Santri

Pesantren Dibenci dan Dicintai

(Ilustrasi: PBNU)

Pesantren pada hakekatnya memiliki sanad keilmuan yang jelas. Mengajari tidak berpikir oposisi-binner, karena perbedaan itu adalah sunnatullah. Mengenalkan konsep barokah. Mendidik dan membina Akhlak, terutama tawadlu. Mendidik dan melatih kemandirian dan hidup sederhana. Mendidik dan melatih bersosial dan beradaptasi, Demikian juga mendidik tanggung jawab keagamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan”. – Rochmat Wahab

Pesantren adalah institusi pendidikan yang lahir dan besar di Indonesia. Kreasi orisinal bangsa Indonesia, terutama ummat Islam. Institusi pendidikan yang bervisi menghasilkan insan beriman dan bertaqwa menuju insan kamil. Secara historis pesantren pada awalnya digunahan mendidik santri untuk menguasai ilmu-ilmu agama. Namun dalam waktu yang bersamaan pesantren menjadi salah satu pusat kekuatan bangsa dalam melawan penjajah.

Pada awalnya pesantren berwujud bangunan yang relatif semi permanen. Yang bangunannya dibuat dari bambu dengan tiang kaya jati atau sejenisnya. Baru berangsur-angsur setelah kemerdekaan, hingga dewasa ini, bangunan pesantren sudah banyak yang bersifat permanen dan megah. Bahkan ada sejumlah pesantren baik di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB, dan sebagainya.

Demikian juga dalam hal pengelolaan, pada awalnya pesantren didirikan oleh seorang kiai, diasuh sendiri santri-santrimya yang dibantu dengan sejumlah Ustadz. Kini sejumlah pesantren sudah dalam pengelolaan yayasan dan diasuh dengan sejumlah kiai serta didukung oleh asaatidz. Walau masih banyak juga ditemukan pesantren dengan pengelolaan oleh kiai sendiri. Dulu awalnya pesantren wujudnya relatif kumuh, saat ini sudah banyak sekali pesantren yang bersih dan rapi, walau masih banyak pesantren yang kurang tertata dengan baik.

Melihat realitas kondisi pesantren, maka sikap yang muncul terhadap pesantren ada yang dibenci, tetapi ada pula pesantren yang dicintai. Pesantren yang dibenci itu digambarkan dengan wujud pesantren yang masih apa adanya, kondisi sanitasinya kurang sehat, fasilitas minim sekali, pembina dan ustadz/ustadzahnya terbatas, asetnya minim sekali, tidak memberikan jaminan masa depannya yang jelas, mendidik dan membina santri dengan faham yang eksklusif dan tertutup.

Dengan perjuangan yang gigih dan kemajuan yang diupayaan secara terus menerus, sehingga terbangun imaj pesantren yang terus membaik. Menjadikan pesantren dicintai, bahkan sangat dicintai dan dirindukan.

Pesantren telah membuktikan sebagai tempat kawah condrodimuko menjadikan santri yang ahli ibadah. Pesantren menjadikan santri ikut berjuang untuk merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Pesantren mengelola pendidikan nonformal dan formal. Pesantren tidak hanya menyelenggarakan pendidikan formal keagamaan, melainkan juga pendidikan formal umum sehingga bisa menjadi pilihan untuk pendidikan terpadu.

Pesantren tempat pembinaan rehabilitasi penyalahgunaan obat. Pesantren mendidik dan membina ibadah dan akhlak mulia, tanggung jawab dan hidup sederhana. Pesantren tempat pendidikan dan pembinaan bahasa asing, terutama bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Pesantren mendidik dan melatih kemandirian dan enterpreneurship. Pesantren mendidik dan melatih kecakapan kepemimpinan dan teamwork, saling respek, membantu dan menolong.

Pesantren yang semakin mapan pengelolaannya, tidak hanya pembina, para kiainya dan masyayehnya, melainkan juga program-program pendidikannya semakin mantap, sehingga menjadi pusat unggulan saja. Bahkan pesantren menjadi salah satu basis pengembangan pemberdayan ummat. Semakin eksis dan banyaknya kontribusi pesantren terhadap pembinaan ummat, maka keberadaan pesantren cendereng semakin banyak dicintai dan dirindukan.

Jika masa lalu hanya orang-orang tertentu yang menaruh kepercayaan terhadap pesantren. Kini semakin banyak jumlah dan ragam masyarakat yang mencintai pesantren. Termasuk masyarakat kota dan yang terpelajar. Mereka bangga bahwa anaknya dididik di pesantren, apalagi di era yang penuh dengan persoalan sosial yang secara potensial bisa ancam kepribadian anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang.

Kini tantangan yang tidak ringan terhadap pesantren. Pesantren perlu dikelola dengan manajemen modern, namun tetap perlu mempertahankan nilai-nilai keunggulan pesantren sebagai local wisdom. Memanfaatkan teknologi digital dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan ummat. Ilmu amaliah, amal ilmiah dan akhlakul karimah.

Dalam waktu yang sama, bahwa stereotipe atau image yang muncul bahwa pesantren kumuh dengan sanitasi yang tidak sehat, perlu terus dibenahi. Demikian juga, bahwa pesantren yang menggembleng santrinya untuk menjadi radikalis dalam konotasi negatif perlu ditertibkan. Keteledoran pengelola, sehingga terjadi penyimpangan perilaku sosial di pesantren perlu terus diawasi dan dibersihkan.

Kita betul-betul berharap bahwa pesantren yang sudah baik terus bisa membaik dan yang kurang baik menjadi baik dan terus membaik. Dengan begitu eksistensi pesantren menjadi maju secara berkelanjutan.

Pesantren akhirnya tidak ada lagi yang dibenci, melainkan secara berangsur-angsur menjadi dicintai. Karena pesantren memberikan banyak solusi terhadap persoalan dan kebutuhan masyarakat, khususnya kehidupan ummat. Kini kita banyak berharap bahwa dengan adanya hadir UU no 18 tentang Pesantren bisa mensupport untuk memajukan pesantren dan ummat, sehingga pesantren menjadi lebih dicintai.

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Santri