Kata khidmah tidak dapat dilepaskan dalam kamus kehidupan santri. Sebab perilaku khidmah diyakini sebagai jalan terbaik mencapai ridha sang kiai, sosok shaleh dan muttaqi yang diyakini mempunyai kedekatan pada Allah swt. Hal ini tersurat dalam kalām masyhur Abuya Sayyid Muhammad Alawi al-Hasani al-Maliki:
الطالب عندي من يتعلم ويخدم، ومن خلص في خدمته يفتح الله عليه
“Seorang murid menurutku adalah seseorang yang belajar sekaligus berkhidmah, barangsiapa yang tulus dalam berkhidmah, maka Allah swt. akan membukakan baginya pintu kebaikan”
Sebagaimana juga tersirat dalam Hadis Qudsi, di mana Allah swt. berfirman:
وَجَبَتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ وَالْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَالْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ. رواه المالك في الموطاء
“Kecintaan-ku pasti turun kepada siapa saja yang saling mencintai karena-Ku, dan siapa saja yang bermajlis karena-Ku, dan saling mengunjungi karena-Ku, juga yang saling berusaha karena-Ku”
Kata وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ (yang saling berusaha karena-Ku) di situ menjadi kata kunci akan keberkahan sebuah khidmah sebab khidmah sendiri adalah usaha santri dalam mengabdikan dirinya untuk melayani kiai.
Praktik khidmah tergambar di al-Qur’an (surah Kahfi [18]: 60-64) dalam cerita Nabi Musa as. saat mencari keberadaan Nabi Khidir as., di mana seorang pemuda bernama Yusya’ berkhidmah membawakan bekal dan keperluan Nabi Musa as. dalam perjalanan tersebut. Begitu juga (surah Ali Imran [3]: 37, yang menceritakan keadaan Nabi Zakariya as., yang berkhidmah membantu memenuhi kebutuhan dan keperluan Sayyidah Maryam as.
Praktik khidmah juga tergambar dalam sabda Nabi saw.;
إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمْ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ. متفق عليه
“Saudara-saudara kalian adalah tanggungan kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah kekuasaan kalian. Maka barangsiapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya (tanggungannya), maka saat makan berilah makanan seperti yang dia makan, saat berpakaian berilah pakaian seperti yang dia pakai, janganlah kalian membebani mereka sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka. Jika kalian membebankan (suatu pekerjaa) pada mereka, maka bantulah mereka”. HR. Bukhari-Muslim.
Qadhi ‘Iyād dalam kitab Mashāriq al-Anwār menjelaskan bahwa kata خَوَلُكُمْ dalam matan Hadis itu bermakna خدمكم وعبيدكم الذين يتخولون أموركم (para pembantu kalian dan budak kalian yang membantu urusan-urusan kalian). Tidak jauh berbeda, al-Ḥāfiẓ Ibn Ḥajar dalam Fatḥ al-Bārī juga memaknai kata خَوَلُكُمْ sebagai الخدم (para pembantu). Nabi saw. pun juga pernah bersabda:
إِذَا أَتَى أَحَدَكُمْ خَادِمُهُ بِطَعَامِهِ، فَإِنْ لَمْ يُجْلِسْهُ مَعَهُ، فَلْيُنَاوِلْهُ أُكْلَةً أَوْ أُكْلَتَيْنِ، أَوْ لُقْمَةً أَوْ لُقْمَتَيْنِ، فَإِنَّهُ وَلِيَ حَرَّهُ وَعِلاَجَهُ. متفق عليه
“Jika ada pembantu (pelayan) datang pada salah seorang dari kalian untuk menyediakan makanan, maka jika ia tidak mengajaknya untuk duduk bersama (untuk makan), maka berilah padanya satu atau dua potongan makanan, atau seasupan atau dua asupan, karena sesungguhnya dia telah bersusah payah menerima panas dan ribetnya menyediakan makanan untukmu.” HR. Bukhari-Muslim.
Begitu juga dalam banyak buku Hadis dan Sirah Nabawiyah disampaikan bahwa beliau mempunyai beberapa sahabat yang berkhidmah (membantu atau mengabdi) pada Nabi saw. Ḥabīb al-Kull Wā’il Muhammad dalam kitabnya al-Sifr al-Mu‘īn alā Khidhmat al-Ṣālihīn menyebutkan ada 130 sahabat yang pernah menjadi khadamnya Nabi saw., di antaranya adalah Anas b. Malik ra. yang berkhidmah membantu menyediakan keperluan Nabi saw. selama 10 tahun, Abdullah b. Mas‘ud ra. yang senantiasa berkhidmah menyiapkan, membawa, dan menjaga sandal serta tongkat Nabi saw.
Rabi‘ah b. Ka‘ab ra. yang senantiasa berkhidmah menyediakan dan menyiapkan air minum, wudlu, mandinya Nabi saw., al-Mughirah b. Syu’bah al-Tsaqafi ra. yang senantiasa membawa pedang berkhidmah sebagai bodyguard Nabi saw., begitu juga Uqbah b. Amir al-Juhani ra. yang senantiasa mendampingi Nabi saw., mengikuti Nabi saw. dari belakang saat jalan dan pemandu hewan tunggangan Nabi saw. Diriwayatkan bahwa saat Nabi saw. naik kendaraan hewan, tak jarang sahabat Uqbah b. Amir ini diminta oleh Nabi saw. bergantian naik dan Nabi saw. berjalan (contoh sikap rahmatnya Nabi saw. pada khadam-khadam yang mengikuti beliau), Dzi Mikhmar al-Habasyi ra. yang merupakan adik Raja Najasyi juga ikut berkhidmah membantu memenuhi keperluan Nabi saw., menggantikan keinginan sang Kakak Raja Habasyah yang ingin berkhidmah pada Nabi saw.
Khidmah sendiri menurut objeknya terbagi menjadi tiga, yaitu; khidmah li al-ddīn aw al-ummah (pengabdian pada agama atau ummat), khidmah li al-usrah (pengabdian pada keluarga, termasuk di sini pada orang tua, suami, istri, saudara, anak dst.), dan khidmah li al-shakhs (pengabdian pada orang tertentu). Khidmah li al-ddīn aw al-ummah berdasar pada manāqib sayyidah Khadijah al-Kubra ra. yang mencurahkan semua hartanya hingga tak tersisa untuk perjuangan Islam dan dakwah sang suami (Nabi saw.), juga manāqib sayyidina Abu Bakar, Umar, Usman, Abdurrahman b. Auf radiya Allāh ‘anhum dan lainnya yang senantiasa ringan tangan dalam membantu ummat dan dakwah Nabi saw., serta Hadis Nabi saw.:
عن عدي بن حاتم الطائي أنه سأل رسول الله ﷺ أي الصدقة أفضل قال خدمة عبد في سبيل الله
“Dari ‘Ady b. Hatim al-Ṭā’iy ra., sesungguhnya dia bertanya pada Nabi saw. “sedekah dalam bentuk apakah yang terbaik?” Nabi saw. menjawab; “khidmah di jalan Allah swt.” [HW]
[…] dari sekian tipologi cara berkhidmah ini, di posisi mana kita biasanya berada?. Walau sudah tidak mukim di pesantren dan menjadi alumni, […]