hikmah iduladha

Iduladha adalah salah satu hari raya umat Islam dalam setahun yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijah Hijriyah. Jika di tanah air Indonesia Hari Raya Idulfitri di itu relatif lebih meraih, maka di Saudi Arabia, khususnya di Makkah al Mukarroamah dan sekitarnya Hari Raya Iduladha yang justru jauh lebih meraih. Hal ini terjadi karena bersamaan dengan pelaksanaan agenda ibadah haji dan umrah yang diikuti oleh sebanyak 2 jutaan umat Islam dari seluruh belajar Bumi. Hanya saja tahun ini, 1441 H, yang tidak pernah diduga, bahwa peserta ibadah haji hanya sebanyak 10.000 orang muslim yang hanya dari Saudi Arabia saja, karena bertepatan dengan gerakan pencegahan pandemi Covid-19. Terlepas dari kondisi yang sangat memprihatinkan ini, Iduladha yang sangat penting bagi umat Islam dulu, kini dan mendatang tetap memiliki banyak hikmah.

Pertama, bahwa thawaf dan sai yang salah dua dari rukun haji lainnya harus dijalani oleh setiap jamaah haji dan umrah. Thawaf yang merupakan gerakan mengitari tujuh putaran Rumah Allah (Ka’bah) yang menggambarkan gerakan menyatu dengan Allah. Kita umat manusia dari Allah swt dalam keadaan fitrah dan akhirnya dengan pakaian hitam putih yang menggambarkan dalam kondisi fitrah siap kembali kepada Allah swt, menyatu kembali dengan Allah swt. Sai yang merupakan gerakan jalan dan lari antara bukit Shafa dan Marwa, yang dilakukan bolak tujuh kali tempuh menggambarkan kehidupan dunia yang diwarnai dengan ikhtiar mencari nafkah dan aktivitas bisnis untuk kehidupan. Kegiatan thawaf dan sai menggambarkan kehidupan akhirat, membangun hubungan dengan Allah swt (hablum minallah) dan kehidupan dunia, membangun hubungan horizontal (hablum minan naas dan hablum minal ‘alam) yang perlu diupayakan secara seimbang dan saling melengkapi. Dengan begitu terjadi proses kehidupan yang utuh.

Baca Juga:  Mengapa Tuhan Tidak Menjauhkan Keburukan dari Kita?

Kedua, pengorbanan Ibrahim dan Ismail patut dijadikan teladan inspirasi. Betapa tidak? Jika tidak ada iman dan takwa yang tertancap di hati Ibrahim dan Ismail, adalah tidak mungkin ketaatan itu muncul untuk mewujudkan impiannya. Perintah menyembelih Ismail melalui mimpi yang dibenarkan oleh Ibrahim dan kesiapan untuk memenuhi perintah itu menggambarkan betapa taat dan cintanya kedua insan ini (antara Ayah dan Anak). Pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa ini, bahwa ketaatan kepada Allah seorang anak Adam, ketaatan seorang anak kepada ayahnya adalah penting sekali. Di sini kuncinya juga kejujuran sang Ayah dalam menyikapi impian dari Allah. Ketaatan yang total kepada Allah swt ternyata balasannya sangat cepat, tidak perlu menunggu di akhirat. Dengan melihat ketulusan dan keikhlasan Ibrahim dan Ismail, Allah swt memberikan spontan balasan kebaikan denga mengirimkan, seekor gibas (kambing). Sungguh membahagiakan semua.

Ketiga, berpakaian ihram di tengah- tengah padang Arafah ketika wukuf, berhenti sejenak di Arafah untuk berkontemplasi. Bahwa di Arahan, semua orang berpakaian sama dan sederhana. Menggambarkan bahwa di hadapan Allah swt kita semua sama. Tidak ada yang berbeda, jenis suku/bangsa, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, status sosial dan ekonomi, dan sebagainya. Hanya tingkat ketakwaan yang membuat mulia di sisi-Nya.

Keempat, bahwa untuk memenuhi perintah Allah swt Ibrahim tidaklah alami jalan mulus. Apalagi digoda dengan keberadaan Ismail anak yang paling dicintai. Beratus-ratus tahun belum diberi anak, begitu mendapat seorang anak Ismail kok mau dikorbankan. Bujukan syaitan yang seperti itu tak menghentikan niat dan tekatnya untuk melawan syaitan yang terlemah berhenti mengganggu. Cara yang terbaik menghadapi syaitan adalah melawannya. Karena itu Ibrahim mencari batu kerikil sebagai senjatanya di malam hari. Untuk tidak mudah diketahui strategi yang akan dipakai dalam melawan musuh (syaitan). Kita dalam meraih kebaikan seringkali dihadapkan banyak rintangan. Kita tidak boleh menyerah dan menghindar, tetapi harus kita hadapi dengan menguasai persoalannya dan strateginya, sehingga dapat kita raih kesuksesannya.

Baca Juga:  Gus Baha: Berkontribusi Tidak Harus Menyelesaikan Masalah

Kelima, kesempatan dan kemampuan untuk bisa menunaikan ibadah haji (utamanya tahun ini dalam era pandemi convid-19) merupakan suatu kenikmatan yang sangat banyak dan tak terhingga. Karena itu sangat perlu disyukuri, dengan cara salat dan berkorban. Sebagaimana Allah swt firmankan dalam QS Al Kautsar:1-2), yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah…”. Kedua hal ini sangat penting, bahwa salat dan ibadah mahdzah lainnya memiliki makna yang sangat penting, di samping melakukan korban sebagai upaya untuk mewujudkan dan meningkatkan tauhid personal (ibadah) dan sosial (muamalah). Amaliah yang seimbang ini perlu terus terus dipupuk dan ditingkatkan sehingga bisa meraih kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang.

Idul Adha tahun ini benar-benar memiliki cerita yang sangat unik, tantangan yang berat dan hikmah yang besar. Adanya pandemi dengan putaran satu abad ini membuat perubahan perilaku dan ibadah yang berbeda dengan sangat signifikan. Kita utamanya lebih memprioritaskan keselamatan daripada lainnya. Peristiwa yang mengena seseorang dan berakhir dengan korban memiliki cerita tersendiri, bukan hanya bagi yang bersangkutan saja, melainkan juga bagi keluarga dan kolega atau handai taulan.

Kemampuan yang di persyaratkan dalam memenuhi panggilan haji dan umrah, biasanya cukup diikuti dengan kemampuan keuangan dan kesehatan fisik serta keamanan di negara sendiri. Namun kini kemampuan benar-benar dikaitkan dengan kesehatan, terutama upaya pencegahan dari penularan Covid-19 yang sangat membahayakan kehidupan banyak orang. Kini penyelenggaraan ibadah haji benar-benar dibatasi, sehingga jamaah hajinya mendapatkan layanan dan fasilitas yang sangat longgar. Dengan begitu, ibadahnya diharapkan lancar dan urusan dunianya terjaga keselamatan dan keamanannya. Dengan begitu mahalnya makna kesehatan baik kita semua. Kita harus menjaga diri kita dan orang lain. Menjaga kesehatan kita, kebersihan, dan kebersamaan kita. Demikian juga dalam menunaikan korban juga bisa terjaga kesehatan, keselamatan dan keamanan, serta solidaritas sosial kita. Walaupun dalam segala keterbatasan kita usahakan petik hikmah sebanyak-banyaknya. Semoga.

Baca Juga:  Pengorbanan

Akhirnya melalui kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan SELAMAT IDULADHA 1441 H, mohon maaf jika ada kesalahan dan kehilafan dan semoga Allah swt menerima korban dan ibadah kita lainnya. Aamiin YRA. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah