Insan merupakan salah satu ciptaan atau makhluk Allah SWT. Baik awal kejadiannya maupun seterusnya berasal dari Allah SWT hingga mati kembali kepada Allah SWT. Tidak ada insan yang hidup di dunia fana ini tanpa intervensi Allah SWT. Dengan begitu diakui bahwa kedudukan Allah SWT sangat penting di hadapan insan. Dari relasi antara manusia dan Allah SWT tersebut menimbulkan adanya tanggung jawab insan terhadap pencipta-Nya.

Hubungan yang secara fitrah terjadi antara manusia dan pencipta-Nya diawali dengan penciptaan embrio manusia yang dilengkapi dengan ruh dan 4 ketentuan, yaitu rezeki, ajal, perbuatan, serta kesengsaraan dan kebahagiaan. Dengan kejadian ini maka ketergantungan manusia pada Tuhan-Nya tidak bisa diabaikan. Wujud manusia tidak hanya dihidupkan, melainkan juga dihidupi dan dipenuhi haknya untuk tumbuh dan berkembang.

Untuk mengetahui proses kejadian manusia sehingga nampak relasi antara Tuhan dan manusia sebagai makhluk-Nya dapat diperhatikan sabda Rasulullah SAW sebagai berikut: “sesungguhnya salah seorang diantara kalian dipadukan bentuk ciptaannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari (dalam bentuk mani) lalu menjadi segumpal darah selama itu pula (selama 40 hari), lalu menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, lalu ditetapkan baginya empat hal: rezekinya, ajalnya, perbuatannya, serta kesengsaraannya dan kebahagiaannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Menyadari akan kejadian manusia, maka selanjutnya Tuhan menegakkan bahwa setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk beribadah kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)

Ibnu Abbas berkata semua penyebutan ibadah dalam al-Quran maknanya adalah tauhid (Tafsir al-Qurthuby (18/193). Artinya, jika dalam al-Quran terdapat perintah untuk beribadah kepada Allah SWT, maksudnya adalah tauhidkan Allah SWT atau sembahlah (beribadahlah) hanya kepada Allah SWT. Karena itu, makna ayat di atas adalah tidaklah Aku (Allah SWT) ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah hanya kepada-Ku (Allah SWT).

Secara formal ibadah wajib dijalankan oleh setiap insan ketika waktu usia baligh tiba hingga kembali ke rahmatullah. Dimana pun berada dan dalam kondisi apa pun. Untuk kesempurnaannya perlu sikap dan perilaku yang selalu berusaha mengamalkan hukum-hukum syari’ah. Jika kita hadapi kesulitan baik yang bersifat internal maupun eksternal, kita juga mendapatkan rukhshoh-Nya. Dengan begitu tidak ada alasan yang bisa menghentikan ibadah khaas.

Untuk mewujudkan tanggung jawab transendental secara baik, kita harus teru menjaga hati kita, menjaga pikiran kita, menjaga ucapan kita serta menjaga perilaku kita yang dilandasi dengan spirit Islam yang kaaffah. Agar bisa mengaktualisasikan semua ajaran agama secara benar pada waktunya, maka perlu pendidikan dan pelatihan menjalanka perintah agama sedini mungkin dengan pembimbing yang benar sehingga terhindar dari kesalahan yang tidak perlu,

Di era pandemi Covid-19, kita harus cermat bahwa protokol kesehatan agar wajib ditegakkan untuk semua. Dengan begitu perlu penataan ulang pengelolaan fasilitas ibadah dan pemanfaatan fasilitas tempat ibadah secara optimal. Di saat pandemi idealnya ibadah kita harus lebih disiplin, lebih istiqamah, lebih baik, sehingga kita tidak mendapatkan murka dari-Nya. Bahwa pandemi diturunkan harus disikapi sebagai ujian keberagamaan kita. Termasuk kita dapat memperkuat akidah dan memperbaiki akhlak kita sehingga menjadi lebih sabar. Karena semua ujian itu yang dikenakan kepada kita hakekatnya tidak melebihi dari kemampuan.

Akhirnya bahwa hubungan transendental antara manusia dan Allah SWT merupakan suatu kebutuhan kita. Yang kita wujudkan dalam format tanggung jawab transendental, hablum minallah. Berbahagialah kita jika kita sudah mampu mewujudkan tanggung jawab transendental itu baik dalam situasi mudah maupun sulit. Bagi yang belum mampu tunjukkan kuatnya akidah dan rajinnya melakukan ibadah, maka upaya memperbaiki terus perlu diupayakan sampai akhir hayat, sehingga bisa meraih husnul khatimah. (Yogyakarta, 03/01/2021, Ahad, pukul 03.30)

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini