Sebenarnya agama Islam adalah agama yang fleksibel, tidak kaku, bisa menyesuaikan diri dengan latar belakang dan kondisi sosial yang ada, tidak pakem. Apabila Islam memerintahkan suatu hal, namun karena keadaan tertentu sehingga tidak bisa dilakukan, Islam akan memberikan alternatif lain.
Shalat misalnya, Islam memerintahkan pemeluknya untuk menjalankan shalat wajib lima waktu yang harus dijalankan, namun apabila karena suatu hal sehingga tidak dapat melakukan shalat dengan berdiri, Islam menawarkan alternatif lain, bisa dilakukan dengan duduk, shalat sambil duduk pun tidak mampu, Islam menawarkan alternatif lain dengan tiduran.
Bahkan sampai dengan posisi terlemah pun Islam tetap mempunyai alternatif lain, ketika badan sudah tak bisa digerakkan misal, namun masih sadar, bisa dengan isyarat, seperti kedipan mata. Semua ini menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama yang semena-mena ataupun kaku, namun Islam adalah agama longgar dan paham kondisi masing-masing pemeluknya.
Hanya Mengharamkan
Dalam buku “Tuhan Ada di Hatimu” karya Habib Husein Ja’far Al Hadar menyinggung fenomena yang terjadi pada saat ini. Terkadang seseorang hanya menghukumi sesuatu tersebut haram, namun tidak memberikan jalan lain. Padahal bisa jadi masalah yang terjadi dan dampak yang ditimbulkan sangat kompleks.
Anak-anak muda senang bermain musik, namun sekelompok orang datang dan menghukumi musik itu haram. Kemudian setelah mereka harus meninggalkan bermain musik, mereka beralih kepada melukis, datang lagi sekelompok orang yang mengharamkan menggambar.
Akhirnya mereka bingung dengan kegiatan beragama mereka, apa-apa yang mereka lakukan dihukumi haram. Setiap mereka berekspresi selalu dilarang. Agama terasa sangat sempit, kesannya hanya menghukumi saja. Seolah-olah pemeluknya tidak diberikan ruang untuk menyalurkan kreativitas bakat ataupun minat guna mengekspresikan diri.
Padahal kita mengetahui anak muda merupakan aset yang amat berharga, siapa lagi kalau bukan mereka yang meneruskan estafet keislaman. Jika anak muda yang kita harapkan sebagai generasi penerus yang akan merawat agama Islam ini justru lari dari agama karena semua dianggap larangan, hal ini justru akan merugikan Islam itu sendiri.
Beri Solusi
Maka akan lebih bijaksana apabila ketika kita menghukumi, kita juga menawarkan alternatif yang lain. Selaras dengan sifat agama Islam yang tidak kaku dan selalu memberikan alternatif lain kepada umat.
“Musik itu haram”. Musik yang bagaimana dulu yang haram? Mayoritas ulama yang menghukumi musik itu Haram, mereka melihat musik ini identik sebagai media untuk mengiringi kemaksiatan, lebih jauh lagi mereka beranggapan bahwa musik menyebabkan lalai kepada Allah. Sebenarnya hal ini yang harus digaris bawahi, titik tekannya adalah pada orientasi pada kemaksiatan dan menyebabkan lalai kepada Tuhan.
Ketika kita menghukumi musik itu haram apabila berorientasi pada kemaksiatan dan membuat lalai pada Allah, kita bisa menawarkan opsi lain. Kita tahu banyak orang yang menggunakan musik untuk menebarkan kebaikan, menyampaikan gagasan kemanusiaan, sosial atau bahkan musik digunakan sebagai medium dakwah. Tentu hal ini akan menjadikan musik sebagai hal yang bermanfaat.
Padahal berdakwah di era saat ini harus benar-benar jeli untuk menuruti apa yang menjadi kesenangan umat. Banyak umat senang kepada musik, kenapa kita tidak terjun ke musik untuk menyebarkan nilai-nilai keislaman. Ada juga umat yang gemar bermain sosial media, mengapa kita tidak menjadikan sosial media menjadi lahan kita untuk berdakwah?.
Dengan begitu Islam sebagai agama akan mampu menyentuh seluruh aspek kehidupan, dimana pun dan apapun yang kita lakukan, dapat mewujudkan nilai agama di dalamnya.
Justru hal-hal yang seperti ini yang menunjukkan bahwa Islam itu hidup, Islam mampu menghadapi segala tantangan yang ada sekaligus mengejawantahkan adagium “al-islamu sholihun likulli zaman wa makan” Islam itu baik, tepat di setiap waktu dan semua tempat. []