Pesantrenku Pesantren Keren: Menuju Pesantren Gen Z

Lembaga keagamaan seperti pesantren sudah selayaknya kita beri apresiasi setinggi- tingginya, karena dalam kurun waktu kini, sudah menghasilkan tokoh- tokoh besar, seperti dimulai sejak era penjajahan kita kenal pangeran Diponegoro, Teuku umar, Teungku Chik Ditiro kemudian era perjuangan kemerdekaan kita kenal dengan Ki Hajar Dewantara, Kartini, KH Wahid Hasyim, KH Wahab Hasbullah, dan zaman sekarang lebih banyak tokoh fenomenal yang berasal dari produk pesantren. Untuk tetap mengeksistensikan prestise tersebut, pesantren seiring perkembangan zaman harus di inovasi, mungkin bisa kedepan mendirikan pesantren filsafat, pesantren bisnis, pesantren politik, pesantren sosiologi, pesantren science, tanpa mengurangi sistem asli yang dimiliki dalam pesantren, nama tersebut hanya untuk melabeli atau menarik minat masyarakat terhadap pendidikan ala Walisongo tersebut secara inovatif.

Gagasan untuk Inovasi Kedepan

Yang pertama kali untuk perinovasian dimulai dari sistem tarbiyah dalam pesantren, mungkin untuk pesantren modern dan semi modern sudah melakukan implementasi inovasi demi inovasi, namun pada kenyataan sistem yang dipakai masih produk penjajah yakni sekolah, kali ini sistem yang kuno seperti sorogan dan badongan, harus diperbaharui, demi keberlangsungan warisan wali songo di era kini, tanpa mengurangi substansi pengajaran tersebut. Mungkin dalam kurikulumnya bisa dibuat seminggu tiga kali tentang sorogan literasi digital, dimana santri maju membawa smartphone yang telah di downloadkan Elektronik Book, kemudian yang sudah dibaca dan dipahami lalu menjelaskan kepada mualim, dan tugas mualim sebagai pengarah atau penambah wawasan santri tersebut. Dan juga dalam pengajaran tidak harus terpaku dengan kitab, bisa dengan Ilmu- Ilmu pengetahuan, seperti filsafat, sosiologi, biologi, kimia hingga matematika.

Metode Badongan seperti biasanya mengkaji kitab- kitab salaf terlebih pokok membedah dan memberi makna Ilmu Syariah, mugkin bisa ditambah dengan mengkaji kitab para cendekiawan muslim yang dimana mengajarkan Ilmu- ilmu pengetahuan, seperti Kitab Al Qaunun fii Thib kitab kedokteran karya Ibn Sina, kitab Bidayatul Mujtahid kitab hukum karya Ibn Rusyd, Kitab Al Falsafah Al Ulaa kitab Filsafat karya Al Kindi, Kitab Muqodimah kitab Sosiologi (Ilm Al Umran) karya Ibn Khaldun.

Baca Juga:  Pesantren dan Sosok Abdi Ndalem

Masih banyak lagi kitab- kitab Ilmu pengetahuan dari cendekiawan muslim yang seharusnya diwariskan kepada santri- santri yang dimaksudkan agar santri mampu meneruskan perjuangan mereka dan menggenggam dunia dengan ilmu dan amal. Selanjutnya untuk metode seperti muhawaroh, khitobah, ta’lim sepertinya sama yang diatas yakni pengintegrasian antara ilmu dunya wa ilmu ahkirot dalam diri seorang santri. Khususnya mengembalikan era dimana kejayaan islam dengan ilmu pengetahuan (Golden Of Age). Dengan pembudayaan metode pengajaran tersebut, nantinya seorang santri mampu mengagumi dan mengidolakan tokoh cendekiawan muslim tersebut.

Yang kedua peningkatan value dan knowledge dalam diri mualim, seorang mualim seharusnya di zaman kini, harus mengerti tentang iptek dan media sosial lainya, selain itu ia adalah tokoh cerminan akhlak, ia juga harus memberikan pengetahuan preventif tentang penyalahgunaan iptek, dan yang sekarang berkembang. Misalnya kasus pelecehan di pesantren, dengan maraknya kasus tersebut semakin mengurangi akuntabilitas pesantren. Maka karena itu ada upaya dari pihak pemerintah pusat untuk mengesahkan suatu peraturan yang mengatur dan menghukum para pihak criminal khususnya di daerah pesantren, atau membentuk satgas khusus untuk penanggulangan pelecehan di daerah pesantren yang melibatkan banyak aspek, dan selanjutnya adanya kerjasama(Cooperation) antara lembaga dibawah naungan pemerintah dengan masyarakat, bersama- sama mengadakan Kontrol sosial dan pengawasan social seperti membuat angket kekerasan seksual kepada santri, atau evaluasi dalam mendidik putera dan puterinya selama di pesantren, dan ditambah pula peran mahasiswa sebagai produk akademisi menyebarkan atau melaporkan bila mana kasus itu terjadi, serta menganalisis dan membaca juga merehabilitasi korban kekerasan seksual, agar mental dari korban cepat lekas pulih, walau sulit untuk melupakan trauma tersebut.

Baca Juga:  Gus Dur dan Ahmadiyah: Legasi Toleransi Bagi Kaum Milenial

Yang ketiga, dengan banyaknya SDM di wilayah pesantren, jika dimanfaatkan untuk pemberdayaan ekonomi pastilah, Indonesia akan menjadi bangsa yang besar, begitupun sumber daya alam yang banyak ini, seharusnya sebagai calon intelektual dapat mengelola sumber daya alam tersebut dan melakukan pemberdayaan ekonomi. Pemberdayaan dari segi kebahasaan, pemberdayaan merupakan terjemahan dari Empowerment, adapun dalam kamus Oxford pemberdayaan memiliki dua makna yakni To give power dan To give ability, atau singkatnya usaha untuk memberi kemampuan atau pemberdayaan. Sedangkan secara istilah banyak tokoh menjelaskan arti tersebut salah satunya. pemberdayaan ekonomi menurut Hutomo yang menyatakan bahwa pemberdayaan ekonomi adalah penguatan pemilikan faktor- faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk mendapat gaji atau upah yang memadai, dan penguatan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan keterampilan, yang harus dilakukan dengan multiaspek, baik dari masyarakat sendiri, maupun aspek kebijakan lainya, definisi ini banyak dipakai oleh kalangan penyelenggaraan pemerintah. Sedangkan menurut Sumodiningrat mengatakan bahwa pemberdayaan ekonomi adalah usaha untuk membuat perekonomian kita menjadi besar, kuat dan berdaya saing tinggi.[1]

Adapun cara tersebut bisa memberikan pertama di kalangan pesantren tentang pengetahuan pasar modal, dan memberikan analisis SWOT, juga memberikan wadah sebagai praktik untuk pemberdayaan ekonomi, dengan bantuan pemerintah pusat, apalagi beruntungnya sekarang disahkannya Perpres 82 tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren memperkenalkan skema terbaru yakni Dana Abadi Pesantren. Dana tersebut adalah dana yang dialokasikan khusus untuk pesantren dan untuk menjamin keberlangsungan pengembangan pendidikan pesantren yang bersumber dari dana abadi pendidikan. (Jogloabang, 20 September 2021)

Dengan adanya dana tersebut diharapkan pesantren mampu untuk memberdayakan kegiatan yang berada di pesantren, misal bisa mengadakan agenda pesantren kreatif, pesantren digital, dimana mualim selain menjadi pengajar bisa menempatkan santri- santrinya untuk berwirausaha, atau memberikan pengarahan pengetahuan tentang pasar modal online, seperti binomo, fortex, ipot, cimb. Atau bisa menempatkan santri kepada jual beli online (market place).

Baca Juga:  Sopir Kiai (SK), Wujud Khidmat Kepada Juru Dakwah

Namun yang paling utama dari semua itu adalah individu sendiri yang mampu untuk megembangkan dan mengasah dan menganalisis apa yang paling trend untuk permintaan pasar. Santri yang sudah melakukan hal- hal tersebut, pastilah nanti jika sudah keluar dari pondok, akan mudah adjustment kepada masyarakat.

Yang terakhir, seperti yang dijelaskan di awal, pesantren sebagai Guardian of Etic, penjagaan moral, terutama seorang mualim atau kyai tetap mempertahankan pendidikan etikanya, dimulai dari kyai sendiri pengimplemetasianya, seperti hal yang umum terjadi di pesantren, kitab- kitab salaf tasawuf dan etika sebagai landasan dalam bertindak dan beramal. Hal terakhir ini adalah hal yang paling utama dari sekian penjelasan tadi, karena pada substansinya lembaga pesantren adalah mencetak karakter insan yang berdedikasi, bermasyarakat, berilmu dan berakhlak juga beramal. Sekian, Semoga bermanfaat. []

Sumber Referensi:

Nadzir Mohammad, Jurnal Economica, Membangun Pemberdayaan Ekonomi di Pesantren, Vol VI, Edisi 1, Mei 2015, hlm, 40.

[1] Nadzir Mohammad, Jurnal Economica, Membangun Pemberdayaan Ekonomi di Pesantren, Vol VI, Edisi 1, Mei 2015, hlm, 40.

Krisna Wahyu
Mahasiswa UIN SATU Tulungagung, seorang penulis buku Mahabbatul Haqq, Kekasih Mimpi Dalam Doaku.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini