PengajianUlama

Di Universitas Brawijaya, Gus Muwafiq Sampaikan Dialektika Kebangsaan

Serangkaian peringatan Hari Santri yang diinisiasi oleh Kampus Brawijaya Malang kali ini menghadirkan KH. Ahmad Muwafiq. Bertempat di Masjid Raden Patah selepas sholat dhuhur (29/10), yang sebelumnya juga diadakan seminar “Santri di Era Digital” bertempat di rektorat lantai 8.

Perlu diketahui, tahun kemarin Hari Santri Nasional dipusatkan di lapangan kampus, untuk tahun ini acara ini digelar di masjid kampus tersebut. Turut hadir Bapak Prof Nuhfil Hanani, selaku rektor beserta jajarannya.

Tema yang diambil “Ngaji Kebangsaan” Dialektika Islam dan Kebangsaan: Tafsir Kontekstual Resolusi Jihad untuk Keilmuan dan Peradaban. Beliau menyampaikan dengan lugas, sistematis diiringi kalimat-kalimat menyentil sehingga banyak megundang tawa para hadirin.

Gus Muwafiq menyampaikan bahwa dua tahun terakhir ini sudah ngetrend membincangkan Islam dan Kebangsaan. Padahal zaman dahulu hanya seputar mauludan dan agustusan. Perkembangan zaman mileniallah yang sudah merubah tersebut.

Milenial berarti sebuah ruang tanpa batas yang terpenting mempunyai kuota. Manusia bisa saling bertemu dengan yang lain. Namun ada satu yang tidak bisa yaitu national state.

Pesan Kebangsaan pada zaman sebelum Nabi Muhammad SAW tidak ada, karena mereka sama. Umat Nabi Musa tidak dapat pesan kebangsaan karena mereka ummat sektoral, sedangkan di kita (ummat Nabi Muhammad SAW) di perintahkan untuk saling mengenal. Hal itu termaktub dalam Surah Al-Hujarat ayat 13:

(وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا . . . (13)

“Kita dijadikan berbangsa-bangsa, bersuku-suku untuk saling mengenal…”

Tidak hanya saling mengenal saja namun juga untuk saling pengertian. Gus Muwafiq mencontohkan Bhineka Tunggal Ika dalam Islam ketika berhaji. Jabal Rohmah untuk mengenal bahwa kita dahulu berasal dari keturunan Nabi Adam as. Dan Siti Hawa. Meskipun orang Amerika, orang Afrika, China, semua sama berasal.

Baca Juga:  Trio Gus Milenial; Gus Baha, Gus Miftah, dan Gus Muwaffiq

Isu yang pernah muncul mempermasalahkan pohon cemara. Semisal di tanam di depan masjid Universitas Brawijaya. Itu kan untuk natal?
“Nah… sejak kapan pohon cemara mempunyai agama?” ucap Dai Milenial berambut gondrong ini disambut gelak tawa hadirin.

Jangan memberondong hukum. Ini eranya baru. Ada yang mengharamkan rokok. Namun menikmati cukainya. Masjid ini di bangun dari Anggaran Belanja Negara, APBN tersebut di dalamnya ada triliunan yang berasal dari cukai rokok, lantas haram sholat di masjid ini?

Lain lagi rokok, sekarang bank konvensional. Diharamkan. Jangan terburu-buru karena ini masalah syariat. Semua bisa kena imbasnya. Uang yang kalian pakai bagaimana kalau bank konvensional diharamkan, sedangkan uang itu berasal dari bank? Jadi biasa saja.

Saya orang NU, karena berasal dan manut dari kiai desa. Sholat dhuhurnya tidak jam 12.00 WIB, tapi jam setengah dua. Sholat ashar jam setengah lima. Waktu sholat di awal di tengah di akhir semua sama-sama wajib. Orang desa kebanyakan pergi-pulang dari sawah jam segitu.

Masalah isbal, berjenggot itu sudah selesai di bahas pada zaman sahabat, jadi jangan di ulang-ulangi lagi di masa sekarang. Sekarang bagaimana santri ahli biologi, ahli astronomi bertarung mengisi pada posisinya masing-masing. Jangan mundur.

Hisbut Tahrir yang digagas oleh Taqiyyudin an-Nabhani berasal dari Palestina. Produk gagal jangan dibawa di negara Indonesia. Termasuk juga Ihwanul Muslimin didirikan oleh Hasan Al-Bana dari Mesir juga produk luar yang mencoba direalisasikan negara kita. Jika ada anak millenial mengatakan thogut hormat bendera, mungkin nenek moyangnya tidak ikut memperjuangkan bangsa.

Kita lihat zaman dahulu bagaimana pada masa penjajah. Ekspresi kebangsaan secara sembunyi-sembunyi lewat membangun ruah dengan memasang bendera di blandar (red jawa: di atas kayu kuda-kuda rumah) karena jika dipasang di depan rumah akan dirampas.

Baca Juga:  Islam Nusantara yang Disalahtafsirkan: Ngaji Bareng Gus Muwafiq

Begitu padi dan buah pisang yang di taruh di pojok mulai rontok dan layu, bendera yang terpasang di atas tersebut masih kokoh. Filosofi yang diajarkan sangat mengena bagi masyarakat pribumi.
Cinta itu ekspresif. Cinta itu memang dari dulu berlebihan. Jadi jika ada orang berdzikir bergeleng-geleng atau bersholawat menggerakkan badan itu karena mahabbah.

Acara selesai ditutup dengan doa sekaligus KH. Ahmad Muwafiq yang menjadi imam sholat ashar.
Semoga kita dapat mengambil hikmah dan barokah. Sekian.

Madchan Jazuli
Santri PP Miftahul Huda Malang Jawa Timur, Ketua PR IPNU Karanganom dan diamanahi lembaga pers PAC IPNU Durenan Trenggalek

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Pengajian