Kenangan Mas Muhammad Abid Muaffan bersama KH. R. Muhammad Najib Abdul Qadir Munawwir Krapyak

“Buah Al-Qur’an adalah Kebahagiaan Dunia Akhirat” (KH. Munawwir)

“Bagi siapa saja yang hafal Al-Qur’annya sudah lancar, dalam menjaga hafalannya bisa dilakukan dimanapun, dia berada dan tidak harus sambil membaca dan duduk saja, tetapi bisa dilakukan sesuai dengan keadaan apa yang dilakukan semisal sambil berjalan, sambil rebahan, sambil naik kendaraan dan lain sebagainya” (KH. Raden Abdul Qodir Munawwir)

“Al-Qur’an adalah Kalamullah yang dimuliakan oleh Allah sendiri. Sesuatu yang Allah untuk dimuliakan jangan sampai disepelekan. Maka anak-anak kalau sudah pulang ke rumah, berumah tangga, bekerja, jangan sampai dilupakan (hafalan dan bacaan) Al-Qur’annya”
(KH. Raden Najib Abdul Qodir Munawwir)

Alhamdulillah di tengah merebaknya virus corona yang mencekam, kami tetap dapat melaksanakan sholat jum’at berjamaah dengan khidmat di Masjid Al-Munawwir Krapyak. Meski karpet harus digulung dan jama’ah banyak yang banyak tidak membawa sajadah sendiri, namun jamaah dari kalangan santri maupun masyarakat sekitar pesantren ikut sholat jum’at.

Setelah i’tidal di rokaat kedua, sang imam mengangkat tangan seraya membaca qunut nazilah. Doa ini dipanjatkan karena virus corona semakin mengganas dan menimbulkan banyak korban jiwa. Setelah sholat berlangsung, jama’ah sebagian menghindari berjabat tangan, hal ini sebagai antisipasi agar virus yang bermula dari Wuhan, Tiongkok tersebar.

Selepas dzikir, terlihat KH. Muhtarom Busyro di belakang saya. Maka saya pun meluangkan bercengkrama sejenak dengan salah satu dzurriyah Mbah Munawwir tersebut. Penulis Shorof Metode Krapyak ini begitu menyimak pemaparan kami tentang sanad Qiro’at, karena kedatangan kami ke Krapyak memang untuk melanjutkan sanad Qiro’at KH. Munawwir dan jejaring keilmuannya.

Maka Kyai Muhtarom mengarahkan saya untuk sowan langsung ke KHR. Najib Abdul Qodir yang sedang duduk santai sambil bercengkrama dengan jama’ah. Maka saya pun menghampiri pengasuh utama Pondok Pesantren Al-Munawwir ini yang didirikan oleh kakeknya. Bersama beliau saya menyimak kalam-kalam mulia Hafidz Qiro’ah Sab’ah ini sambil berdiskusi cukup panjang.

Baca Juga:  Dari Dampar Pesantren sampai Doktor

Tak cukup di samping masjid, Menantu KH. Salman Dahlawi, Popongan, Klaten ini pun mengajak ke kediamannya yang berada tak jauh dari masjid. Di ndalemnya kami bisa bisa face to face (berhadap-hadapan) berdua. Di kediamannya yang sederhana, beliau banyak bercerita kepada kami tentang kisah kakeknya dan jejaring keilmuannya.

Setelah dipersilahkan masuk, beliau menunjukkan foto kakeknya, KH. Munawwir (1870-1942) yang telah dipigorakan. Disinyalir terdapat kesalahan dari banyak foto yang beredar. Foto KH. Munawwir yang banyak beredar itu adalah sebenarnya foto KH. Shofawi, ayahanda dari KH. Abdur Rozaq Shofawi (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayyad, Mangkuyudan, Surakarta). Menurut Mbah Najib, foto KH. Munawwir berada di depan rombongan para ulama terdokumentasikan dalam foto jadul tersebut. Wallahu a’lam. (Lampiran Foto di Kolom Komentar).

Mbah Najib (sapaan akrab KHR. Najib Abdul Qodir) cukup banyak mengetahui sejarah Krapyak, karena tercatat sebagai salah satu tim penulis Sejarah KH. Moenauwir “ejaan lama KH. Munawwir” tahun 1975 bersama Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj (sekarang Ketua Umum PBNU) yang pernah mondok di Krapyak setelah mengaji di Lirboyo, sebelum melanjutkan studi ke Universitas Ummul Qurro’, Makkah Al-Mukarramah.

Mbah Najib pun juga berkisah tentang pengalamannya mengaji kepada KH. Arwani Amin, Kudus yang merupakan murid kesayangan kakeknya. Sebelumnya, KH. Munawwir pernah berwasiat bahwa jika beliau meninggal maka jika ingin Ngaji Qiro’at Sab’ah mengajilah kepada Arwani. Maka mengajinya Mbah Najib ke Kyai Arwani adalah melanjutkan wasiat kakeknya, karena dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa ayahanda KHR. Abdul Qodir Munawwir hanya sampai 15 Juz setoran Qiro’at Sab’ah kepada ayahandanya.

Dalam memori beliau saat berangkat ke Kudus, beliau ditemani Kh. Ahsin Sakho Muhammad, Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an 2005-2014 dengan naik “kol pick up”, mobil angkutan saat itu. KH. Ahsin Sakho yang juga pengarang Mamba’ al-Barokat fi Sab’i Al-Qiro’at saat itu juga ikut menulis salinan Faidh al-Barokat fi Sab’i Al-Qiro’at karya Karya Arwani yang dikarang ketika ngaji kepada KH. Munawwir. Menurut Mbah Najib, Kyai Ahsin itu bagus khotnya (tulisan arabnya).

Baca Juga:  Humor Ahmad Hassan: Ulama Kodok vs Ulama Kerbau

Selama sekitar lima tahun di Kudus, beliau mengaji ke KH. Arwani dan KH. Hisyam Hayat (Pendiri Pondok Pesantren Roudlotul Mardiyah, Kudus). Kemudian beliau kembali ke Krapyak untuk membantu pamannya KH. Ahmad Munawwir yang menggantikan abahnya KHR. Abdul Qodir Munawwir yang wafat pada tahun 1961.

Dikutip dari catatan Kang Zia Ul Haq, Alumni Pondok Pesantren Al-Munawwir yang dimuat di website al-Munawwir.com, saat Ada kisah menarik, saat Mbah Najib akan boyong dari Kudus. KH. Hamid Abdul Qodir, adiknya juga ingin mengaji kepada Qiro’at Sab’ah setelah khatam kepada KH. Mufid Mas’ud, pamannya yang kelak akan mendirikan Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, Jogjakarta.

Saat itu KH. Arwani berkata demikian:
“Alhamdulillah. Wis, Gus. Saiki aku lego, aku wis ora duwe utang.”

Hal ini beliau sampaikan sebab pernah diwasiati Mbah Munawwir untuk mengajarkan qira’ah sab’ah kepada anak cucu gurunya itu. Setelah sekian lama, barulah Kiai Najib yang pertama kali khatam qira’h sab’ah dari kalangan anak cucu Mbah Munawwir.

Mbah Arwani kemudian memandang Kiai Hamid sambil dhawuh, “Yen slirane arep ngaji sab’ah, cukup karo mas e wae, podo karo ngaji karo aku.” (Jika kamu ingin mengaji (Qiro’ah) Sab’ah, cukup dengan kakaknya (Mbah Najib) saja, itu sama halnya mengaji kepada saya).

Banyak hal yang kami diskusikan tentang sejarah ulama’ Qur’an di Nusantara. Begitu semangat beliau bernostalgia masa lalunya, seperti saat mengisahkan pengalamannya bersama Syekh Azrai Abdurrauf al-Mandaili, Medan saat beliau bertemu di Makkah. Saat itu Kyai Najib sedang mengikuti Musabaqah Hifdzil Qur’an setelah berhasil meraih juara di MTQ Aceh. Di tengah diskusi, datang santri beliau membawakan makan siang berupa bubur makaroni dengan suwiran ayam yang cukup nikmat.

Baca Juga:  Belajar Literasi dari TGH Abubakar H Abidin: Ulama Bima Ahli Nahwu Shorof

Cukup banyak petuah nasehat, dan kisah yang beliau sampaikan. Beliau berpesan untuk terus bersemangat dan telaten dalam menelusuri sanad dan sejarah ulama nusantara. Karena begitu banyak hikmah yang bisa kita petik dari mempelajari kisah hidup mereka yang penuh dengan suri tauladan sebagai bekal hidup di dunia hatta akhirah.

Sebenarnya kami ingin berlama bercengkrama dengan ulama Ahlul Qur’an yang sangat meneduhkan ini. Masih banyak pertanyaan yang ingin kami ajukan kepada kakak Kandung KH. Hamid Abdul Qodir, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur’an Maunah Sari, Kota Kediri. Namun karena waktu sudah menjelang sholat ashar maka saya harus menyudahi sowan kali ini. Karena terlihat sudah capek dan butuh istirahat karena nanti sore juga akan keluar dan menyimak hafalan santri di malam harinya.

Semoga silaturrahmi dengan guru mulia kami, KHR. Najib Abdul Qodir ini terus terjalin. Sungguh kami patut bersyukur bisa berjumpa dengan beliau, meski kami belum sempat membaca Al-Qur’an di hadapan beliau. Harapan alfaqir adalah terciprat keberkahan samudera ilmu sebagai bekal hidup di dunia hatta akhirah.

Kepanjen, 23 Maret 2020

Disarikan dari Sowan bersama KHR. Abdul Qodir, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Jogjakarta, 20 Maret 2020.

Muhammad Abid Muaffan
Santri Backpaker Nusantara, S1 Pendidikan Bahasa Arab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

    Rekomendasi

    Kiai Nganggur
    Opini

    Kiai Nganggur

    Sejak awal 90an, banyak sekali putra kiai dari berbagai daerah yang mondok di ...

    1 Comment

    1. […] Al Munawwir Krapyak Bantul DIY dan Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat ini, KH. R. Muhammad Najib Abdul Qodir, wafat pada Senin (4/1/2021) sekitar pukul 16.30 WIB. Insya Allah kembalinya beliau ke rahmatullah […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama