Bisakah menjadi Murid Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga dakwahnya begitu melegenda, Seorang Wali tanah jawa yang mempunyai nama lengkap Raden Sahid ini. Pengaruhnya dalam menyebarkan agama Islam sangat besar. Islam berkembang pesat, melahirkan beragam tradisi. Berkat, jasa beliau.

Namun ada pertanyaan yang menggelitik, saya yang hidup di era milenial. Tak pernah bertemu dengan sosok wali tanah jawa yang identik dengan pakaian jawa itu. Bentang waktunya, sudah sangat lama. Mengenal tentang beliau, hanya melalui buku-buku sejarah atau manuskrip kuno atau berkunjung di makam Kadilanggu Demak.

Tapi, bisakah menjadi Murid Sunan Kalijaga? jika itu bisa, ajaran Sunan Kalijaga yang masih relevan hingga saat ini.

Dari Brandal menuju Waliyullah

Dalam buku Atlas Wali Songgo, Karya momental Agus Sunyoto dijelaskan. Raden Sahid merupakan putera Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban. Sunan Kalijaga dikenal sebagai penyebar agama Islam yang masyhur menggunakan dakwahnya melalui seni dan budaya. Bagi orang Jawa, Sunan Kalijaga sebagai tokoh keramat yang dianggap sebagai wali pelindung Jawa.

Banyak kisah yang terkenal tentang Sunan Kalijaga, mulai masa mudanya yang diliputi kenakalan, suka berjudi, minum minuman keras hingga mencuri sampai diusir oleh orang tuanya. Namun, dengan mengusir, dia tidak menjadi baik, malah semakin nakal dengan menjadi perampok yang membuat kerusuhan di hutan Jatisari dan membuat orang ketakutan.

Walhasil, dengan kenakalan yang meresahkan masyarakat. Pertemuannya dengan Sunan Bonang, yang saat dirampuk mampu menunjukkan kesaktian mengubah buah aren menjadi emas, Raden Sahid bertobat dan berusaha keras menjadi manusia agung yang mulia.

Dakwah Humanis: Merangkul bukan Mengusir

Dalam gerakan dakwah, Sunan Kalijaga berdakwah dengan mengenalkan Islam kepada penduduk lewat seni pertunjukan wayang yang sangat digemari oleh masyarakat yang masih menganut kepercayaan agama lama. Dakwahnya humanis, memberikan pengaruh kepada masyarakat pada saat tentang dasar-dasar Islam.

Baca Juga:  Kidung Rumekso Ing Wengi: Warisan Intelektualnya Sunan Kalijaga

Orang mengenalnya pada saat berdakwah, bukan seorang ulama pada umumnya, tetapi seorang dalang yang menyajikan cerita-cerita pewayangan populer saat itu. Dakwahnya, yang selalu berkeliling secara sosiologis, pengaruhnya paling besar di kalangan masyarakat.

Dalam buku Atlas Wali Songgo, Karya momental Agus Sunyoto dijelaskan. Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga dikenal sebagai ahli pengubah tembang, pamancangah menmen (tukang dongeng keliling), penari topeng), desainer pakaian, perancang alat-alat pertanian, penasihat sultan dan pelindung ruhani kepala daerah, Sunan Kalijaga dikenal sebagai guru ruhani yang mengajarkan tarekat Syatariyah dari Sunan Bonang sekaligus tarekat Akmaliyah dari Syaikh Siti Jenar, yang sampai saat ini masih diamalkan oleh para pengikutnya di berbagai tempat nusantara.

Pembelajaran tarekat dalam bentuk laku ruhani yang disebut mujahadah, muraqabah, dan musyahadah secara arif disampaikan Sunan Kalijaga, baik secara tertutup (sirri) maupun secara terbuka. Pelajaran yang disampaikan secara tertutup kepada murid-murid ruhani sebagaimana proses pembelajaran di dalam sebuah tarekat.

Sementara pembelajaran disampaikan secara terbuka, dilakukan pembabaran esoteris kisah-kisah simbolik dalam pergelaran wayang, sehingga pesona tersendiri dalam pagelaran wayang yang digelar Sunan Kalijaga.

Begitu, dakwah Sunan Kalijaga. Mengajarkan Islam dengan cara santun, tak ada permusuhan bahkan pertempuran darah. Strategi dakwah yang akomodatif, dengan merangkul bukan mengusir. Dakwahnya, mudah dipahami dan diikuti oleh masyarakat Jawa pada saat itu.

Nilai-nilai dakwah sunan Kalijaga bisa kita belajar melalui tembang-tembang yang dia gubah. Misalnya, dalam syiir lir-lir yang kita menemukan hakikat untuk hidup. Dalam lirik tandurane wes sumilir. Yang mengambarkan perimbangan antara dunia dan akherat. Dilanjutkan dengan lirik, dodot-ira kumitir bedah ing pinggir, dondomana jlumatana kanggo seba mengko sore. Pesan moral yang mengisyaratkan terbentuknya manusia yang berakhlak.

Baca Juga:  Kidung Rumekso Ing Wengi: Warisan Intelektualnya Sunan Kalijaga

Begitu, luhur gubahan yang dibuat kanjeng Sunan Kalijaga. Isi lirik relevan saat ini. Tak ada mempungkiri. Pesan-pesan moral melalui kesusastraan Jawa. Meskipun Islam sebagai Agama baru ketika itu, tak lantas meninggalkan kearifan lokal. Gabungan Islam dan tradisi lokal, Sunan Kalijaga berhasil menjadikan Transformasi budaya yang hingga saat ini kita rasakan.

Bisakah Menjadi Murid Kanjeng Sunan Kalijaga ?

Kembali, kepada pertanyaan di awal. Bisakah menjadi Murid Sunan Kalijaga. Saya,rasa bisa saja. Tergantung setiap individu memahami setiap nilai-nilai yang diajarkan sunan Kalijaga. Yang terpenting, bagaimana kita bisa melaksanakan ajaran-ajaran tersebut. Itu secara langsung telah menjadi murid Kanjeng Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga dihadirkan sebagai seorang waliyullah di tanah Jawa memberikan warisan utama dalam penyebaran Islam. Sejarah mencatat, proses Islamisasi dilakukan tanpa kekerasan dan paksaan. Berkat usaha dan perjuangan Sunan Kalijaga, kita bisa merasakan Islam sendiri.

Namun, di setiap zaman. Islam saat ini, berbeda dengan realita pada masa lalu. Problem Islam saat ini jauh lebih kompleks, permasalahan-permasalahan itu seperti relasi Islam dan Negara, Islam dan Budaya, Islam dan Minoritas yang masing menjadi perdebatan. Pertikaian atas nama agama selalu muncul dipermukaan.

Ajaran Kanjeng Sunan Kalijaga sangat relevan, seperti menjadi pribadi yang luhur mencintai Islam serta tak meninggalkan tradisi lokal. Mengenalkan Islam dengan cara yang ramah. Tak, mencela orang berbeda dengan kita, merangkul oang yang berbeda dengan kita.

Pernyataan selanjutnya, bisakah mengamalkan ajaran kanjeng Sunan Kalijaga? kembali kepada diri kita masing-masing. [HW]

Athoilah Aly Najamudin
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Santri PP. Al-Munawir Krapyak Yogyakarta.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini