Berbuat Baiklah dan Tidak Merusak

“…berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS al-Qashash: 77).

Berbuat baik dan tidak merusak sebagai perilaku terpuji merupakan aktualisasi kehidupan yang penuh syukur dan bertanggung jawab – Rochmat Wahab

Sebelum nyawa terpisah dari tubuh, manusia hidup di dunia yang fana bukan alam baka. Meski hidup di dunia fana, bukan berarti perbuatan merusak bisa dibiarkan begitu saja bahkan dibenarkan. Jika alam rusak, semua akan merugi, terutama manusia. Oleh karena itu sangat dianjurkan bahkan menjadi kebutuhan bagi kita semua untuk berbuat baik terlebih untuk menjaga alam dan sekitarnya.

Kondisi awal tahun 2021 sungguh menyesakkan napas karena kita menyaksikan bencana alam datang dari satu pulau ke pulau lain di wilayah Indonesia. Diawali dengan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air, kejadian longsor di Sumedang Jawa Barat, banjir di Kalimantan Selatan, gempa bumi di Sulawesi Barat, gunung merapi Semeru meletus di Jawa Timur serta berbagai bencana di tempat lain. Semuanya menjadi tanda bahwa musibah telah dan sedang melanda hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Musibah-musibah datang membawa kesedihan, rasa sakit dan menelan korban manusia tak berdosa yang tak sedikit. Mereka kehilangan kesempatan bekerja dan belajar. Mereka kehilangan harta benda. Mereka kehilangan semua fasilitas yang diperlukan untuk hidup sehari-hari. Mereka mengalami kerusakan tanaman. Mereka kehilangan jiwa dari salah satu atau semua anggota keluarga. Semua kerusakan tersebut membuat gangguan pikiran dan kesehatan. Ada yang siap menghadapi musibah, tapi sebagian besar diduga merasa terbebani kerugian dan kerusakan yang besar.

Baca Juga:  Cintailah, Muliakanlah dan Berbuat Baiklah kepada Ahli Ilmu, Niscaya Kamu akan Beruntung

Warga negara yang ada di wilayah bencana saat ini bagaikan sudah jatuh diimpit tetangga lagi. Di antara mereka sudah ada dan sedang terancam oleh penyebaran Covid-19, sedangkan di sisi lain dihadapkan dengan musibah bencana. Mereka sungguh mengalami ujian yang sangat berat. Kehidupan yang traumatik tentu membayang-bayangi kehidupan mereka. Mereka yang menghadapi bencana berada dalam ketidakberdayaan sehingga pemerintah (SAR) dan masyarakat lain perlu berkolaborasi dan bersinergi untuk membantu, memberi tindakan penyelamatan sementara, di samping warga sendiri juga perlu bangkit dan bergerak untuk mengatasi kerusakan dan kecelakaan.

Kerusakan yang terjadi lebih banyak bersifat permanen sehingga terjadi perubahan kondisi, tempat serta bentuk akibat bencana. Mengapa bencana-bencana terus berdatangan dan timbul di mana-mana. Setidaknya ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab timbulnya bencana. Pertama, penyebab kerusakan itu manusia. Hal tersebut tegas dinyatakan dalam firman Allah SWT: “telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS ar-Rum: 41). Berkaitan dengan manusia, ada dua hal, pertama manusia sebagai pemimpin zalim membuat kebijakan yang dapat merusak lingkungan seperti pemberian ijin melakukan deforisasi. Selanjutnya sebagian manusia dan kelompok melakukan penebangan pohon secara liar. Demikian juga berkaitan dengan alam, di antaranya terjadinya pemanasan global (global warming), kerusakan lingkungan, pergeseran lempeng bumi dan sebagainya.

Upaya normalisasi dan kebangkitan perlu terus diupayakan dan dikoordinasi dengan baik. Di samping itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki kewajiban untuk melindungi dan menyelamatkan setiap warga Indonesia, baik saat ini maupun masa selanjutnya. Demikian juga bagi setiap warga atau orang, wajib berbuat kebaikan dengan tidak berbuat kerusakan sehingga bisa melakukan recovery dari musibah bencana dan merencanakan kehidupan selanjutnya. Mari kita perhatikan firman Allah SWT berikut ini: “dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan“. (al-Qashash: 77).

Baca Juga:  Berbuat Baik Itu Tidaklah Mudah

Begitu maha rahman dan rahimnya, Allah SWT telah menganugerahi banyak kebaikan kepada manusia sebagai makhluk terbaik dan paling sempurna. Karena itu sebagai wujud syukur dan tanggung jawab terhadap kebaikan yang selama ini kita miliki berupa rejeki dan keutamaan di atas makhluk lain, maka kita seharusnya berbuat kebaikan bagi orang lain dan lingkungan. Khususmya pemerintah, seharusnya membuat kebijakan dan program untuk kemaslahatan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Upaya reboisasi, penanaman pohon, menjaga lingkungan, menyebarkan informasi cuaca secara rutin, menjaga polusi udara, suara, air dan tanah, gerakan hemat energi dan air, gerakan energi alternatif, dan sebagainya. Demikian juga, perlu usaha maksimal untuk tidak membuat kerusakan di atas bumi. Apakah dengan cara menebang hutan dan membakar hutan yang berfungsi menahan air, mengeksploitasi bumi secara berlebihan, membuang sampah sembarang tempat dan sebagainya.

Demikian kiranya berbagai persoalan musibah bencana yang terjadi belakangan ini menuntut kita sebagai khalifah di atas bumi untuk bertanggung jawab terhadap bencana dan kerusakan yang terjadi. Kita tidak boleh cuci tangan atas musibah yang terjadi. Semua unsur yang ada di lingkungan kehidupan kita seharusnya mengambil peran masing-masing untuk berkontribusi dalam pemecahan masalah, baik dalam bentuk pemikiran, kebijakan, materi, maupun tindakan. Mari kita bersama fastabiqul khairaat, menegakkan amar makruf dan nahi mungkar baik dalam kepentingan hidup dunia maupun di akhirat. Semoga kita menjadi kelompok orang-orang yang beruntung, bukan merugi. Amin. []

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    neoplatonisme
    Opini

    Neoplatonisme (2)

    Saya kemudian membacanya halaman demi halaman secara acak dan tertatih-tatih buku tebal berhalaman ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini