“Katanya sekeliling Baitul Maqdis itu penuh berkah, tapi nyatanya dipenuhi dengan perang?” tanya seseorang yang mengomentari Surat al-Isra’. “Berkahnya di mana dan bagaimana, buktinya hari ini Gaza dihabisi oleh Israel?”.

Beberapa kali penulis ditanya, apa makna yang tersembunyi dalam “Haulahu” sekelilingnya dalam Surat al-Isra’. Penulis hanya menuliskan beberapa tafsir dan beberapa pendapat ulama terkait dengan “Barakna Haulahu”. Ada yang mengartikan haulahu dikembalikan kemakna asalnya, “Haula” yang bermakna kekuatan (al-Quwwah), kemampuan (al-Qudrah), kecerdikan (al-Bara’ah), dan ketajaman pikiran (al-daha’). Allah memberkati “sekitar-nya”, adalah memberkati orang-orang yang hidup untuk Baital Maqdis, dan hatinya yang terpaut dengannya, dan yang membelanya dan yang berusaha untuk menyingkirkannya dari segala bahaya, angkara dan agresi, pendapat ini dalam Barakna Haulahu, Jabir Quhaimah)

Tetapi secara ijma’ (konsensus, kesepakatan) ulama arti “di sekitarnya” dalam arti spasial: yaitu, sesuatu yang meliputi masjid al-Aqsha (Baitul Maqdis) baik itu beberapa tempat (amakin) atau tanah (Aradhin).

Dalam tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Haul (sekeliling) menunjukkan pada sebuah tempat dekat dengan tempat yang dikenal dan disadarkan padanya (Baitul Maqdis).

وحَوْلَ يَدُلُّ عَلى مَكانٍ قَرِيبٍ مِن مَكانِ اسْمِ ما أُضِيفَ (حَوْلَ) إلَيْهِ

Dan terkait dengan penegasan akan “keberkahan” masjid al-Aqsa dan sekitarnya, karena masjid ini mulai banyak dilupakan oleh orang Nasrani karena mereka membenci orang-orang Yahudi, dan orang-orang Arab tidak mengenal tempat ini, sedangkan orang Yahudi juga menjahui tempat yang diberkati ini.

ووَجْهُ الِاقْتِصارِ عَلى وصْفِ المَسْجِدِ الأقْصى في هَذِهِ الآيَةِ بِذِكْرِ هَذا التَّبْرِيكِ أنَّ شُهْرَةَ المَسْجِدِ الحَرامِ بِالبَرَكَةِ وبِكَوْنِهِ مَقامَ إبْراهِيمَ مَعْلُومَةٌ لِلْعَرَبِ، وأمّا المَسْجِدُ الأقْصى فَقَدْ تَناسى النّاسُ ذَلِكَ كُلَّهُ، فالعَرَبُ لا عِلْمَ لَهم بِهِ والنَّصارى عَفَّوْا أثَرَهُ مِن كَراهِيَتِهِمْ لِلْيَهُودِ، واليَهُودُ قَدِ ابْتَعَدُوا عَنْهُ، وأيِسُوا مِن عَوْدِهِ إلَيْهِمْ، فاحْتِيجَ إلى الإعْلامِ بِبَرَكَتِهِ

Baca Juga:  Nahdlatul Ulama dan Solidaritas Palestina

Sedangkan mernurut Imam al-Alusi dalam kitab Ruh al-Makni, yang dimaksud dengan “keberkahan” di sekelingnya karena tempat sebagai tempat peribadatan para nabi dansebagai kiblat bagi mereka, dan serta karena banyaknya sungai dan pohon di sekitarnya, dan masjid al-Aqsa sebagai salah satu dari tiga masjid yang paling banyak dikunjungi ( 15/16), Dan dari beberapa keterangan, “keberkahan” itu meluas dari Al-Arish ke Efrat.

والبَرَكَةُ حَوْلَهُ مِن جِهَتَيْنِ: إحْداهُما النُبُوَّةُ والشَرائِعُ والرُسُلُ الَّذِينَ كانُوا في ذَلِكَ القُطْرِ وفي نَواحِيهِ ونَوادِيهِ، والأُخْرى النِعَمُ مِنَ الأشْجارِ والمِياهِ والأرْضِ المُفِيدَةِ الَّتِي خَصَّ اللهُ الشامَ بِها، ورُوِيَ عَنِ النَبِيِّ صَلِيَ اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ أنَّهُ قالَ: « “إنَّ اللهَ بارَكَ فِيما بَيْنُ العَرِيشِ إلى الفُراتِ، وخَصَّ فِلَسْطِينَ بِالتَقْدِيسِ”.

Dalam al-Muharrar al-Wajiz, “Keberkahan sekelilingnya” dapat dilihat dari dua aspek, yaitu 1) kenabiaan, syariat dan para rasul berada di tempat tersebut serta sekitarnya. 2) berbagai macam pepohonan. Air, tanah yang memberikan manfaat, khususnya di negeri Syam.

Dan masih banyak pendapat lainnya, terkait dengan makna “Haulahu” sekitarnya.

Berkah banyak jenisnya dan banyak macamnya, orang yang diberi Allah cobaan terkadang bagian dari keberkahan dalam kehidupan. Seperti pertanyaan seorang anak kecil kepada Dr. Jasim. “Ayah, mengapa Allah tidak menjaga kita, agar kita terhindar dari semua keburukan, kerusakan, dan kesusahan?”.

“Dosa apakah yang sudah dilakukan oleh orang-orang yang meninggal dunia karena gempa bumi atau ledakan bom atau banjir bandang yang menghanyutkan?”.

“Ayah, Dan dosa apa yang dilakukan anak-anak kecil yang tenggelam di lautan atau yang lahir dalam kondisi cacat?”, ia terus nyerocos dengan berbagai pertanyaan.

“Apa dosa-dosa orang-orang miskin, sehingga hidup dalam kemiskinan?”, “Ayah, Mengapa keburukan ada di dunia?”, dan ia mengakhiri pertanyaan seperti pertanyaan pertama, “Mengapa Allah tidak menjauhkan kita dari berbagai macam keburukan?”.

Baca Juga:  KH Said Aqil Siroj Serukan Persatuan Umat Islam Lintas Ormas dan Madzhab

Ternyata masih tersisa pertanyaan yang menggelitik pikiran sang Ayah, “Ayah, seandainya saya melakukan sesuatu dengan baik, sesuai dengan peraturan yang sudah ada, mentaati segala perintah dan menjahui segala larangan, tapi mengapa masih didera berbagai musibah dan cobaan?”.

“Dimana keadilan Allah dan kasih sayangnya?. Kata putra Dr. Jasim.

Halimi Zuhdy
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dan Pengasuh Pondok Literasi PP. Darun Nun Malang, Jawa Timur.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Manuskrip