pengantar satu memaknai bacaan basmalah

Bismillahirrahmaaniirrahiim secara umum (terjemahannya) ialah menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tentunya hal demikian sudah dimaklum beberapa orang. Sebab, kalimat tersebut menjadi acuan beberapa pendidik atau pengajar di madrasah maupun pendidikan negeri, untuk menjelaskan makna bacaan basmalah. Makna dipahami sama dengan terjemah. Sehingga, bentuk pemakluman ini dilanggengkan; hingga sekarang.

Penting untuk dipahami bahwa makna dan terjamah adalah suatu hal yang berbeda, meskipun saling sinergi. Makna cakupannya membawa kandungan yang dibawa oleh suatu kalimat sedangkan terjemah ialah bahasa lain dari kalimat. Antara kandungan dan bahasa lain tentu berbeda. Sehingga, perlu dibudayakan ihwal hal tersebut yang kemungkinan sudah dinormalkan, khususnya perbedaan antara pemaknaan dan penerjemahan.

Jika disebutkan pemaknaan maka yang hendak dicapai ialah kandungan dari kalimat yang diperkirakan. Secara langsung hal ini menjadi pintu pemahaman awal dalam topik pembahasan ini. Sebab, jika yang digali ialah terjemah maka yang dibutuhkan hanya ahli bahasa. Sedangkan, jika yang hendak digali makna maka butuh nalar kritis dan beberapa dasar argumen yang kokoh. Pun dalam tulisan ini mencoba membedah makna bacaan basmalah dari segi tauhid.

Penggalian makna bacaan basmalah dengan analisis kritis tauhid merupakan salah satu hal yang tepat. Hal ini dikarenakan muatan terjemahan dalam bacaan basmalah sarat dengan kalimat tauhid. Diantaranya ialah tentang kelemahan makhluk juga ketuhanan. Sehingga, terkuak sedikit makna pengantar seperti kalimat tersebut yang bertujuan menjadi pijakan awal pembeda antara makna dan terjamah. Pun maksud yang hendak dicapai.

Bacaan basmalah dalam hemat saya sarat dengan petunjuk. Penyebutan nama Allah merupakan salah satu petunjuk bahwa terdapat suatu wujud yang merajai dan berkuasa di semesta alam yang menguasai manusia. Artinya, bacaan basmalah mengandung makna petunjuk bagi setiap insan yang mempelajarinya untuk mengenal, mempercayai, meyakini dan menemukan bukti terkait kebertuhanan Allah dalam kelogisan berfikir. Penemuan-penemuan ini berawal dari petunjuk kalimat awal dalam bacaan basmalah yang diterjemahkan.

Perihal di atas esensinya ialah sebagai penopang atau pengantar bagi individu untuk memahami bacaan basmalah. Fungsinya ialah untuk memberikan informasi bahwa bacaan basmalah muatannya petunjuk. Petunjuk ini memiliki kandungan utama yang berobjek pada ketuhanan juga nama-namanya. Pembahasan tentang ketuhanan merupakan pembahasan yang sangat mulia. Hal ini dikarenakan objeknya tidak memiliki tandingan lainnya. Tidak ada yang mampu menandingi kemuliannya; maksudnya ialah orang yang mempelajari tauhid menjadi mulia karena yang menjadi objek pembelajaran ialah Tuhan yang kemuliaannya tidak ada tandingan.

Baca Juga:  Wanita Yahudi “Syahidah”, Berkat Bismillah

Dalam Islam, ihwal ketuhanan menjadi penting dan pokok. Jika merujuk pada rukun Islam, maka yang menjadi gerbangnya ialah nomor satu, yakni dua kalimat syahadat. Apalagi jika merujuk pada rukun iman yang seluruhnya mengandung ketauhidan. Maka, sangat penting untuk digali dan dijelajahi secara kritis apa isi dan maksud dari bacaan basmalah? Bagaimana kita mendalaminya? Dan apa isi petunjuk di dalamnya? Untuk itu, penting bagi muslim untuk mengetahui makna dari bacaan basmalah; mengingat eksistensinya selalu dianjurkan untuk tidak dilupakan.

Sebagai petunjuk, bacaan basmalah memberikan gambaran kelemahan dan kebutuhan manusia kepada suatu yang zat yang bersifat kuasa dan suci. Kuasa dalam kehendak-Nya yang tidak dapat diganggu gugat atau bebas terserah-Nya; tidak sama dengan manusia yang ‘welas asihnya’ terintervensi oleh suatu hal seperti kasih sayang orangtua kepada anaknya. Pun suci dari sifat butuh layaknya manusia; memiliki sifat butuh. Butuh mata untuk melihat, butuh telinga untuk mendengar, dan hal-hal lain; yang esensinya ialah membutuhkan Dia yang tidak butuh.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka bacaan basmalah dimaknai sebagai suatu permintaan izin, layaknya orang masuk rumah orang lain kemudian menonton tivi dan mengambil makanan seenaknya tanpa izin terlebih dahulu. Maka, biasanya pemilik rumah akan marah dan bahkan bisa mengusir orang itu. Gambaran ini tidak lantas dimaknai mentah, tapi sebagai analogi semata. Tuhan diyakini pemilik segala hal yang diperkarakan, jika seseorang melakukan suatu pekerjaan (baik; patuh perintah), maka idealnya minta izin terlebih dahulu. Manusia yang sejatinya tidak memiliki apa-apa kemudian berupaya untuk memiliki apa yang diinginkannya juga bisa marah, meskipun dia tahu bahwa itu bukan miliknya. Bagaimana dengan Dia yang memiliki sebenarnya? Wallahu alam..

Selain itu, bacaan basmalah juga dimaknai sebagai ungkapan kelemahan yang berupa permintaan tolong kepada Tuhan untuk suatu hal yang diperintah (baik; petuh). Artinya, bacaan basmalah dalam gambaran ini sebagai bentuk kelemahan dan kebutuhan manusia atas zat yang bersifat suci atau kaya. Kaya dan suci disini ialah mustahil butuh. Sehingga, ketidakbutuhannya menunjukkan ke-Maha sucian-Nya dan kekayaannya. Oleh sebab itu, maka idealnya Dia (yang tidak butuh) adalah objek yang menjadi tujuan manusia meminta pertolongan.

Baca Juga:  Wanita Yahudi “Syahidah”, Berkat Bismillah

Mengeksiskan Tuhan dalam Membaca Bacaan Basmalah

Adalah penting meluruskan terlebih dahulu Tuhan yang dipahami sebelum benar-benar mantap dalam hati. Diantaranya perlu menghadirkan keragu-raguan terhadap diri sendiri (tidak untuk di publish di publik) ihwal kebertuhanan diri. Dialektika aktif perlu dijalankan dalam menemukan jawaban. Setelah menemukan jawaban, maka perlu adanya pengelolaan bahasa supaya layak untuk menjadi pertanyaan. Pertanyaan disini hadir sebagai bentuk keresahan dan kegelisahan output dari skeptisis dialektika diri. Skeptisis terkadang perlu dihadirkan untuk membongkar kegagalpahaman, diantaranya ialah ihwal Tuhan dan berhala pikiran. Maka menjadi penting untuk dinalar ihwal Tuhan yang selama ini dipahami dan dituju dalam segala ritual keagamaan, pun segala amal baik.

Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian dilontarkan kepada seseorang yang ahli dalam bidangnya. Jika tidak, maka yang terjadi adalah kesalahsambungan dalam pemahaman. Perihal ini menunjukkan bahwa diskusi adalah metode ilmiah yang penting guna menemukan penajaman-penajaman dalam bertauhid. Akal menjadi alat penting (modal) bagi manusia untuk ber-dzikrullah dengan benar. Maka kebenaran disini ialah bentuk kesepakatan nalar. Argumentasi adalah bukti kekuatan manusia dalam berhujjah; sebagai dalil dalam beragama. Maka penting untuk dipahami oleh setiap individu dalam beragama dan bertuhan dengan nalar kritis.

Dalam halnya, bacaan basmalah umumnya difungsikan untuk meminta pertolongan. Mayoritas memasukan beberapa doa, diantaranya mendapat barakah. Barakah disini ialah wujud permintaan manusia kepada Tuhan dengan dalil yang ditemukannya. Lazimnya, ada beberapa kalangan yang salah paham atau sengaja konsisten dalam kegagalpahaman ihwal belajar tauhid ialah belajar mengetahui zat Tuhan. Sedangkan, memikirkan zat Tuhan sama halnya menciptakan berhala dalam renungan. Karena pikiran terbatas.

Maka, perlu diluruskan bahwa yang dipikirkan bukan zat Tuhan, melainkan kebertuhanannya; karakter Tuhan (ciri-ciri Tuhan). Artinya, yang menjadi kaidah berpikir disini sebatas dalil akal. Dalil akal digunakan untuk menggali secara dalam prosedur pemikiran yang seharusnya. Output-nya pun tidak lantas menjadi kebenaran mutlak, melainkan kebenaran yang ditemukan oleh akal. Jawaban-jawabannya logis dan tertib.

Baca Juga:  Wanita Yahudi “Syahidah”, Berkat Bismillah

Dalam hal ini, pemahaman akan Tuhan tidak hanya dapat diterima oleh komunitas atau afiliasi pengaksara semata, melainkan juga bisa dibuktikan kepada kelompok-kelompok yang benar-benar ingin diskusi positif aktif menelanjangi perkara dengan nalar sehat. Hal demikian menunjukkan bahwa kelogisan akan penemuan ihwal ketauhidan bisa dibuktikan dengan dalil; argumentasi. Untuk itu, tidak sedikit akan keluar analogi-analogi (permisalan) yang khas karakter nalar.

Tujuan pendalaman ketuhanan melalui sifat bukan zat, dengan argumen bahwa manusia pun tidak bisa menunjukkan zatnya sendiri, pasti kesusahan; apalagi jika Tuhan yang dijadikan objek. Maka, cukuplah dengan sifat seorang manusia mempelajari ketuhanan. Pun manusia dengan manusia. ia mengenali orang lain karena sifat bukan zat. Sifat menjadi karakter pembeda yang khas. Sehingga, dalam mencapai makrifat (penemuan dalil tauhid) yang menjadi objek ialah sifat dengan berbagai alat untuk mempermudah, baik analogi maupun yang lainnya.

Selain itu, manfaat praktisnya ialah membentuk individu kritis dalam mengambil kebijakan suatu perkara, khususnya ihwal Tuhan. Tidak lagi sebatas ikut-ikutan semata, melainkan menemukan Tuhan dengan caranya sendiri, bahasanya sendiri dan tidak lepas dari bimbingan guru dan teman semajelisnya. Makrifat kepada tuhan adalah jalan menuju iman. Sama juga dengan membaca bacaan basmalah yang identik dengan tauhid. Maka penting untuk didalami sebagai perwujudan benar-benar telah mantap mengetahui dan mantap. [HW]

M Khusnun Niam
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Alumni IAIN Pekalongan

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini