Post-Tradisionalisme Pesantren vis a vis Covid-19

“Dunia tanpa pesantren bagi saya adalah siksa. Bersyukurlah kamu karena pernah menjadi bagian di dalamnya”. Gus Dur

Kutipan quote dari Gus Dur diatas merepresentasikan betapa pentingnya, sistem pendidikan bernama Pesantren dalam membangun peradaban kita.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Nusantara. Telah banyak melahirkan para tokoh cendekiawan, intelektual, Agamawan, negarawan yang memiliki kontribusi tinggi terhadap perjalanan berbangsa dan bernegara.

Telah banyak literatur yang menuliskan dedikasi pesantren terhadap bangsa. Sebut saja buku “Guruku Orang-Orang Pesantren” karya KH. Saifuddin Zuhri, “Fatwa & Resolusi Jihad” karya guru kami KH. Agus Sunyoto, “Nasionalisme kaum sarungan” karya KH.Helmy dan masih banyak lagi karya-karya yang menggambarkan betapa besar kontribusi pesantren terhadap bangsa Indonesia.

Tokoh-tokoh nasional didikan pesantren tidak lepas dari keberhasilan sosok kiai dengan riyadoh spiritual, ikhtiyar ta’lim serta segala sistem pendidikan yang berjalan di dalamnya.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan terus berinovasi dalam mendidik insan cendekia berakhlak mulia. Modernisasi pesantren dalam menghadapi tantangan zaman-pun tidak terelakkan. Banyak sekali kita jumpai pesantren yang membranding lembaganya sebagai pesantren modern. Tetapi ditengah perkembangan era, masih banyak juga pesantren yang tetap bertahan dengan karakter tradisional salaf-nya. Tidak jarang pula yang berinovasi mengupayakan integrasi salafi dan modernitas dalam lembaganya. Semua ikhtiyar terus dilakukan dengan semakin kompleksnya tantangan perkembangan zaman.

Tahun 2020, bisa dikatakan menjadi tahun berat bagi dunia pendidikan, tidak terkecuali pendidikan pesantren. Pandemi Covid-19 telah banyak membatasi ruang dan waktu kita dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga pembelajran daring berbasis internet menjadi salah satu opsi normal baru dalam dunia pendidikan kita.
Pertanyaanya mampukah pesantren bertahan ditengah tuntutan digitalisasi pembelajaran.?

Baca Juga:  1 Syawal 1441 H: Antara Berdamai atau Berdampingan dengan Pandemi Coronavirus?

Hal ini menjadi diskursus menarik dalam hari santri Nasional tahun 2020. Karena itu ada dua pilihan bagi pesantren di tengah pandemi ini: pertama, apakah mengikuti atau mempertahankan sistem yang telah mengakar, dan ini berarti penerapan protokol kesehatan yang ketat; dan kedua, mencoba melakukan pembaruan pesantren dengan sistem digitalisasi pendidikan.

Digitalisasi pembelajaran pesantren bukan berarti itu bakal mencerabut dari karakter ketradisionalannya. Ini hanya persoalan tentang bagaimana “memindahkan ruang” saja; dari lingkungan pondok sebagai “ruang lama” ke ruang digital. Sistem pengajaran yang berpusat pada kiai tidak mesti ditinggalkan. Kiai-kiai dan santri-santri hanya perlu beradaptasi dengan model interaksi dalam jaringan.

Hanya saja. Kehadiran nyata sosok kiai, ustadz sebagai uswah hasannah dalam keseharian para santri akan berkurang jika menerapkan pesantren digital. Kecanggihan intenet mungkin bisa memfasilitasi materi keilmuan, tetapi tidak bisa menggantikan teladan dan akhlak mulia para guru-guru kita.

Selamat Hari Santri Nasional. Saya yakin Pesantren akan terus bertahan & berkembang sesuai kebutuhan dan tantangan zaman. Sebagaimana agama Islam salihun likulli zaman wa makan. [HW]

Abdur Rouf Hanif
Ketua Lakpesdam PCNU Tanggamus, Lampung.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini