaan Tuhan, dengan berbagai resiko besar yang dihadapinya (Al-Ahzab, 72)

Mengapa tidak dipilih jin atau malaikat, atau makhluq lainnya sebagai khalifah di bumi?. Manusia dipilih Tuhan, kemudian diberi semua pengetahuan tentang nama dan konsep tentang benda-benda yang malaikat tidak mampu menjangkaunya (Al-Baqarah, 31). Karena, manusia dinilai dapat mengatasi berbagai masalah dan dapat memberikan yang terbaik untuk bumi.

Manusia dihadirkan ke bumi sebagai khalifah, tentunya tidak pernah lepas dari berbagai masalah yang dihadapinya, karena suatu saat akan diminta pertanggungjawaban oleh-Nya. Tetapi, setiap masalah, sudah diberikan solusi-solusi oleh-Nya, dengan berbagai utusan yang dihadirkan oleh Tuhan, dengan membawa kitab (sebagai petunjuk bagi yang lalai, atau kembali pada hakekat keberadaannya). Hudan linnasi wabayyinatin minal huda wal furqan.

Masalah itu hadir, seringnya, karena masalah material. Maka yang dibawa Nabi bukanlah material, tetapi agama. Bagaimana agama mampu memberikan solusi-solusi dari berbagai masalah dalam kehidupan manusia. Bukankah masalah bukan pada apa dan siapa?, tetapi bagaimana kemudian masalah menjadi sebuah masalah. Orang miskin punya masalah, orang kaya juga punya masalah. Orang tidak menjabat punya masalah, orang yang menjabat punya masalah. Orang yang berkeluarga punya masalah, yang tidak berkeluarga juga punya masalah. Yang memiliki anak punya masalah, yang tidak, juga punya masalah. Orang ganteng/cantik punya masalah, yang tidak, juga punya masalah. Pekerjaan apapun yang dipilih, akan hadir dengan berbagai masalahnya. Yang tidak memiliki kendaraan punya masalah, yang memilikinya juga punya masalah. Semua hadir dengan masalahnya?! Apakah kemudian harus lari dari masalah? Tidak kan?!.

Baca Juga:  Belajar Menjadi Manusia Seutuhnya dari Saadi Shirazi

Tayyib. Ada orang miskin tapi tidak menjadikan masalah dengan kemiskinannya, bahwa ia menjadikan syukur atas kemiskinannya (setelah berusaha). Ada orang yang tidak punya jabatan, malah bertambah syukurnya, karena amanah berat yang dipikulnya takut tidak mampu diembannya, yang akan menanggung dosa-dosa atas jabatannya.

Apakah Nabi tidak punya masalah? Wow. Masalahnya berlipat-libat dibandingkan dengan manusia biasa. Sampai-sampai ada tahun kesedihan (amm huzn), tetapi apalah larut dengan berbagai kesedihan dengan masalah yang berlipat-lipat?, ternyata tidak. Bahkan pujian-pujian terus mengalir pada-Nya atas berbagai nikmat yang telah dilimpahkannya, Fabiayyi ala irabbikuma tukadziban. Tidak ada manusia yang lepas dari masalah. Jangan anggap orang yang punya harta, tahta, kehormatan, dan keluarga tidak punya masalah, bisa saja lebih besar masalahnya.

Masalah yang kemudian menjadi masalah, bila tidak mampu melihat masalah pada sisi kebaikannya, bukankah kehadiran masalah sebagai ujian untuk seorang mukmin? Di sinilah masalah diri, masalah hati, dan berbagai masalah muncul dengan berbagai dimensinya.

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Masalah dan cara menghadapi masalah terletak pada keimanan seseorang, kepercayaan kepada Tuhan sangat berpengaruh pada bagaimana seseorang ketika berhadapan dengan berbagai masalah. Dan keyakinan kepada-Nya, kehadiran masalah laksana kehadiran gelombang di lautan.

Allahu a’lam bishawab. []

Halimi Zuhdy

Halimi Zuhdy
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Pengasuh Pondok Literasi PP. Darun Nun Malang, Jawa Timur.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Hikmah