Saya akui, saya belum begitu ahli dalam hal tulis-menulis, tapi hal ini saya jadikan proses untuk terus bertahap untuk memperbaiki diri dan menyalurkan sedikit yang pernah saya pelajari, khususnya dalam ilmu pengetahuan. Semuanya teringkas dalam catatan sebagai berikut :

1. Sejarah dan pendapat ulama mengenai ilmu ini

Di kesempatan kali ini saya akan sedikit mengulas ilmu munasabah sebagai pengantar kita dalam sedikit merenungi keserasian firman-Nya; kitab suci yang paling mulia.

Menurut Imam Suyuti dalam kitabnya Al-Itqon, ilmu ini muncul, bermula dari seorang ulama bernama Syekh Abu Bakr An-Naisaburi (590H- 671H), beliau seringkali menanyakan “kenapa ayat A diletakkan disamping ayat B ? Apa hikmah surat D setelah surat C?”.

Ibn al Arabi pernah menyinggung hal ini sembari mengatakan : “Ikatan ayat-ayat Alquran, satu bagian dengan bagian yang lainnya (mulai awalnya sampai akhirnya) seperti satu kalimat yang tersambung, yang selaras maknanya, yang tersusun kalimatnya, ini adalah suatu ilmu yang agung, akan tetapi tidak akan bisa memaparkannya kecuali orang yang benar-benar Alim”.

Berbicara tentang ilmu tafsir tak lepas dengan ilmu munasabah, kendati demikian tidak semua mufassir dapat menyingkapnya. Sebab dibutuhkan ketelitian dan detail mufassir dalam fase penggalian makna, oleh karena itu Imam Ar-Razi berpendapat : “Hanya saja aku melihat mayoritas para mufassir memalingkan diri dari rahasia-rahasia (keserasian antar kalimat,ayat dan surat), mereka tidak penuh perhatian terhadap misteri-misteri didalamnya”. Kemudian ia melanjutkan dengan nazaman syair :

والنجم تستصغر الأبصار صورته# والذنب للطرف لاللنجم في الصغر

“Bintang bentuknya kecil jika dilihat oleh mata# yang salah adalah matanya (menganggap bintang kecil) bukan keadaan sebenarnya bintang itu kecil”.

Sehingga jika bait ini mengisyaratkan sesuatu, maka menurut saya ini mengisyaratkan bahwa “ Banyak mufassir yang lengah menganggap ilmu munasabah ini remeh dan sepele, padahal bukan ilmu munasabahnya yang remeh akan tetap kebanyakan mufassir-lah yang tak mampu menyingkapnya”.

2. Definisi dan Manfaat mempelajari ini

Secara etimologi المناسبة (baca: al-munasabah) diambil dari kata نسب (nasaba) yang berarti اتصال شيء بشيء, hubungan atau koneksi sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Sedangkan, Secara terminologi yaitu hubungan atau koneksi antar ayat-ayat Al Quran dan surat-suratnya melalui perantara suatu media/penghubung yang mengikat keduanya.

Baca Juga:  Waktu Terbaik untuk Membaca Al-Qur’an

Yups, tidaklah mempelajari ilmu ini kecuali untuk:
A. Menampakkan sisi balaghoh Quran dan kemukjizatannya.
B. Memudahkan dalam pembahasan Tafsir tematik.
C. Memudahkan menemukan hikmah dalam hukum-hukum syar’i.
D. Merealisasikan keimanan dan menghilangkan keraguan

3. Macam-macam variasi Munasabah/hubungan antar ayat

A. Nampak secara langsung (ظاهرة), hal ini dapat diketahui atas 3 macam:

1). Dapat berupa tafsir (penjelasan) :

ثُمَّ مَآ أَدْرَىٰكَ مَا يَوْمُ ٱلدِّينِ (١٨) يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِّنَفْسٍ شَيْـًٔا ۖ وَٱلْأَمْرُ يَوْمَئِذٍ لِّلَّهِ  (١٩)

Artinya : “Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari Pembalasan itu? (18) (Yaitu) pada hari (ketika) seseorang sama sekali tidak berdaya (menolong) orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah (19)” (QS. Al-Infitaar: 18-19). Ayat ke 19 menjadi tasfsir bagi ayat 18.

2). Dapat berupa ta’kid (penguatan) :

قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ (١) ٱلَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَٰشِعُونَ (٢) وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنِ ٱللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (٣)

Artinya : “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman (1) yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya (2) dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna (3)” (QS. Al-Mu’minun: 1-3). Ayat ke 3 sebagai penguat makna ayat ke 1 dan 2.

3). Dapat pula berupa tatmim (penyempurna) :

إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ (٢) إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ (٣)

Artinya : “Sungguh, manusia berada dalam kerugian (2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran (3)” (QS. Al-Asr: 2-3). Ayat kedua tidak akan sempurna maknanya tanpa adanya ayat ketiga.

B. Tidak nampak secara langsung (غير ظاهرة), yakni butuh pemikiran dan penggunaan aqa untuk menemukannya. Adapun hal ini terjadi dalam banyak hal:

1). معطوفة للتضاد , munasabah dalam satu kalimat (satu ayat) hanya saja berlawanan makna,

وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٢٤٥)

Artinya: “ Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245). Adapun kalimat yang berlawanan adalah القبض (menahan) dan البسط (melapangkan).

2). التضاد غير معطوفة, berlawanan makna bukan dalam satu ayat.

وَٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إلَيْكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِٱلْءَاخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (٤) أُو۟لَٰٓئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ (٥) إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ سَوَآءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (٦)

Baca Juga:  Mempercayai Hal-Hal yang Ghaib

Artinya : “Dan mereka yang beriman kepada (Al-Quran) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat. (4) Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (5) Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman.(6) “ (QS. Al-Baqarah: 4-5). Pada awal surat Al-Baqarah sampai ayat 5 mendeskripsikan sifat-sifat orang mukmin, kemudian di ayat 6 mulai masuk pembicaraan terhadap kebalikan orang mukmin yaitu orang-orang kafir.

3). حسن المطلب, yaitu keluar dari suatu objek pembahasan menuju suatu tujuan inti, akan tetapi dilakukan setelah menyelesaikan wasilah.

وَٱلَّذِى هُوَ يُطْعِمُنِى وَيَسْقِينِ (٧٩) وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (٨٠) وَٱلَّذِى يُمِيتُنِى ثُمَّ يُحْيِينِ (٨١) وَٱلَّذِىٓ أَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لِى خَطِيٓـَٔتِى يَوْمَ ٱلدِّينِ (٨٢) رَبِّ هَبْ لِى حُكْمًا وَأَلْحِقْنِى بِٱلصَّٰلِحِينَ (٨٣)

Artinya : “ Dan Ia (Allah) yang memberi makan dan minum kepadaku (79) dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku (80) dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali) (81) dan yang sangat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari Kiamat (82) (Ibrahim berdoa), “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, (83)”. Ayat ini menjelaskan tentang nabi Ibrahim yang awalnya memuja dan menuju Allah (sebagai wasilah) kemudian menggiring ke inti pembahasan lain berupa doa (sebagai tujuan inti).

4). Dan lain sebagainya, yang tidak kami sebutkan satu persatu.

4. Contoh-contoh munasabah dalam beragam bentuk:

A. Munasabah antara pembuka surat dan akhirnya :
Surat Al-Mu’minun ayat pertama diawali dengan:

قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ (١)

Artinya: “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman”. Kemudian ayat 117 diakhiri dengan :

إِنَّهُۥ لَا يُفْلِحُ ٱلْكَٰفِرُونَ

Artinya: “Sungguh orang-orang kafir itu tidak akan beruntung.

B. Munasabah antara awal surah dan akhir surah sebelumnya, semisal akhir surat An-Nisa banyak mengandung perihal tauhid dan keadilan antar sesama hamba/manusia, kemudian datanglah Al-Maidah sebagai penguat dan penyempurna isi An-Nisa, sehingga awal surat Al-Maidah dibuka dengan :

Baca Juga:  Gitu Kok Ngaku Cinta Al-Qur'an?

…يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji.” (Al-Maidah: 1). Keimanan menunjukkan arti tauhid, kemudian memenuhi janji adalah bentuk sikap keadilan.

C. Munasabah antara akhir surat Al-Fatihah dengan awal surat Al-Baqarah, hal ini tergambarkan jelas bahwa kandungan akhir surah Al-Fatihah berisi tentang permohonan hidayah ke jalan yang lurus:

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

Artinya : “Tunjukilah kami jalan yang lurus”. (QS. Al-Fatihah: 6). Kemudian dijawab secara langsung di awal surah Al-Baqarah tentang “jalan yang lurus itu berupa ” :

ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

Artinya : “Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. (QS. Al-Baqarah :2)

D. Munasabah antara surat Al-Qadr dan Al-Alaq yang terletak setelahnya, tidak diragukan lagi bahwa makna dari isim dhomir (kata ganti) هُ di dalam firman Allah :

إنا أنزلناه في ليلة القدر

Yaitu surat sebelumnya :

اقرأ باسم ربك الذي خلق

Menurut pemahaman penulis, seakan-akan makna dari awal surat Al-Qadr ini adalah :
Sungguh kami telah turunkan surat Al-Alaq di malam lailatul qadar”. Wallahu A’lam.

E. Kebanyakan di dalam surat-surat yang diawali huruf hijaiyyah disandingi segala hal yang berkaitan dengan Al-Quran:

1. الٓمّٓ-ذلك الكتاب لا ريب فيه
2. الٓرٰ-تلك آيات الكتاب الحكيم
3. طه- ما أنزلنا عليك القرآن لتشقى
4. يس-والقراٰن الحكيم
5. ق-والقرآن المجيد
6. وغير ذلك (dll).

Akan tetapi dari 29 surat yang dibuka dengan huruf hijaiyyah ada 4 surat yang tidak disandingi dengan lafaz Quran/kitab, mereka adalah : Surah Maryam, Al-Ankabut, Ar-Ruum, dan Nun atau Al-Qalam.

Demikianlah catatan singkat yang dapat saya sampaikan, catatan tersebut tidak lain hanya representasi dari secuil simfoni dan keselarasan antar ayat dan surat. Semoga bermanfaat. [HW]

Sumber Referensi :
-Al Itqan Fii Ulum al Quran, karangan Imam Suyuthi
-Muqorror Ulum al Quran al Karim, dalam koreksi Prof. Dr. Ibrahim Taufiq Abu Bakr Ad Diib, Prof. Dr. Husain Asy-Syarbini Muhammad Dkk.
-Al Mufrodat Fi Ghariib al Quran, karangan Raghib Al-Asfahaani.

Abdul Karim Amrullah
Mahasiwa Fakultas Ushuluddin Al-Azhar

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. […] membaca al-Qur’an lebih baik Memilih hari-hari yang  telah ditentukan oleh Rasulullah, seperti  hari Jumat , senin, […]

    Tinggalkan Komentar

    More in Pustaka