Perbedaan Pemahaman Manusia Terhadap Al-Qur'an
Salah satu kaidah penting penafsiran Al Qur’an yang menjadi pegangan para pegiat tafsir adalah sebagian ulama’ diberi oleh Allah pemahaman yang bisa jadi berbeda dengan yang lainnya, dan itu semua tergantung kemampuannya dalam mengelola hatinya dan kesiapannya dalam menerima pemahaman dari Allah.

 

Dalil yang sering dipakai oleh para ulama untuk menegaskan kaidah ini adalah pujian Allah kepada Nabi Sulaiman yang diberi-Nya pemahaman terhadap putusan sebuah perkara sedangkan Nabi Dawud tidak diberi-Nya, dalam firman-Nya:

 

فَفَهَّمْنٰهَا سُلَيْمٰنَۚ وَكُلًّا اٰتَيْنَا حُكْمًا وَّعِلْمًاۖ
“Dan Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat); dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah dan ilmu”.

 

Oleh karenanya, perkembangan tafsir Al Qur’an tidak terelakkan karena Allah akan selalu menitipkan pemahaman-pemahaman Al Qur’an kepada para ulama’ yang Allah kehendaki dengan pemahaman yang “mungkin” baru dimunculkan di era ulama’ tersebut mengingat kebutuhan zaman yang mendesak pada masanya.

 

Dalam hal ini, Nabi Muhammad pernah mengisyaratkan bahwa yang datang belakangan “terkadang” lebih memahami :

 

لِيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ مِنْكُمْ فَلَعَلَّ مَنْ يُبَلَّغُهُ يَكُونُ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ يَسْمَعُهُ
قَالَ مُحَمَّدٌ: وَقَدْ كَانَ ذَاكَ قَالَ: قَدْ كَانَ بَعْضُ مَنْ بُلِّغَهُ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ

 

Dan hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir diantara kalian?. Dan mungkin (semoga) yang menerima penyampaian lebih memahami dari orang yang hanya mendengarnya.” Muhammad berkata; “Dan waktu itu beliau juga bersabda: “Sungguh telah ada sebagian yang menerima penyampaian lebih memahami daripada yang hanya mendengarkan.”

 

Berdasarkan hal ini, usaha-usaha penafsiran Al Qur’an selayaknya tetap harus dilakukan dalam rangka menyediakan diri khidmah kepada Al Qur’an dengan memantaskan diri dan berharap diberi oleh Allah pintu-pintu pemahaman Al Qur’an yang dibutuhkan oleh masyarakat dan membantu menyelesaikan masalah mereka.

 

Dalam hal ini, Syekh Al Amin As Syinqithi berkata:

 

في القرآن كل شيء، والناس إنّما يأخذون بقدر استعداد أذهانهم، كل يغرف بحسب فهمه

 

Dalam Al Qur’an ada segala sesuatu, Sedangkan manusia hanya mampu mengambil darinya berdasarkan kadar kesiapan akal pikirannya, masing-masing menggayung darinya sesuai kadar pemahamannya“.

 

Maka, mari kita mempelajari Al Qur’an dan bersungguh-sungguh dalam menggali makna Al Qur’an dan memahaminya, karena Allah tetap menyisakan ruang bagi setiap generasi untuk berinteraksi dengan Al Qur’an dan menjanjikan kepada mereka pemahaman-pemahaman yang dibutuhkan untuk menjawab problematika zamannya. []

 

Wallahu A’lam.
M Afifudin Dimyathi
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang, dan Katib Syuriah PBNU.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini