esensi-ibadah-kurban-di-masa-pandemi

Esensi ubudiyah adalah kepatuhan dan ketundukan atas tuntutan Al Khaliq Allah SWT. Baik tuntutan untuk melaksanakan yang disebut perintah atau tuntutan untuk meninggalkan yang disebut larangan.

Dalam pembagiannya, ubudiyah tersebut secara garis besar terbagi dalam dua bentuk yaitu ubudiyah nafsiyah dan ubudiyah maaliyah. Ubudiyah nafsiyah sebagai simbol utamanya adalah salat dan ubudiyah maaliyah simbol utamanya adalah zakat. Karena itulah Allah SWT dalam Al-Quran sering menggandengkan kedua ibadah tersebut, aqiimussholat wa aatuz zakat (QS al Baqarah [2]: 43, 110 & QS al Maidah [5]: 55).

Dalam hal fadilah atau keutamaan suatu ibadah mempunyai keistimewaan yang berbeda dari satu ibadah dengan ibadah yang lain. Bahkan dari satu jenis ibadah saja bisa berbeda keutamaannya, misal salat sendirian berbeda dengan salat berjamaah atau sedekah, ada yang sedekah berkategori sunnah dan ada pula yang wajib. Tentu berbeda keutamaannya.

Keutamaannya suatu ibadah itu ditentukan oleh banyak faktor yang bisa kita bagi dalam dua faktor, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internalnya adalah keikhlasan dan niat dalam menjalankan ibadah tersebut. Sedangkan faktor eksternalnya adalah bisa muncul dari sisi waktu, tempat/situasi dan kondisi dalam melaksanakan ibadah tersebut.

Misalnya, waktu salat subuh lebih utama dari semua salat fardu yang lain. Salat sunnah witir di akhir malam lebih utama dibandingkan salat sunnah dhuha dan sunnah rawatib.

Bersedekah di waktu muda dan sehat tentu lebih utama daripada sedekah disaat tua dan menjelang ajal. Sedekah di situasi sulit dan susah lebih utama dibandingkan pada saat serba berkecukupan.

Inilah yang digambarkan oleh Rasullulah SAW dalam sabda beliau, “Wahai Rasulullah, sedekah mana yang lebih besar pahalanya?” Beliau menjawab, “Engkau bersedekah pada saat engkau masih sehat, saat engkau takut menjadi fakir, dan saat engkau berangan-angan menjadi kaya. Janganlah engkau menunda-nunda sedekah itu, hingga apabila nyawamu telah sampai di tenggorokan, barulah engkau berkata, ‘Untuk si fulan sekian dan untuk si fulan sekian, padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Baca Juga:  Ihwal “Perempuan Kurang Akal dan Agama”, Sesederhana Itukah Memahaminya?

Beberapa ayat dalam Al-Quran menggandengkan sedekah dan tolong menolong yang utama dengan kondisi dan situasi kesulitan. “Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan.” (TQS. Al-Balad [90]: 11-14)

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah (w. 310 H) menerangkan bahwa memberi makan pada hari “dzi mas-ghabah”, maksudnya adalah pada masa kelaparan, ketika makanan menjadi langka, di masa semua kebutuhan terfokus pada makanan (https://furqan.co/tabari/90/14)

Sebagaimana juga Allah SWT gambarkan dalam QS. al-Hasyr [59]: 9, bagaimana kaum anshor (mukmin madinah) mengutamakan orang-orang muhajirin dari pada mereka sendiri yang sebenarnya dalam keadaan susah.

Dalam kondisi sulit seperti saat ini, saat pandemi sudah menyebar ke seluruh negeri yang mana tidak sedikit saudara-saudara kita terkena dampaknya. Ada yang kehilangan pekerjaan karena PHK, ada yang tidak bisa bekerja karena harus mengisolasi diri dan akhirnya tidak memiliki penghasilan. Belum lagi dampak ekonomi yang barangkali sangat dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah.

Kurang lebih 22 hari lagi kaum muslimin akan melaksanakan ibadah kurban. Maka seyogyanya kita jadikan ibadah kurban tahun ini semakin bermanfaat, tidak sekedar melaksanakan kewajiban akan tetapi benar-benar menjadikannya berdampak sosial.

Terlebih pahala dan keutamaan ibadah kurban di tahun ini dengan kondisi dan situasi pandemi dan besarnya kemanfaatan yang dirasakan oleh orang-orang yang menerimanya, InsyaAllah akan semakin besar diterima oleh para mudhohi (pekurban).

Semakin berat  suatu ibadah dilakukan dan semakin luas kemanfaatannya maka semakin besar pula pahala yang diterima. Sebagaimana kaidah yang disampaikan para ulama, Inna ‘Izhamal Jazaa’ ma’a Izhamil Balaa’ (besaran balasan sesuai dengan besaran beban cobaan). Semoga Allah SWT memudahkan niat ibadah kurban kita di tahun ini. Aamiin. (IM)

Zulkifli
Staff Pengajar di STIH Habaring Hurung Sampit

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] muncul wacana, tentang apakah pelaksanaan kurban di tengah pandemi Covid-19, tetap harus disembelih, atau diwakilkan penyembelihannya kepada RPH (Rumah Pemotongan […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini