Sembelih Kurban, Taukil atau Uang

Insya Allah Jumat, 31/7/2020 Umat Islam merayakan hari Idul Adha 1441 H. Bagi yang tetap berkesempatan menunaikan ibadah haji, 10 Dzulhijjah merayakannya dengan melontar Jamrah Aqabah dengan tujuh kerikil, dan setelah itu memotong rambut tahallul pertama, dan ganti pakaian biasa, tidak ihram lagi. Bagi yang batal berangkat haji, dan umat Islam lainnya, khususnya yang mampu “diwajibkan” untuk berkurban agar ibadah salat yang dilaksanakannya, membawa atsar atau dampak positif bagi diri, keluarga, saudara, dan lingkungannya.

Rasulullah saw mengingatkan: “Man wajada sa’atan wa lam yudlahhi falaa yaqrubanna mushallanaa” artinya “barangsiapa mendapatkan kelonggaran dan tidak berkurban maka janganlah mereka mendekati tempat salat kami” (Riwayat Ahmad). Ini menunjukkan bahwa perintah berkurban ini sangat serius dan tegas, bahwa salat itu harus terwujud dalam amal sosial. Hadis tersebut, didasarkan pada Firman Allah: “Sesungguhnya Kami (Allah) telah memberikan kenikmatan yang banyak, karena itu salatlah kepada Tuhanmu, dan berkurbanlah” (QS. Al-Kautsar (108):1-2).

Belakangan muncul wacana, tentang apakah pelaksanaan kurban di tengah pandemi Covid-19, tetap harus disembelih, atau diwakilkan penyembelihannya kepada RPH (Rumah Pemotongan Hewan), atau boleh hanya dengan mengeluarkan uang senilai harga hewan kurban? Masing-masing dengan argumen (‘illat) hukumnya.

Ketika tulisan ini disiapkan, pandemi Covid-19 masih mencemaskan dan cenderung mengancam semua negara. Per-12/7/2020 di 216 negara, yang dikonfirmasi positif ada 12,5 juta (+228.000) dalam 15 jam terakhir, sembuh 6,89 juta, dan 560.000 (+565) meninggal dunia.

Di Indonesia, dikonfirmasi positif 74.018 (+1.671), sembuh 34.719, dan meninggal dunia 3.535 (+66). Di Jawa Tengah data per-12/7/2020 jam 07.06 yang positif Covid19 menjadi 5.872, dirawat 2.508, sembuh 2.871, dan meninggal 493. Yang masuk PDP (Pasien Dalam Pengawasan) sebanyak 9.823, dirawat 1.069, sembuh 7.432, dan meninggal 1.322 orang. Yang ODP (Orang Dalam Pemantauan) 49.011, terdiri dari: dalam pemantauan 668 dan 48.343 orang selesai dalam pemantauan. Di Kota Semarang terkonfirmasi positif Covid19 sebanyak 697 ditambah 154 yang di kuar kota, jadi totalnya 851. Sembuh 1.103 ditambah yang luar kota 222 total 1.325, meninggal 198 ditambah 48 luar kota, total 246 orang. Klaster terbaru di kota Semarang adalah perusahaan.

Baca Juga:  Khotbah Singkat Idul Adha Masa Pandemi Covid-19

Pertanyaannya adalah, apakah kurban akan disembelih secara langsung seperti tahun-tahun lalu dalam situasi normal, diwakilkan ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang sudah bersertifikat halal, atau cukup diganti dengan uang senilai dengan harga hewan kurban?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa No. 36/2020 dengan merefer banyak referensi menetapkan ketentuan hukum, pada poin 3. Ibadah kurban hukumnya adalah sunnah muakkadah dilaksanakan dengan penyembelihan hewan ternak. Poin 4. Ibadah kurban tidak dapat diganti dengan uang atau barang lain yang senilai, meski ada hajat dan kemaslahatan yang dituju. Apabila hal itu dilakukan, maka dihukumi sebagai sedekah.

Muhammadiyah sudah mengeluarkan Edaran No. 06/EDR/I.0/E/2020 tentang Tuntunan Ibadah Puasa Arafah, Idul Adha, Kurban, dan Protokol Ibadah Kurban pada Masa Pandemi Covid-19. Intinya umat Islam yang mampu disarankan lebih mengutamakan bersedekah berupa uang daripada menyembelih hewan kurban.

Fatwa MUI memberi solusi, pada poin 5. Ibadah kurban dapat dilakukan dengan cara taukil, yaitu pekorban menyerahkan sejumlah dana seharga hewan ternak kepada pihak lain, baik individu maupun lembaga sebagai wakil untuk membeli hewan kurban, merawat, meniatkan, menyembelih, dan membagikan daging kurban.

Uraian di atas menegaskan, bahwa ibadah kurban – meskipun hukumnya sunnah muakkadah – tetap tidak bisa diganti dengan uang. Meskipun kita tahu dan faham dengan maqashid al-syariah atau tujuan syariah, dalam hal ibadah yang bersifat ritual, maka tidak bisa secara mengambil kemudahan dan serampangan mengganti dengan uang. Keadaan pandemi bisa diatasi dengan cara mewakilkan atau taukil kepada pihak lain yang bisa dijamin kehalalan penyembelihan dan sistem jaminan halalnya.

Perjuangan Nabi Ibrahim as yang menerima wahyu melalui mimpi di malam tarwiyah yang masih ragu-ragu, dan ‘arafah, telah yakin untuk menyembelih putranya,meminta pendapat putranya tercinta Nabi Ismail as.Dengan kesiapan tersebut, Nabi Ibrahim as siap lahir batin untuk melaksanakan perintah Allah. Ini menunjukkan bahwa perintah berkurban adalah wilayah syariah yang secara ritual harus dipenuhi. Perwujudan hakikinya, adalah kesiapan berkurban dan membuang sifat kikir (bakhil), melalui penyembelihan hewan kurban, yang pendistribusiannya untuk penyembelih (yang tidak bernadzar), tetangga-tetangga, dan utamanya orang-orang yang secara ekonomi berkekurangan.

Baca Juga:  Mengosongkan Ego, Mendekatkan pada Ilahi

Menteri Agama RI mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 18/2020, lebih banyak bicara panduan teknis salat Idul Adha dan penyembelihan kurban yang wajib mengikuti dan menerapkan protokoler kesehatan, mengenakan masker, cuci tangan, jada jarak, tes suhu dengan termogun, bawa sajadah sendiri. Ditambah SE No. 31/2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Penyembelihan Hewan dan kehalalan Daging Kurban dalam Situasi Pandemi Covid19. Saya memahami isi pokoknya, bahwa penyembelihan hewan kurban tetap dilaksanakan.

Karena masih pandemi Covid19, untuk menghindari kerumunan, solusinya penyembelihan dilakukan secara taukil (mewakilkan) kepada RPH yang memiliki sertifikat halal, sehingga sistem jaminan halal (SJH)-nya dijalankan. Semoga ibadah kurban yang spiritnya adalah mensyukuri anugerah dan karunia Allah dan membuang jauh-jauh sifat bakhil dan kikir, diterima oleh Allah, dan mendatangkan keberkahan dalam hidup kita. Allah Akbar wa lillahil-hamd. [HW]

Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, M.A.
Guru Besar Ilmu Hukum Islam UIN Walisongo Semarang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini