Implikasi Tradisi Pondok Pesantren terhadap Pembentukan Karakter Santri

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang bukan hanya berfokus pada ranah aktualisasi khazanah keislaman. Tetapi lebih dari itu, sejak era kolonialisasi hingga era digitalisasi ia telah memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa Indonesia, misalnya peristiwa PKI, perlawanan keyakinan atau yang dikenal teori receipt dari Belanda, resolusi jihad, mengisi kemerdekaan seperti pembetukan rumusan pancasila, berkontribusi pada kemajuan pendidikan Indonesia, ekonomi, hingga tak lupa melahirkan inovasi seperti digitalisasi kitab kuning dalam bentuk aplikasi: kesan, Santri Ngaji, Terjemah Fathul Qarib dan sejenisnya yang eksistensinya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Tradisi pondok pesantren terletak pada dua sistem yakni kurikulum dan lingkungan pondok pesantren itu sendiri. Yang pertama dari segi kurikulum pondok pesantren memiliki kajian kitab kuning. Dan inilah yang menjadi pembedanya dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Bahkan pada saat proses transformasi pondok pesantren dari waktu ke waktu tradisi kajian kitab kuning tidak berubah dan tidak bisa tergantikan. Kitab kuning menjadi hal yang mendasar dalam pendidikan pondok pesantren.

Jika ditelesik, awal mula berdirinya pondok pesantren dilatarbelakangi oleh kajian kitab kuning. Pada saat itu kajian kitab kuningnya difokuskan pada karya ulama abad pertengahan. Pemahaman yang mendalam tentang keilmuan yang terdapat dalam kitab kuning menjadikan ia ciri khasnya santri (Lundeto, h. 452-455, 2021). Sehingga, didasari oleh hal tersebut maka kajian kitab kuning menjadi tradisi di lingkungan pondok pesantren. Selain itu, dengan adanya internalisasi yang baik dalam diri santri terkait isi atau keilmuan dalam kitab kuning akan berimplikasi terhadap karakter dan keseharian santri, seperti terbentuknya budi pikerti santri.

Kajian kitab kuning tidak hanya terdapat dalam lingkungan pondok pesantren salafiyah saja, tetapi setiap dari pondok pesantren (modernpun) memiliki kajian kitab kuning. Hanya saja kajian kitab kuning di pondok pesantren modern tidak semurni kajian kitab kuning yang ada di pondok salafiah melainkan sudah dinternalisasikan intisari-intisari kitabnya ke dalam buku ajaran atau pegangan mereka (santri pondok pesantren modern).

Baca Juga:  Menghafal Versus Menalar (3)

Tradisi yang kedua yakni lingkungan pondok pesantren yang mengajarkan kemandirian, keikhlasan, kedisiplinan, dan kesopanan. K.H Iman Zakarsy dari Pondok Pesantren Gontor mengagas lima panca jiwa santri di antaranya: (1) keikhlasan untuk menciptakan lingkungan pondok pesantren yang harmonis, (2) kesederhanaan dalam menjalani kehidupan di pondok pesantren, yang hal ini secara tidak langsung mendidik karakter santri dalam berjuang menuntut ilmu, (3) berdikari dalam mengatur diri santri, (4) ukhuwah islamiyah agar terciptanya solidaritas dan perasaudaraan di antara sesama santri, (5) kebebasan yakni memiliki tujuan dan masa depan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (Romdohi et al, h. 14 – 18, 2020). Lima nilai tersebut adalah wujud dari tradisi dan keseharian santri di lingkungan pondok pesantren.

Eksistensi Sang Kyai, Ustad-Ustadzah juga sangat berpengaruh pada pembentukan karakter santri, bahkan ini menjadi lingkungan yang menjadi ciri khas dari sebuah pondok pesantren, karena sang Kyai dan Ustadz-Ustadzah senantiasa memberikan keteladanan dan nasihat secara langsung terhadap santrinya. Selain itu, keberadaan masjid sebagai pusat kegiatan. Secara subtansial, masjid memang sebagai tempat ibadah, tetapi manfaat dan dahsyatnya dari ibadah tersebut memberikan ketenangan jiwa, kejernihan pikiran dan hati yang damai. Hal-hal seperti ini sangat penting untuk didapatkan, apalagi di fase kehidupan yang dikenal quarter life crisis.

Dua tradisi tersebut berjalan dalam bentuk yang terintegrasi, contohnya kita bisa melihat bagaimana karakter dan adabnya seorang santri kepada kyainya, mereka sangat hormat pada kyainya. Karena para santri dididik karakternya secara khusus melalui kajian kitab kuning secara rutin (adabul ta’lim muta’alim dan sejenisnya). Di dalam proses pengajaran santri dinasihati tentang problematika kehidupan (problem solving). Sehingga dari perpaduan pendidikan pondok pesantren baik dari aspek kurikulum dan lingkungan kehidupan pesantren, menjadikan ketika para santri beradaptasi dengan masyarakat di luar lingkungan pesantren terlihat berbudi pikerti. []

Baca Juga:  Kemoderatan Santri sebagai Solusi terhadap Tantangan dalam Berkebangsaan

Daftar Pustaka

Lundeto, A. (2021). “Digitalisasi Pesantren: Hilangnya Budaya Tradisionalis Atau Sebuah Kemajuan”. Jurnal Educational dan Development, 9(3), 452-455.

Romdoni, Lisda Nurul & Malihah, Elly. (2020). “Membangun Pendidikan Karakter Santri Melalui Panca Jiwa Pondok Pesantren”. Jurnal Al-Thariqah, 5(2), 452-455.

Siti Rahmatillah
Mahasiswa Semester 6 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Malang Sekaligus Santri Pondok Pesantren Darun Nun Malang.

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] di pondok pesantren tidak menjadi pantangan bagi seseorang untuk tidak mengikuti organisasi di kampus. Karena dengan […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini