Keadilan Sosial dan Kesejahteraan bagi Kaum Lemah

Dalam konteks kehidupan, Islam adalah agama yang tidak hanya berorientasi terhadap hal-hal keduniaan atau akhirat saja. Akan tetapi, harus ada keseimbangan antara keduanya. Sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam Al-Qur’an bahwa agama yang benar disisi Allah SWT hanya satu yakni (agama) Islam. Islam sangat serius dalam mengatur aspek kehidupan, maka islam juga berbicara soal keadilan sosial untuk mewujudkan kehidupan masyakart yang mapan dan sejahtera.

Keadilan sosial islam adalah keadilan kemanusiaan yang meliputi seluruh segi dan faktor dasar dalam kehidupan manusia. Keadilan sosial dalam islam bukanlah semata-mata keadilan sosial ekonimi yang terbatas, karena keadilan sosial dalam islam berurusan dengan seluruh segi dan kegiatan manusia, bahkan juga mengenai pemikiran dan sikap, hati dan kesadaran. Dalam konsep yang lebih tepat, nilai-nilai yang harus ditangani dalam keadilan sosial menyangkut nilai-nilai ekonomi dan material dengan nilai moral dan spiritual secara bersama-sama.

Dalam realitas yang terjadi, nilai-nilai keadilan merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam menjalani kehidupan secara bersama-sama didalam bingkai kenegaraan untuk dapat mewujudkan tujuan negara, yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya dan wilayahnya dalam rangka mencerdaskan dan mengangkat kehidupannya dalam segi perekonomian seluruh warganya.

Persoalan keadilan menjadi masalah yang kompleks dan terkadang rumit yang biasa kita jumpai dimasyarakat khususnya keadilan sosial. Keadilan sosial adalah bagian rumusan yang tertuang didalam rumusan sila kelima Pancasila. Dimaksud keadilan sosial sendiri sendiri, karena mengandaikan adanya keadilan sebuah individu artinya; sikap atau perilaku yang bersifat individu pancasilais yang memiliki keutamaan atau kebijakan berupa keadilan itu sendiri.

Maksud keadilan sosial juga bukan melulu tidak hanya ditunjukan kepada masyarakat secara umum, akan tetapi juga kepada individu. Dalam hal ini, meskipun perhatian keadilan sosial terhadap individu tetap ada, namun keadilan sosial tidak tergantung dari kehendak individu melainkan dari struktur-struktur. Yang dimaksud keadilan struktur, apabila mampu mencapai struktur proses-proses ekonomi, politik, sosial, budaya dan ideologis dalam masyarakat yang telah membagikan kekayaan masyarakat secara adil dan menjamin bahwa setiap warga negara akan memperoleh haknya.

Baca Juga:  Konflik Sosial dalam Umat Beragama

Thommas Hobbes, Seorang Filsuf berkebangsaan Inggris yang beraliran empirisme. Menurutnya keadilan ialah suatu perbuatan dapat dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati. Yang dimaksud dari perjanjian disini adalah wujud dari perjanjian antara dua pihak yang sedang memiliki keterikatan bisnis, sewa-menyewa dan bermakna luas.

Secara sederhana, makna keadilan adalah harapan dan dambaan bagi setiap orang dalam tatanan kehidupan sosial. Setiap negara maupun lembaga-lembaga dan organisasi mempunyai visi-misi yang sama terhadap keadilan, walaupun terkadang persepsi dan konsepsinya berbeda-beda. Karena dalam banyak pemahaman keadilan sebagai konsep yang relatif dan menjadi tolak ukur yang sangat beragam antara satu negara dengan negara yang lainnya. Dan masing-masing ukuran keadilan didefinisikan dan ditetapkan oleh masyarakat sesuai dengan tatanan sosial masyarakat yang bersangkutan.

Sumber keadilan menurut Majid Khadduri ada dua, yaitu: keadilan positif dan keadilan revelasional. Keadilan positif adalah konsep-konsep produk dari manusia yang dirumuskan berdasarkan kepentingan-kepentingan individual maupun kepentingan kolektif mereka. Skala keadilan ini berkembang melalui persetujuan-persetujuan diam-diam ataupun tindakan formal, sebagai produk interaksi antara harapan-harapan dan kondisi yang ada. Sedangkan keadilan revelasional adalah bersumber dari Tuhan yang disebut dengan keadilan Ilahi. Keadilan ini dianggap hanya berlaku bagi seluruh manusia, terutama bagi pemeluk agama yang taat.

Al-Qur’an telah memerintahkan agar menegakan keadilan kepada para rasul-rasul, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Hadid ayat 25:

لَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنٰتِ وَاَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتٰبَ وَالْمِيْزَانَ لِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِۚ وَاَنْزَلْنَا الْحَدِيْدَ فِيْهِ بَأْسٌ شَدِيْدٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللّٰهُ مَنْ يَّنْصُرُهٗ وَرُسُلَهٗ بِالْغَيْبِۗ اِنَّ اللّٰهَ قَوِيٌّ عَزِيْزٌ ࣖ – ٢٥

Artinya:

‘’Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Maha Perkasa.’’ (QS. Al-Hadid:25)

Allah SWT juga memerintahkan orang-orang mukmin untuk menegakan keadilan dan termasuk kedalam amal shalih serta orang mukmin yang menegakan keadilan dapat dikategorikan sebagai orang yang telah berupaya meningkatkan kualitas ketakwaan dirinya. Dengan istilah lain, bahwa keadilan sebagai indikator yang paling nyata dan dekat dengan hal ketakwaan. Allah SWT berfirman:

Baca Juga:  Harlah NU di Palembang Gelar Rangkaian Halaqah: Perubahan Iklim, Reforma Agraria, hingga Perhutanan Sosial

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ – ٨

وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِۙ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ عَظِيْمٌ – ٩

Artinya:

‘’Wahai orang-orang yang beriman! jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (bahwa) mereka akan mendapatkan ampunan dan         pahala yang besar.’’(QS. Al-Maidah: 8 dan 9).

Dalam agama islam, keadilan sosial ditegakan atas tiga asas; kebebasan jiwa yang mutlak, persamaan kemanusiaan yang sempurna, dan jaminan sosial yang kuat. Keadilan sosial dalam islam, bertitik tolak dari suatu prinsip yang menggariskan bahwa kepemilikan terhadap harta kekayaan tidaklah bersifat mutlak, oleh karena itu kepemilikan yang mutlak adalah monopoli dari Allah SWT sang maha pencipta alam semesta dan segenap isinya. Manusia sebagaia makhluk hanyalah pemilik dalam makna yang nisbi. Maka dengan begitu konsep islam, dalam setiap individu muslim bertanggung jawab kelak di akhirat tentang asal usul harta miliknya dan kemana harta itu kemudian dibelanjakan dan dipergunakan.

Perkembangan zaman semakin maju dan kehidupan kian gemerlap, maka terjadilah perkembangan dalam model pemikiran manusia terutama bisa dilihat pada kehidupan barat, yang banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berusaha menjawab problematika kehidupan masyarakat diantara pemikiran yang lahir di barat ini tidak sesuai dengan islam adalah sebuah sistem yang memisahkan antara kehidupan manusia atau dunia dengan urusan akhirat, atau biasa disebut sekularisme. Di dunia barat, keadilan sosial seakan-akan menjadi dibawah bayang-bayang sekularisme, dimana dalam praktiknya sekularisme menjadi pengendali kehidupan masyarakat barat pada umumnya.

Baca Juga:  Tradisi Kenduri di Punden Menjaga Kelestarian Pohon Beringin sebagai Identitas Sosial Masyarakat

Sebagai contoh dalam persoalan ekonomi dimana berkembangnya sistem kapitalisme maupun komunisme sebagai pengendali kehidupan ekonomi masyarakat barat telah membawa kerugian dalam kehidupan setiap masyarakatnya. Sayyid Quthb, seorang ulama kelahiran Mesir menegaskan secara terang-terangan sangat menolak sekularisme, kapitalisme dan komunisme sebagai ideologi yang telah gagal. Bagi Sayyid Quthb agama islam adalah sebuah perangkat sistem kehidupan yang sangat komprehensif dan tidak ada sistem manapun buatan manusia yang mampu memberikan jaminan kesejahteraan bagi kehidupan sosial masyarakat.

Sebagai penutup, keadilan merupakan sebuah dambaan bagi semua orang dan suatu ciri utama dalam ajaran Islam. Karenanya setiap orang muslim akan memperoleh hak dan kewajibannya secara sama. Berdasarkan pada hakikat manusia yang derajatnya sama antara satu mukmin dengan mukmin lainnya. Dan yang membedakan hanyalah terletak pada tingkat ketakwaan dari setiap mukmin tersebut. Hak dan kewajiban oleh setiap manusia memiliki makna yang berbeda-beda. Dimana dengan tegaknya suatu keadilan maka akan membuat setiap manusia merasa nyaman dan bahagia. (Wallahu A’lam Bissh Showwab). []

A’isy Hanif Firdaus, S.Ag.

Sekretaris Umum Pengurus Pusat IKAF Babakan-Tegal, Sekretaris PR. IPNU Dukuh Kedawon, Lembaga Pers dan Penerbitan PAC. IPNU Kec. Larangan Kab. Brebes.

A’isy Hanif Firdaus
Anggota Gusdurian UIN Walisongo Anggota Relawan lindungihutan.com Semarang Anggota Pelita Semarang

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini