Humor Ahmad Hassan: Ulama Kodok vs Ulama Kerbau

Ahmad Hassan adalah seorang pejuang yang langka. Lewat lisan dan penanya, dia membela agama Allah dan berjuang untuk menghindarkan umat dari kesesatan. Hassan dilahirkan di Singapura pada tahun 1887, dari pasangan Ahmad dan Muznah. Dia adalah ulama yang cerdas di zamannya. Rupanya, kecerdasan yang dimilikinya dia warisi dari ayahandanya sendiri (turun-temurun). Yang kebetulan, Ahmad (ayah Hassan), adalah seorang pedagang dan wartawan yang ahli dalam bahasa dan agama. Dengan kemampuan tersebut, di dalam surat kabarnya (Nurul Islam yang diterbitkan di Singapura), Ahmad mengasuh rubrik tanya jawab.

Ibarat pepatah, “Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.” Begitu pula dengan Ahmad Hassan. Sejak usia 7 tahun, Hassan sudah belajar Al-Quran dan ilmu-ilmu agama. Kemudian dia melanjutkan ke sekolah Melayu, dan belajar bahasa Melayu, Arab, Inggris, dan bahasa Tamil. Dengan ilmu itulah Hassan secara otodidak memperdalam agama, seperti faraid, fikih, mantik, tafsir, dan ilmu yang lainnya. Tak ayal, karena kemampuannya yang komprehensif menjadikan Hassan seorang ulama terkenal di masanya.

Namun demikian, ada yang menarik dari Ahmad Hassan, ketika dia menganalogikan sesuatu. Suatu saat, ia ditanya oleh seseorang sebut saja Fulan, “Menurut hukum Islam, apa saja yang tidak boleh dimakan?”

“Yang diharamkan oleh agama adalah bangkai, darah, daging babi, dan segala sesuatu yang diperuntukkan selain Allah. Hanya itu yang haram dimakan, lainnya tidak,” jawab Hassan.

“Kalau kodok bagaimana, halal atau haram?” lanjut Fulan.

“Tentu saja halal,” jawab Hassan.

“Apa tidak jijik makan daging kodok?”

“Soal jijik, itu urusan Tuan. Hanya sekadar jijik, tidak akan bisa mengubah hukum yang ada di dalam Al-Quran.”

“Kalau begitu, Tuan Hassan ini pantas dijuluki ulama kodok,” si penanya memberi komentar.

Baca Juga:  Kenangan Mas Muhammad Abid Muaffan bersama KH. R. Muhammad Najib Abdul Qadir Munawwir Krapyak

Hassan tak kala cerdiknya. Ia balik bertanya pada si penanya, “Kalau kerbau, bagaimana pendapat Tuan?”

“Tentu, boleh dimakan,” jawab si penanya.

“Kalau begitu, Tuan lebih cocok dinamakan ulama kerbau,” Hassan memberi komentar.

Itulah gaya Hassan, dalam berdebat maupun dialog dengan seseorang. Tangkas dan cerdas, terkadang juga jenaka. Kisah ini dikutip dari buku Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 karya Herry Mohammad, dkk. []

Saidun Fiddaraini
Sempat nyantri di PP Nurul Jadid, Paiton, dan sekarang Tinggal di Kepulauan Kangean, Sumenep. Minat Kajian adalah keislaman dan filsafat.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Humor