Santri

The Santri; Menjaga Tradisi Menebar Inovasi

Santri berasal dari Bahasa sansekerta “shastri” yang berarti melek huruf, pendapat C.C Berg berasal dari Bahasa India yang berarti orang yang mempelajari kitab suci agama Hindu, santri oleh Snouck Hurgronje (1857-1936) diidentikkan dengan orang yang mulutnya bau rokok, badannya kena penyakit kulit dan sarungnya ngelinting, kemudian kata santri dipakai oleh Clifford Geertz (1926-2006) dalam history of java dalam mengklasifikasikan orang jawa yaitu santri, priyai dan abangan.

Karel A. Steenbrink mendukung rumusan Berg dan meyakini bahwa pendidikan pesantren yang kemudian lekat dengan tradisi edukasi Islam di Jawa, memang mirip dengan pendidikan ala Hindu di India jika dilihat dari segi bentuk dan sistemnya, Nur Cholis Madjid dalam Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (1999) menuliskan bahwa santri berasal dari Bahasa Jawa “cantrik” murid yang selalu mengikuti gurunya.

Zamakhsari Dhofir (1983) melalui bukunya “Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai” kemudian memberikan makna santri adalah orang yang belajar ilmu agama (kitab kuning) di pesantren kepada seorang kiai, yang kemudian diadopsi di dalam Undang-Undang Pesatren bahwa syarat pesantren yaitu: kiai, santri, pesantren, aula, musholla, masjid (tempat salat), dan kitab kuning.

Ach Dhofir Zuhri (2018) dalam “peradaban sarung” memaknai filosofi santri berasal dari huruf sin, nun, ta’, ro, ya’ yang berarti Sin artinya salik ilal akhirah (menempuh jalan spiritual menuju akhirat), Nun berarti Na-ib ‘anil-masyayikh (penerus para guru), Ta’ maksudnya Tarik ‘anil-Ma’ashi (meninggalkan maksiat), Ro’ akronim dari Raghib Ilal Khayr (selalu menghasrati kebaikan), Ya’ adalah singkatan dari Yarjus-Salamah (optimis terhadap keselamatan). Yang berarti santri adalah orang-orang yang mempunyai lima sifat tersebut di atas, jika anda tidak pernah mondok di pesantren tapi anda mempunyai lima prinsip tersebut di atas berarti anda juga masuk dalam  kategori seorang santri.

Baca Juga:  Mengembalikan Marwah Nyai dan Pesantren

Kenapa santri harus menjaga tradisi? Tradisi adalah warisan para pendahulu kita, salah satu tradisi santri adalah mondok, kenapa harus mondok? Salah satunya adalah untuk menjaga sanad keilmuan para ulama. Kenapa sanad itu penting? Tanpa sanad setiap orang boleh berbicara sesuai dengan kehendaknya, imam ghazali berkata “barang siapa yang belajar namun tidak berguru, maka gurunya adalah Syaitan”.

Salah satu penjaga sanad nusantara adalah Al-`Allamah, Al-Muhadits, Al-Musnid, Al-Faqih, Al-Ushuli dan Al-Muqri Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah bin Abdul Manan Attarmasy Al-jawi (1868-1920) “Kifayatul Mustafid” yang berisi sanad keilmuan beliau mulai dari ilmu Tafsir, ilmu hadis, ilmu fikih, ilmu alat, ilmu lughoh, ilmu qiroat, ilmu usulul hadis, ilmu ushulul fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawwuf walaurod.

Apa yang harus dilakukan santri untuk menjaga tradisi? Pertama membaca, kedua menghafal dan ketiga menulis. Kenapa harus menulis? Syekh Mahfudz Attarmasi dalam usia 51 Th mampu menulis kitab antara lain : 1) As-Siqayah Al- Mardhiyah Fil Asma`al Kutub Al-Fiqhiyyah Asy Syafi’iyyah, dalam 3 bagian (kecil),  2) Al-Minhah Al-Khairiyah fl Arba’in Hadisan min Ahaadis Khair Al-Bariyyah dalam 2 bagian; 3) AI-Kil’ah Al-Fikriyah bi Syarh Al-Minhah Al-Khairiyah 13 bagian; 4) Muhibah Dzy al-Fadhl `ala Syarh Muqaddimah Bafadhal 4 jilid besar; 5) Kifayah Al-Mustafi’d fiima `ala min Asanid,1 bagian; 6) AI-Fawa’id At-Tirmisiyah fl Asanid Al-Qira’at Al-Asy’ariyah,1 bagian; 7) Al-Budur Al-Munir fi Qira’ah Al-Imam Ibn Al-Kathir, 6 bagian; 7) Tanwir Ash-Shadr fi Qira’ah Al-Imam Abi Amr 8 jilid; 8) Insyirah Al-Fu’ad fi Qira’ah Al-Imam Hamzah 13 bagian; 9) Tamim Al-Manafi’ fl Qira’ah Al-Imam Nafi’,16 bagian; 10) Is’af Al-Mathali’ bi Syarh Budur Al-Lami’ Nazham Jam’ Al-Jawami’, 2 jilid; 11) ‘Aniyah Ath-Thalabah bi Syarh Nazham Ath-Thayyibah fi Al-Qira’at Al-Asyriyah 1 jilid;  12) Hasyiyah Takmilah Al-Manhaj al-Qawim ila Al-Fara’idh 1 jilid; 18) Manhaj Dzawi Al-Nazhar bi Syarh Manzhumah ‘Ilm Al-Atsar 1 jilid; 19) Nail Al-Ma’mul bi Hasyiyah Ghayah Al-Wushul fi`Iim Al-Usul, 3 jilid; 20) Inayah Al-Muftaqir fima Yata`allaq bi Sayyidina Al-Hadhar 2 bagian; 21) Bughyah Al-Adzkiya` fi Al-Bahts `an Karamah Al-Auliya, 3 bagian; 22) Fath Al-Khabir bi Syarh Miftah Al-Sair 15 bagian; 23) Tahayyu`ah Al-Fikr bi Syarh Alfiyah Al-Sair 14 bagian; dan 24) Tsulatsiyat Al-Bukhari 1 bagian. Dll.

Baca Juga:  Hari Santri Nasional

Karena tulisannya maka nama beliau abadi dan mempunyai santri-santri pilih tanding antara lain: Syekh Ihsan al-Jampasi, Syekh Hasyim Asy’ari, KH Ma’shum Lasem, KH Shiddiq Jember, KH Wahab Hasbullah Tambakberas dll.

Apa yang harus dilakukan santri di era revolusi industri 4.0? prinsip “almuhafadhoh alal qadimisholih walakhdhu biljadidil aslah” menjaga tradisi-tradisi lama yang baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik, Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan Internet of think dan artificial intelligence (IO) harus kita hadapi, big data, kecepatan adalah salah satu kuncinya, bebas tanpa batas.

Ditulis dalam buku “Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren” Hamid (2011) Kiai Sahal Mahfudz Pati menulis karakteristik seorang santri adalah seseorang yang teguh dalam hal akidah dan syariah serta fleksibel dalam hal muamalah, Fiqih dan Ushul Fiqhnya harus dapat dibumikan dan mampu menjawab persoalan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Jati diri santri adalah akhlakul karimah, tujuannya tegaknya agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin bukan sekedar akidah dan syari’ah tapi ilmu dan peradaban. Membaca dan menulis adalah kuncinya, untuk menyambung dan meneruskan khazanah Islam maka Santri dianjurkan untuk menulis ikut mewarnai dunia maya. Generasi milenial dan generasi Z mencari sumber agama dari internet, mereka generasi instan malas bertanya kepada Ulama dan habaib, maka santri perlu membuat tren sendiri dan jangan mengikuti arus, dengan menulis sebanyak-banyaknya di dunia maya, kenapa santri harus menulis? Karena santri memiliki sanad keilmuan yang jelas, di zaman revolusi industry 4.0 saatnya santri keluar dari zona nyaman ikut menggoreskan pena-pena untuk mewarnai dunia maya dengan kajian keilmuan agama yang otoritatif santun dan menyejukkan. Wallahu a’lam.

Abdulloh Hamid
Co-Founder Pesantren.id, founder Dunia Santri Community, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di pengurus pusat asosiasi pesantren NU (RMI PBNU)

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Santri