menjadi guru

Beberapa hari yang lalu saya menghadiri undangan dari madrasah formal Al munawaroh, yang mana madrasah ini adalah lembaga baru yang difungsikan sebagai madrasah diniyah bagi para santri yang ikut sekolah formal.

Dinamakan al munawaroh sebagai bentuk rasa cinta kami kepada almarhumah ibu. Yang mana, lembaga ini didirikan beberapa bulan setelah kewafatan ibu kami tercinta.

Karena memang lembaga baru, pun acara pembukaan aktivitas belajar ini baru dilaksanakan pertama kali. Maka sangat tepat bila dalam sambutannya, bapak membekali banyak hal yang menurut saya sangat penting dan mendasar bagi guru baru, pengurus baru, ataupun santri yang telah memutuskan untuk terjun menjadi pejuang baru di dalam masyarakat.

Dan di dalam sambutan kali ini, saya merasakan betapa bapak menghaturkan segala hal yang pokok dalam ketiga hal tersebut. Kalau istilah sekarang, isinya ‘daging’ semua. Maka Insya Allah akan saya tulis ringkasannya dalam tiga atau dua tulisan berseri nantinya.

Kali ini saya akan menulis tentang menjadi guru dulu.

Setelah membacakan guru-guru yang baru diangkat, bapak langsung mengutarakan tentang modal paling penting dalam mengajar, yaitu keikhlasan. Dawuh beliau:” Mulang paling penting niku ikhlas, ikhlas larang regane (mengajar itu yang paling penting ikhlas, karena ikhlas mahal harganya)”.

Sehinggo didawuhaken ngeten (sehingga ada maqalah):

‎كَلَامُ اَهْلِ الْاِخْلَاصِ وَالصِّدْقِ نُوْرٌ وَبَرَكَةٌ، وَاِنْ كَانَ غَيْرَ فَصِيْحٍ. وَكَلَامُ اَهْلِ الرِّيَاءِ وَالتَّكَلُّفِ ظُلْمَةٌ وَوَحْشَةٌ، وَاِنْ كَانَ فَصِيْحًا.

Dawuhe ahli ikhlas lan temen niku dados nur lan barokah. Senajan ngendikane mboten fasih, mboten urut. Dene pangendikane wongkang pameran, mboten temen, niku ndadosaken peteng lan mboten barokah. Senajan pangendikane fasih, mboten saget nimbulaken padang lan barokah ( ucapan dari orang yang ikhlas dan jujur, itu akan menjadikan nur dan barakah. Walaupun ucapannya tidak fasih, tidak teratur. Namun ucapannya orang yang pamer, tidak jujur dan ikhlas, itu menjadikan gelapnya hati dan tidak barakah. Walaupun ucapannya fasih, tetap tidak bisa memunculkan cahaya dan barakah)”.

Baca Juga:  Dilematika Pesantren: Antara Identitas dan Tantangan Masa Depan

Hal ini diutarakan agar menjadi perhatian bagi para guru, juga sekaligus sebagai motivasi. Kebanyakan dari alasan kita untuk belum mau mengajar karena merasa belum mampu. Maka bapak selalu mendorong kami, para santri bahkan juga anak-anak kandung beliau untuk maju mengajar bila memang sudah selesai tarbiyah atau sekolahnya. Yang penting tandang, atau maju mengerjakan dulu. Tak perlu minder dengan kemampuan mengajar yang seadanya. Karena keahlian dan kefasihan mengajar atau berceramah bukan segalanya, tetapi ikhlas adalah yang paling utama.

Setelah menyampaikan hal paling utama dalam mengajar, bapak kemudian menyuruh kami untuk bersyukur atas anugerah menjadi guru. Karena guru adalah satu derajat yang mulia menurut dawuh kanjeng nabi. “Kito kudu alhamdulillah lan matur suwun keranten didadosaken guru. Keranten manggon posisi kang paling duwur dugi ngendikane nabi (sudah selayaknya kita harus bersyukur, alhamdulillah, dan berterimakasih karena dijadikan guru. Karena kita menempati posisi yang paling atas dari dawuh nabi ini)”:

‎كُنْ عَالِمًا ، أَوْ مُتَعَلِّمًا ، أَوْ مُسْتَمِعًا ، أَوْ مُحِبًّا ، وَلاَ تَكُنْ الخَامِسَةَ فَتَهْلك

Meskipun pouinter tapi mboten purun mulang niku dereng diarani tingkatan alim.Wong alim niki wongkang duwe ngilmu kang gelem mulang mulangaken. Wong seng gelem mulang niku tingkatane duwur dewe (meskipun sangat pintar, tapi tidak mau mengajar, maka belum dianggap sebagai orang alim. Karena Orang alim itu adalah orang yang mempunyai ilmu, yang mau mengajarkan ilmunya. Dan orang pintar dan mau mengajar ini tingkatannya paling atas sendiri)”.

Selanjutnya, setelah memberikan bekal dasar sebagai guru, dan mengajak untuk bersyukur atas anugerah dijadikan guru, bapak melanjutkan sambutannya dengan tips menjadi guru yang baik: ”Dados, damel tiang kang dados pengurus utawi guru kang pertama kali wajib ngertos kewajiban-kewajiban e. Dingertosi kelawan sakestu. Kados jadwal, pelajaran, dan lain lain. Sak mantune ngertos terus dilampahi sak apik-apik e. Niki setengah sangking carane dadi pengurus utawi guru (jadi bagi seseorang yang menjadi pengurus atau guru, pertama kali yang harus diketahui adalah kewajiban-kewajibannya atau tugas-tugasnya. Mengetahui dengan sepenuhnya. Seperti jadwal mengajar, pelajaran-pelajarannya, dan atau tugas yang lainnya. Setelah tahu, lalu dijalani dengan sebaik-baiknya. Ini adalah sebagian cara menjadi pengurus ataupun guru yang baik)”.

Baca Juga:  Merdeka Belajar dan Pesantren

Mungkin ini adalah hal mendasar, namun justru sering dilupakan atau bahkan mungkin belum diketahui oleh para guru dan atau pengurus. Hal ini juga yang mendasari saya untuk menggerakkan pengurus memperbaiki administrasi, terutama dalam hal pengarsipan. Karena arsip yang baik dan lengkap, adalah salah satu langkah maju dalam memperbaiki kinerja bagi guru dan atau pengurus selanjutnya.

Saya adalah salah satu orang yang percaya, bahwa sejarah adalah salah satu guru terbaik, dan penulisan adalah salah satu penyimpan sejarah terbaik.

Semoga kita mampu memetik hikmah dari sedikit bekal menjadi guru yang saya tulis, kemudian menerapkannya dalam kehidupan. Tak ada kata terlambat, selama kita mau dan tidak malu mengoreksi diri. [HW]

Muhammad Muslim Hanan
Santri Alumnus PIM Kajen dan PP Kwagean Kediri

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] adegan yang ada mendukung betapa ngenesnya kondisi guru, khususnya guru honorer. Adegan ayah Taat yang menyuruh Taat untuk mencari tambahan penghasilan […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah