Opini

Menyoal PISA Indonesia

(tirto.id/Andrey Gromico)

“The quality of assessors is critical to the quality of the assessment result” –
Pearl Zhu, Quality Master

Akhir-akhir ini kita dihebohkan keluarnya informasi Program for International Student Assessment (PISA) 2018 yang mulai mencuat awal bulan Desember 2019. Di satu sisi info itu biasa-biasa saja, karena sudah biasa posisi ranking Indonesia di bagian bawah, tetapi di sisi lain, berita itu sangat mengejutkan karena ranking Indonesia turun cukup berarti, sehingga mendekati titik terbawah. Kita ingin sekali mengetahui lebih jauh mengapa posisi Indonesia bikin berkurang kebanggaan terhadap hasil PISA?

PISA merupakan suatu studi yang dilakukan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) tentang kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa berumur 15 tahun di banyak negara di dunia. PISA yang pendiriannya tahun 1997 dan pertama kali dilakukan pada tahun 2000 yang Indonesia baru masuk sebagai sampel tahu. 2003. Kemudian dilakukan kembali setiap 3 tahun. Hasil PISA banyak digunakan oleh negara-negara yang berpartisipasi untuk memperbaiki kualitas dan kebijakan pendidikan masing-masing melalui guru dan birokrat pendidikan.

Kita concern kepada PISA, karena PISA menjadi salah satu parameter penting tentang kualitas pendidikan di sejumlah negara dengan berbagai level kemajuan. PISA itu unik, karena menfokuskan pada aplikasi keterampilan dan pengetahuan dan menampilkan masalah dalam konteks dunia nyata. Pada pokoknya, PISA dimaksudkan untuk memberikan suatu ukuran keseluruhan siswa untuk kesiapan masa depan, bukan sekedar prestasi akademiknya. PISA bukan sekedar konsep, melainkan suatu aplikasi ilmu yang uptodate, sehingga siswa yang menguasai prinsip-prinsip yang mampu mengerjakan tes PISA dengan skor yang baik. Jika siswa memiliki ilmu banyak, tetapi hanya sekedar hapalan, maka susah mendapat nilai yang baik.

Baca Juga:  Issu Mutaakhir Pendidikan 2024

Mari kita lihat perbandingan skor PISA tahun 2012, 2015 dan 2018. Perolehan skor Membaca pada tahun 2012 adalah 396, pada 2015 naik menjadi 397 (+1), dan pada 2018 turun menjadi 371 (-26). Perolehan skor sains pada tahun 2012 adalah 382, pada 2015 naik menjadi 403 (+21), dan pada 2018 turun menjadi 396 (-7). Perolehan skor Matematika pada tahun 2012 adalah 375, pada 2015 naik menjadi 386 (+11), dan pada 2018 turun menjadi 379 (-7). Jika kita me cermati posisi ranking skor Indonesia di antara negara-negara lain tahun 2012 (64 dari 65), dan tahun 2015 (61 dari 70), dan tahun 2018 (75 dari 79). Posisi ini menggambarkan bahwa Indonesia masih cukup memprihatinkan. Belum lagi untuk skor Indonesia untuk Global Competitiveness Indeks 2019 juga mengalami penurunan cukup berarti. Mengapa demikian?

Pada saat memasuki penyiapan Kurikulum. 2013, yang menjadi aspek utama, salah satunya adalah skor PISA di samping membangun karakter bangsa. Karena itu pendekatan ilmiah sebagai faktor sangatlah penting untuk membangun, sehingga banyak latihan pendekatan pemecahan masalah. Hanya sayang, dengan pergantian Menteri, terjadi peninjaun ulang terhadap Kurikulum 2013, yang kini dipertanyakan, apakah drpd akhir Kurikulum 13 masih banyak yang sesuai dengan draft aslihya atau cukup banyak perubahan substansihya?

Berdasarkan hasil PISA 2018 yang mengalami penurunan skor cukup berarti, diduga bahwa (1) selama ini hasil PISA belum sepenuhnya diambil manfaatnya untuk perbaikan skor, (2) persoalan mutu pendidikan untuk pendidikan dasar belum berjaya optimal, karena belum dibangun program secara spesifik harus dilakukan, (3) gerakan Literasi baru berjalan secara simbolik dan seremonial, belum sepenuhnya menyentuh substansi, yang akibatnya skor membaca mengalami penurunan yang tajam, dan (4) UN belakangan ini tidak dijadikan sebagai salah satu faktor sangat penting dalam penentuan kelulusan, sehingga motivassi dan kesungguhan belajar anak menjadi menurun. Belajar asal saja ar pun tetap bisa lulus.

Baca Juga:  Pesantren Mahasiswa: Model Pendidikan Pesantren dan Perannya untuk Mahasiswa

Kita tidak bisa abaikan persoalan PISA, karena PISA menjadi parameter penting untuk mendapatkan feedback dan perbaiki kualitas pendidikan secara terukur. Menjadikan siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat yang harus mampu menghadapi persoalan yang ada, baik di masa kini maupun mendatang. Dalam mengkonstruksi materi Kurikulum, diharapkan lebih mengedepankan orientasinya pada trasfer prinsip dan nilai, di samping terus digerakkan reading habits, terutama children literacy.

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini