Melanjutkan tulisan kemarin, tentang sambutan bapak saat peresmian gedung baru pondok putri dan asrama F atas.

Setelah mengucapkan syukur, bapak membuka sambutan dengan sebuah ungkapan:”Pondok ken mandek bangunane niku angel. Selama pondoke niku jeh mlaku, pondok Koyok dene bekecot niku. Padahal bekecot niku atos, tapi suwe-suwe kok iso gede(pondok selama masih hidup, maka sulit untuk menghentikan proses pembangunan. Pasti akan terus bertumbuh. Sebagaimana bekicot, meskipun cangkangnya keras, namun seiring waktu yang awalnya kecil pasti akan membesar.

“Ooh assirru fis sukan la fil makan. Rahasia keberhasilan itu tergantung pada yang bertempat. Isine bekicot niku selama hidup iso mundak gedi dewe. Omahe niku panggah sakmono. Seng pucuk panggah pucuk. Terus seng ngisor tambah gedi, gedi(setelah difikir-fikir, ooh ternyata rahasia kesuksesan bertumbuhnya tergantung pada isinya. Selama isinya masih hidup, maka pasti akan bertumbuh. Sebagaimana bekicot, cangkangnya akan tetap segitu saja. Yang pucuk akan tetap pucuk, namun yang bawah akan bertambah besar)”.

Namun sebagaimana perjuangan disemua tempat dan waktu, pasti butuh biaya dalam mengembangkannya. Inilah kenapa, bapak saya selalu mendorong kami untuk bisa menjadi orang kaya, dan akhirnya menjadi bosnya agama. Tidak hanya menjadi bosnya agama, kita juga harus merawat para orang kaya yang mau menjadi bosnya agama.

“Dados njenengan niku pas wonten ing griyone kiambak-kiambak, panci sedoyo perjuangan niku ngoten. Mulai Rasulillah geh ngoten niku. Seng luweh apik wonten bos-bos ipun(memang kalau nanti anda semua sudah berjuang di masyarakat, akan jauh lebih baik kalau ada bosnya. Sejak zaman Rasul pun memang seperti itu)”.

“Naliko rasulillah pesen dateng shohabat seng calone dadi pemimpin sak bakdane rasulillah: sampean lek dadi pemimpin ojo nyingkur wong seng sugeh-sugeh. Mergo kuate islam niku nganggo wong seng sugeh-sugeh seng lumo. Panci ngoten taktike wong seng berjuang(suatu ketika Rasulullah pernah berpesan pada para shohabat calon pengganti beliau: ‘ketika anda menjadi pemimpin nanti, jangan menyingkirkan para orang kaya. Karena kuatnya islam itu, salah satunya lewat orang-orang kaya yang dermawan’. Memang seperti itu salah satu taktiknya orang yang berjuang)”.

Baca Juga:  Hubungan Agama dan Negara dalam Bingkai Indonesia

Tidak hanya mendorong, tapi bapak juga memberikan tips bagaimana caranya agar bisa menjadi bos. “Dalan masuke rizki ono seng katon ono seng ora katon. Seng katon koyok dadi petani, pegawai, dokter. Niku katon(jalan pemasukan rezeki itu ada yang kelihatan dzohir dan ada yang tidak. Yang terlihat dzohir seperti menjadi petani, pegawai, dokter, dan lainnya. Ini yang dzohir)”.

“Onok seng ora ketok, tapi niku geh dadi dalane sakestu. Koyok dene maos hasbunallah wa nikmal wakil. Angger bengi tangi, gak iso turu terus moco hasbunallah. Peng piro? Gak usah diitung nganti subuh. Ooh sugeh sampean. Terus diamalke(ada yang tidak terlihat dzohir, tapi benar-benar menjadi lantaran masuknya rezeki. Seperti membaca hasbunallah wanikmal wakil. Setiap malam, kalau tidak bisa tidur, kemudian membaca dzikir ini. Berapa kali? Tidak usah dihitung pokok dibaca terus sampai subuh. Kalau ini terus diamalkan, insyaallah anda akan kaya)”.

Bapak sekali lagi menambahi dawuh sebagai penambah semangat:”Al ujroh biqadril masyaqqoh, ongkos niku miturut rekosone. Lek gelem rekoso wiridan, yo hasil tenan nopo seng sampean karepke(kita pasti akan mendapatkan bayaran, sesuai dengan kesulitan yang kita usahakan. Kalau anda mau bersusah payah mengistiqomahkan wiridan, pasti akan mendapatkan apa yang menjadi tujuan anda mewiridkan)”.

“Lek wiridan kudu roh karepe wiridan. Aku moco hasbunallah niku, niatku gusti Allah ben paring sugeh marang aku. Lek ngoten niku sesuai kaleh lakune. Niate ngono lakune geh ngoten sakestu. Insyaallah lambat laun akan tertata urusan duniawiahipun(kalau anda melanggengkan satu wiridan dan tahu tujuannya, seperti baca hasbunallah dengan niat agar diberi kekayaan oleh Allah. Ini sesuai antara tujuan dan amalan. Maka insyaallah lambat laun akan ditata oleh Allah masalah kesejahteraan dunianya)”.

Baca Juga:  Jualan Agama dan Negara (1)

Tak hanya masalah amalan, bapak juga menceritakan pengalamannya belajar menjadi orang kaya dari saudagar tionghoa yang terkenal banyak yang sukses: “Kulo riyen niku geh merguru gone lakune chino. Seng ngomongi bapak kulo: cino iku nek nyambut gawe, seng dipangan paling akeh separuh. Umpono bendino hasil 50 ewu, seng dipangan muk 25 ewu. Umpomone mung cukup gae sego tok, yo mangane kudu dijenang. Mangane jenang. Ojo mangan enak-enakan sek(saya dulu juga pernah berguru pada sikapnya orang tionghoa. Pelajaran ini diceritakan oleh bapak saya:’orang tionghoa ini kalau bekerja, yang dimakan maksimal adalah separuhnya. Seperti contoh setiap hari dia berpenghasilan 50 ribu, maka yang diambil dan dimakan hanya 25 ribu. Sisanya ditabung. Meskipun 25 ribu tersebut hanya cukup buat beli beras saja, ya makannya harus dibuat bubur. Dan makannya bubur saja. Jangan makan yang enak-enak dulu)”.

Ada juga cerita yang lain:”Enten wong seng njalok dipimpin karo cino. Piye olehe golek bondo dunyo ben iso dadi(ada seseorang yang minta bimbingan seorang tionghoa agar bisa sukses jadi orang kaya)”.

Kemudian dipesankan oleh mentornya:”Ojo mbok disekne ketok menterenge(jangan dahulukan kelihatan mentereng)”.

Contoh nyatanya:“piambake jek nduwe mobil seng elek ngoten. Hla akhire tuku montor seng apik, seng elek niku di dol. Eroh karo cino seng bimbing niku. Kon ngedol montor seng apik. Ojo ngono, sampean pengen dadi wong sugeh ojo ngono. Durong wayahe(awalnya sang murid ini punya mobil yang masih jelek. Beberapa waktu kemudian dia membeli mobil yang bagus, dan yang lama dijual. Ketika ketahuan oleh sang mentor, langsung mobil barunya disuruh untuk menjual. Dan dipesankan:’kalau kamu pengen jadi orang kaya, jangan seperti itu gaya hidupnya. Kemewahan mobil ini belum saatnya)”.

Baca Juga:  Ijtihad Umar ibn Khattāb yang Disalahpahami

Cerita ini sangat relevan dengan generasi kita saat ini, terutama saya pribadi. Yang suka bermewahan, padahal belum saatnya. Hanya karena ingin dipandang sukses dengan segera. Kita butuh belajar lebih sabar, agar menjadi sukses dengan benar dan besar. Tak hanya berpendar sebentar, kemudian buyar.

#salamKWAGEAN

Muhammad Muslim Hanan
Santri Alumnus PIM Kajen dan PP Kwagean Kediri

    Rekomendasi

    Kisah

    Tiga Jurus Gus Dur

    Ada tiga jurus kunci yang digunakan Gus Dur dalam bersikap: keIslaman, keIndonesiaan dan ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini