Ada apa dengan puasa?

Malam ini telah diputuskan oleh pemerintah adalah awal bulan ramadan, menjadi malam pertama bagi umat islam menjalankan perjuangan sebulan penuh untuk berpuasa.

Tak semua orang menganggap puasa adalah perjuangan, banyak juga yang menganggap ramadan adalah bulan penuh kebahagiaan yang dinantikan sebelas bulan sebelumnya. Saya sendiri masih belum mampu menjadikan puasa ini sebagai murni jalan mendekat pada tuhan, saya masih menjadi hamba amatir yang menjadikan ramadan ini sebagai bulan ujian ketaatan atas perintah.

Saya sendiri masih ingat, bapak saya selalu mendidik anak-anaknya berlatih puasa sejak usia sekolah dasar. Bahkan mungkin sejak usia sekolah Taman Kanak-kanak. Dengan iming-iming imbalan uang, kami disuruh berpuasa sekuatnya. Di awal-awal mulai belajar puasa, biasanya hanya kuat sampai adzan dzuhur. Atau sering disebut puasa bedog, karena berbuka ketika mendengar bedog dzuhur. Atau bahkan puasa sapi, habis makan diusapi. Istilah bagi anak-anak yang belajar puasa hanya untuk ikut-ikutan kakak, orang tua, ataupun teman-temannya. Jadi ya menahan diri untuk tidak makan dan minum sejenak saja, lalu makan minum secukupnya, kemudian lanjut puasa lagi.

Meskipun puasa setengah hari, bapak akan memberi uang kepada kami saat berbuka bersama di rumah. Yang nilai uangnya berbeda bagi yang utuh dan separuh. Nominal uang terakhir yang saya ingat adalah 5000 rupiah setiap harinya, bagi yang mampu puasa utuh hari itu. Uang ini terserah mau untuk apa, bisa dikumpulkan hingga akhir ramadan, atau bisa dihabiskan langsung buat jajan setelah shalat tarawih.

Puasa dengan imbalan gaji ini hanya berlaku sampai kami, anak-anak bapak lulus sekolah dasar. Bila sudah tamat, dan biasanya langsung di pondokkan, maka sudah tidak berhak lagi mendapatkan gaji puasa.

Baca Juga:  “PSBB” Mulai Longgar, Belum Bisa Aktivitas Normal

Saya sendiri mulai belajar lagi tentang motivasi lain puasa ketika mondok di Kajen. Beberapa hari mondok, saya mulai ingin ikut puasa sunah karena banyak dari teman-teman pondok yang melakukannya. Akhirnya saya mencoba ikut-ikutan saja. Namun beberapa bulan kemudian, ada satu momen dimana salah satu guru saya menerangkan:”dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa, yaitu saat berbuka dan saat bertemu tuhannya nanti”.

Beranjak dari keterangan ini, saya mulai menyadari dan mengamini betapa dahsyatnya sensasi berbuka puasa. Setelah seharian menahan haus dan lapar, makan dan atau minum disaat berbuka ini mempunyai sensasi kenikmatan yang luar biasa. Bila es teh diminum ketika sore yang tak panas, maka dia bernilai 5, dia akan bernilai 7 ketika diminum siang hari saat suasana panas terkena terik matahari. Namun semua nilai akan kehilangan nilainya, ketika es teh diminum saat berbuka.

Benar-benar sensasi yang sulit direplika.

Hingga saat ini pun, saya masih belum mampu menjalankan puasa dengan tingkatan yang lebih lagi. Saya masih berpuasa dengan alasan kewajiban, dan membayangkan nikmatnya saat berbuka. Saya masih belum mampu memposisikan puasa sebagai bukti cinta ataupun murni jalan mendekat pada tuhannya.

Meskipun masih amatir, saya selalu melanjutkan proses pribadi saya. Sebagaimana yang selalu dipesankan bapak:”ibadah apa saja tak perlu menunggu ikhlas, asal terus dijalankan, nanti pasti akan sampai pada tuhan dengan sendirinya”. Mari berproses sesuai dengan tingkatan kita, kalau memang belum bisa berproses sebagaimana hamba yang tulus karena Allah, ya tak masalah beribadah karena takut neraka atau karena ingin masuk surga. Atau bahkan beribadah karena memang ingin dunia pun, monggo-monggo saja. Bila memang tingkatan anda masih segitu. Sebagaimana saya kecil dulu, puasa karena ingin mendapatkan gaji saja. Kemudian meningkat pada harapan kenikmatan berbuka, dan balasan dari allah, tak lagi mengharapkan upah uang saja.

Baca Juga:  Ramadan Bulan Ampunan

Yang tidak baik itu tidak puasa dengan alasan belum bisa sungguh-sungguh menjalaninya.

Mumpung masih malam pertama, saya selalu ingin mengingatkan tentang niat puasa setiap malamnya. Karena memang ini puasa wajib, maka harus ada niat setiap malamnya. Ini menurut pendapat mayorita ulama’. Namun ada salah satu tips yang selalu disampikan bapak disetiap malam pertama ramadan: ”dalu niki dalu pertama romadhan niat Nawaitu shouma jami’i ayyami syahri romadhoni hadzihis sanati fardhol lillahi ta’ala. Niat ingsun muasani sekabehane dinane wulan romadhone ikilah tahun fardlu kerono Allah ta’ala (malam ini, yaitu malam pertama ramadhan, baiknya berniat nawaitu shouma jami’i ayyami syahri romadhoni hadzihis sanati fardhol lillahi ta’ala, yang artinya: saya berniat puasa seluruh harinya bulan ramadan inilah tahun fardlu karena Allah ta’ala)”.

Tips untuk membaca niat bagi seluruh hari di bulan ramadan ini hanyalah sebagai bumper atau berjaga-jaga bila lupa saja. Sebagaimana keterangan tambahan dari bapak: ”Niki bendinane geh kudu jeh niat nawaitu shauma ghadin an adaai fardhi ayahri romadhoni hadzihis sanati lillahi ta’ala. Tapi lek sampun niati sekabehane dino ngeten niki, ndilalah seng nawaitu shauma ghadin lali ora diwoco dalune. Niki puasane ijeh sah (meskipun sudah niat penuh sebulan, namun setiap malamnya tetap harus membaca niat nawaitu shauma ghadin. Akan tetapi bila sudah membaca niat semua hari nya, dan kebetulan lupa membaca niat shauma ghadin di suatu malam, maka puasanya tetap sah)”.

Niki nderek dawuhipun imam malik, ngoten (ini mengikuti pendapat imam malik)”.

Dalam penutupnya, bapak menerangkan bahwa menurut imam ibnu hajar jauh lebih baik membaca niat menurut imam malik, untuk menjaga kalau-kalau nanti terlupa disuatu hari.

Baca Juga:  Mengapa perempuan haid tidak sah dan tidak boleh berpuasa?

Selamat berpuasa, tak peduli di level mana kita menjalaninya. Karena hakikat puasa adalah proses seorang hamba menuju tuhannya. Semoga kita tak pernah berhenti berproses hingga usai. []

Muhammad Muslim Hanan
Santri Alumnus PIM Kajen dan PP Kwagean Kediri

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah