Ungkapan bahwa Rasulullah SAW menerima Alquran yang diturunkan kepadanya itu mengesankan suatu kejadian yang dipegang seseorang dalam menggambarkan segala yang turun dari tempat yang lebih tinggi, hal itu karena tingginya kedudukan Alquran dan agungnya ajaran-ajaran yang tercatat didalamnya. Mengenai hal ihwal ayat pertama kali yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW masih menuai banyak pendapat dari para muhadditsin namun pendapat yang paling shahih tentang ayat pertama kali diturunkan adalah firman Allah SWT yaitu surah Al-Qalam ayat 1-5. Keterangan ini berdasarkan Hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah yang menceritakan tatkala Nabi Muhammad SAW sedang beribadah di Gua Hira kemudian Nabi tertidur dan bermimpi didatangi oleh Malaikat Jibril dengan membawa wahyu berupa sebuah perintah “Iqra’”. Ayat tersebut diulang-ulang oleh malaikat Jibril seraya merangkul Nabi Muhammad SAW.

Kata Iqra’ jika diterjamahkan ke dalam bahasa Indonesia tidak hanya memiliki arti ‘bacalah’ akan tetapi memiliki arti yang sangat beragam. Jika dilihat dalam kamus-kamus bahasa maka Iqra’ memiliki sederetan arti yaitu menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-cirinya dan sebagainya. Dalam Alquran, kata Qara’a itu sendiri terulang sebanyak tiga kali, masing-masing pada surah ke-17 ayat 14 dan surah ke-96 ayat 1 dan 3. Sedangkan kata jadian dari akar kata tersebut dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 17 kali selain kata Alquran yang terulang sebanyak 70 kali. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh M. Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Alquran; fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat”. Arti asal kata Iqra’ yang diterjamahkan “bacalah” tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca dan tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain karenanya banyak ditemukan dalam kamus bahasa arti yang bermacam-macam seperti penjelasan di atas.

Baca Juga:  Kisah Ratu Balqis, Pemimpin Perempuan Demokratis yang Diceritakan dalam Alquran

Maman Imanulhaq Faqieh, penulis buku “Fatwa dan Canda Gusdur” juga mencatat dalam bukunya tentang makna Iqra’. Disebutkan bahwa makna asal kata iqra’ adalah “menghimpun” dan mempunyai arti yang dalam serta luas. Karenanya, obyek kata tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau, baik bacaan suci yang bersumber dari Allah (Qur’aniyah) maupun yang menyangkut bacaan secara umum serta penelaahan terhadap segala fenomena alam raya, masyarakat, dan manusia itu sendiri.

Setelah melakukan aktivitas “membaca”, Alquran memerintahkan manusia untuk menyucikan jiwa dan menyampaikan petunjuk kepada manusia lainnya. Aktivitas yang dimaksud merupakan proses pendidikan yang akan membentuk generasi rabbani berdasarkan wahyu pertama yang diterima Rasulullah SAW.

Kata pertama dari wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW merupakan perintah yang tidak hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW selaku penerima perintah akan tetapi juga ditujukan kepada seluruh umat manusia sepanjang sejarah kemanusiaan karena realitas dari perintah “membaca” tersebut merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Feisal Abdul Rauf; Seorang imam, penulis, dan sekaligus aktivis sufi dari Kuwait. Beliau mengatakan “Aku membaca, membaca semua bidang yang berbeda mengenai pemikiran Islam, dari Filosofi sampai sastra Islam, puisi, tafsir, pengetahuan mengenai hadis, ajaran sang Nabi. Itulah bagaimana aku melatih diriku sendiri dan kemudian, aku ditunjuk menjadi seorang imam oleh seorang pemuka sufi di Istanbul, Turki”

Selaku pakar tafsir, Prof. Dr. Quraish Shihab dalam buku yang sama juga menyatakan bahwa perintah membaca jika dikaitkan dengan “Bismi Rabbika (dengan nama Tuhanmu)” merupakan sebuah syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas tetapi juga memilih bahan-bahan bacaan yang tidak mengantarnya kepada hal-hal yang bertentangan dengan “nama Allah” itu. Benar apa yang dikatakan oleh Prof. Dr. Buya Hamka “Membaca buku-buku yang baik berarti memberi makanan rohani yang baik”.

Baca Juga:  Satu Ayat, Mencakup Seluruh Pesan dan Laku Agama

Kalangan ulama Tafsir Isyari (Tafsir Isyari menurut Imam Al-Ghazali adalah usaha mentakwil-kan ayat-ayat Alquran bukan dengan makna zahirnya melainkan dengan suara hati nurani, setelah sebelumnya menafsirkan makna zahir dari ayat yang dimaksud) menjelaskan bahwa pengulangan perintah Jibril kepada Nabi memiliki makna bertingkat (maratib), sesuai dengan tingkat kesadaran manusia yaitu kesadaran sensorial, kesadaran imajinal, kesadaran intelektual, dan kesadaran spiritual.

Makna iqra’ pertama bisa dihubungkan dengan kesadaran pertama yang levelnya bagaimana memahami bacaan (how to read) terhadap kalimat-kalimat suci Alquran. Iqra’ kedua dihubungkan dengan kesadaran kedua yaitu kesadaran imajinal (how to learn atau think) terhadap kata demi kata dan ayat demi ayat Alquran. Iqra’ ketiga dihubungkan dengan kesadaran intelektual (how to understand) terhadap ayat-ayat Alquran. Iqra’ keempat dihubungkan dengan kesadaran keempat yaitu kesadaran spiritual (how to meditate) terhadap kandungan ayat suci Alquran.

Begitulah hakikat pesan Tuhan yang sebenarnya, sarat dengan makna. Disampaikan melalui Jibril pada utusan terpilihnya sebagai wakil dari seluruh umat dipenjuru dunia. Iqra’ bi ismi Rabbika al-ladzi khalaq… Alquran menyampaikan. [HW]

M Rofii
Santri Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan, Mahasiswa STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini