Ramadan merupakan bulan yang ditandai dengan turunnya Al Qur-an. Wahyu pertama Rasulullah sebagai mukjizat terbesar yang hingga kini masih terjaga. Adapun yang menjadi wahyu pertamanya yang diterima di Gua Hira’, yaitu QS Al ‘Alaq 1-5, yang intinya merupakan perintah membaca. Membaca adalah suatu aktivitas penting dari ilmu pengetahuan.

Membaca tidak sebatas ayat-ayat qauliyah, melainkan juga ayat-ayat kauniyah. Membaca ayat-ayat qauliyah tidak hanya mengartikulasikan apa yang tertulis, melainkan juga menafsirkan tulisan secara kontekstual, sehingga memperoleh makna apa yang ada di balik tulisan. Sedangkan membaca ayat-ayat kauniyah secara tepat hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman masa lalu yang relevan, sehingga bacaannya bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Kedua aktivitas membaca sangatlah penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Ramadan adalah saat yang tepat untuk melakukan aktivitas membaca Al Qur-an untuk bisa mendapatkan kebaikan, pahala dan keberkahan dari Allah swt. Ramadan, saat yang tepat pula untuk mengetahui petunjuk Allah swt yang ada dalam Al Qur-an, dan memahami berbagai penjelasan dari petunjuk itu, sehingga kita bisa membedakan yang hak dan yang batil. Hal ini ditegaskan oleh Allah swt dalam QS Al Baqarah:185, yang artinya “Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur-an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)…”. Di sini kita sebenarnya tidak hanya sekedar membaca, melainkan juga mamahami isi dan berusaha untuk bisa mengimplementasikan isinya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk memahami, menguasai dan mengimplementasikan ayat-ayat qauliyah dan kauniyah sangat dibutuhkan penguasaan ilmu pengetahuan yang relevan. Sementara dunia yang terus berubah, baik secara fisik maupun sosial tidak bisa dihindari. Perubahan itu sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian pula sebaliknya bahwa perubahan yang ada sekarang juga menuntut ilmu pengetahuan untuk di-upgrade, sehingga kehidupan selalu sesuai dengan kemajuan zaman.

Baca Juga:  Niat Puasa Ramadan Sebulan Penuh, Bolehkah?

Ramadan setidak-tidaknya selalu mengingatkan kita akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam hidup kita. Karena kita tidak bisa meraih sukses hidup di dunia ini jika kita tidak menguasai ilmu pengetahuan. Demikian juga untuk meraih hidup sukses akhirat. Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa ingin memperoleh kebahagiaan hidup di dunia harus dengan ilmu dan barang siapa ingin memperoleh kebahagiaan akhirat harus dengan ilmu dan barang siapa ingin memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat harus dengan ilmu.” (HR Imam Bukhari). Begitu penting dan strategisnya posisi ilmu pengetahuan dalam kehidupan kita, termasuk dalam kehidupan beragama, dan menunaikan shiyam Ramadan, khususnya.

Menunaikan ibadah Ramadan dengan Iman dan ilmu serta niat yang bersih akan menjadikan puasanya bisa compline dengan syariahnya, sehingga puasanya dapat mendatangkan kebaikan dan keberkahan. Sebaliknya puasa yang tidak didasari iman dan ilmu serta berpuasa yang benar, maka yang terjadi hanya haus dan dahaga. Tidak mendapatkan apa-apa. Rasulullah saw bersabda “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy).

Ramadan saat ini, yang bertepatan dengan Era Covid-19 adalah Ramadan yang spesial. Biasanya kita bisa menambah ilmu lewat majlis ta’lim, Ceramah menjelang Salat Tarawih dan bakda Salat Subuh, menyambut Buka Bersama, Ceramah Nuzulul Qur-an, Pesantren Kilat, Paket I’tikaf, dan sebagainya. Kini kita tidak memperoleh tambahan ilmu lewat berbagai Agenda tersebut. Untuk menjaga keistimewaan dan keberkahan Ramadan, sebaiknya kita segera mengalihkan aktivitas menuntut ilmu agama dan lainnya secara digital berdasarkan waktu yang sesuai dengan jadwal kegiatan kita. Tanpa upaya proaktif, kita akan meninggalkan waktu dengan sia-sia.

Baca Juga:  Dengan Puasa, Berarti Berkontribusi Menjaga Alam

Demikianlah berbagai hal yang patut kita renungkan. Bahwa “Addiinu huwal ‘aqlu wa man laa diina lahu laa ‘aqla lahu”, yang artinya “Agama adalah akal. Siapa yang tidak memiliki agama, tidak ada akal baginya.” (HR An Nasai). Kita dalam beragama tidak bisa dilepaskan dari aktivitas otak atau pikiran kita. Karena itu selama Ramadan, kita perlu terutama meningkatkan ilmu pengetahuan kita, sehingga amaliah kita lebih bermakna, termasuk amaliah Ramadan kita. Bagaimana di tengah-tengah kesulitan ini, amal kita selama Ramadan tetap terjaga, dan lebih bagus lagi kualitasnya. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Bani Israel (1)
    Pustaka

    Bani Israel (1)

    Saya membaca Al-Qur’an. Saya buka surat Al-Baqarah. Isinya dibuka dengan klasifikasi tiga golongan. ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah