Belajar Menjadi Manusia Seutuhnya dari Saadi Shirazi

Saadi Shirazi Bapak Kemanusian Yang Hampir Terlupakan. Hampir setiap hari kini kita disuguhi berita-berita tentang menurunnya rasa kemanusian yang dimiliki oleh manusia, mulai dari naiknya sikap keegoisan diri hingga rasa tidak nyaman akan keberadaan manusia lainnya.

Oleh sebab itu, kita perlu bertanya kembali; Siapakah kita? Siapakah manusia? Apakah kita memang benar-benar manusia? Apa yang harus manusia lakukan sekarang saat hidup di dunia?

Dari berbagai kemungkinan pertanyaan yang timbul dari dalam diri kita tersebut, itu sudah menjadi indikasi bahwa kita adalah makhluk yang berakal, dan setiap  makhluk yang berakal

الانسان حیوان الناطق

Jika kita memang benar-benar manusia, maka kita harus memiliki sifat dasar untuk bisa disebut manusia, dan sifat dasar tersebut adalah sifat kamunusian. Tak mungkin hidangan masakan disebut masakan, jika ia tidak memiliki cita rasa masakannya. Tak mungkin alat elektronik bisa disebut elektronik, jika ia tidak memiliki sifat-sifat keelektronikannya. Begitu juga manusia, ia tak mungkin disebut manusia jika ia tidak memiliki sifat kemanusian.

Walaupun begitu,  ternyata sering kali kita temukan manusia yang hanya berbentuk manusia saja tanpa memiliki sifat kemanusian dalam dirinya. Sebenarnya, yang terjadi bukanlah ketidakadaan sifat kemanusian pada sebagian diri manusia, namun lebih tepatnya adalah tertutupnya sifat kemanusian yang ada dalam dirinya.

Penyair kondang Persia, Abu Muhammad Muslih al-Din bin Abdullah Shirazi atau sering disebut Saadi Shirazi dalam untain gazaliyatnya pernah berkata;

اگر این درنده‌خویی ز طبیعتت بمیرد

همه عمر زنده باشی به روان آدمیت

Artinya:

“Jika kalian redam dan bumi hanguskan setiap keegoan yang ada dalam diri kalian, maka niscaya setiap nafas yang kalian hembuskan adalah arti dari kemanusian.”

(Gazaliyat, Gazal18)

Sebelum membahas tentang sajak dari Saadi Shirazi di atas, alangkah seyogyanya jika kita mengetahui siapa penyair kondang Persia tersebut.

Baca Juga:  Kebebalan yang Hakiki Itu Bukan Dongeng

Beliau adalah anak dari keturunan bangsa Persia yang sejak kecilnya telah mengembara di berbagai belahan dunia untuk mencari ilmu pengetahuan. Madrasah Nizamiyah yang pernah menjadi pusat peradaban keilmuan dunia saat itu adalah salah satu tempat dimana ia mengenyam berbagai cabang ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan keagamaan.

Setelah cukup lama menimba ilmu di kota Baghdad, Madrasah Nizamiyah, Saadi Shirazi melanjutkan pengembaraan ilmunya menuju Syiria, lalu diteruskan ke Etopia dan akhirnya sampai ke Negeri Maroko.

Mulai dari tengah-tengah belahan dunia itu hingga ujung barat dunia telah ia lampaui, jadi tak heran jika para penulis sejarah menjulukinya sebagai Marco Polo nya ilmu pengetahuan.

Selepas melalang buana ke berbagai negara, Saadi akhirnya pulang untuk berkhidmat di tanah kelahirannya, Shiraz, Persia, Iran. Dan kepulangannya pun disambut gembira oleh pemerintah setempat yang saat itu dipimpin oleh sosok yang juga bernama Saadi.

Konon menurut berbagai buku-buku sejarah Persia, buku fenomenal yang ditulis oleh Saadi Shirazi yang berjudul Bostan adalah tulisan yang dihadiahkan secara khusus untuk pemimpin kota Shiraz pada masa itu. Banyaknya wejangan-wejangan kemanusian yang termaktub dalam karya-karya Saadi akhirnya membawanya untuk dijuluki bapak kemanusian. Terbukti, dengan terpampangnya secara jelas puisi yang bertema “Bani Adam” tepat di atas pintu gedung PBB tersebut menjadi bukti bahwa Saadi Shirazi adalah salah satu dari bapak kemanusian yang ada.

Kembali lagi kepada Gazal 18-nya Saadi Shirazi diatas. Saadi ingin menanamkan kepada kita semua akan pentingnya meredam keegoan diri yang ada dalam diri kita. Mungkin bagi sebagian orang, sikap egoisme hanya merupakan sifat yang tercela seperti sifat-sifat tercela lainnya. Namun dengan kedalaman ilmu yang dimiliki oleh Saadi Shirazi, dia tidak hanya memasukkan dan menjadikan sifat egoisme sebagai sifat tercela saja, tapi juga menjadikannya sebagai sumber keburukan yang ada.

Baca Juga:  Belajar Sains Modern

Sumber keburukan, berarti dari situlah setiap keburukan yang ada di dunia ini berada. Dan yang paling bahaya adalah ketika keburukan yang muncul tersebut itu juga menghilangkan entitas diri manusia, yaitu sifat kemanusian.

Seperti yang telah tersampaikan sebelumnya, manusia tidak bisa disebut manusia jika ia tidak memiliki sifat kemanusian. Maka agar manusia bisa disebut sebagai manusia, hendaknya ia pelihara secara terus menurus sifat kemanusiaannya, dan Saadi telah memberikan rumus kepada kita semua untuk terus menjaga sifat kemanusiaan yang ada dalam diri kita dengan cara meredam dan membumi hanguskan segala ego yang ada. Wallahu ‘alam. []

Muhammad Hilal Zain
Mahasiswa Pasca Universitas Al Musthafa Isfahan, Alumni Perguruan Islam Matho'liul Falah Kajen Pati, Penikmat buku-buku Rumi

    Rekomendasi

    Berita

    Jalan Syubhat

    Sangat boleh jadi sesuatu yang beracun itu bukan disebabkan oleh esensi bendanya, tetapi ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini