Kecakapan Hidup

Happiness is the result of inner maturity. It depends on us alone, and requires patient work, carried out from day to day. Happiness must be built, and this requires time and effort. In the long term, happiness and unhappiness are therefore a way of being, or a life skill”. – Matthieu Ricard

Persoalan hidup adalah sesuatu yang sunnatullah. Dengan begitu tidak seorang pun yang hidup bebas dari persoalan. Ada yang mampu menghadapi persoalan hidup dengan baik dan tuntas, tetapi ada pula yang tidak mampu menghadapinya, sehingga hidupnya dalam kungkungan persoalan. Untuk supaya bisa hidup survive, kita sangat membutuhkan kecakapan hidup.

Dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa, ada yang memiliki semua kecakapan personal- sosial, akademik dan vokasional. Ada yang hanya memiliki kecakapan personal-sosial dan akademik, tetapi ada yang tidak memiliki kecakapan vokasional. Ada yang hanya memiliki kecakapan personal-sosial dan vokasional, tetapi memiliki kecakapan akademik. Ada yang hanya memiliki kecakapan akademik dan akademik saja, tetapi tidak memiliki kecakapan vokasional. Ada yang hanya memiliki kecakapan personal-sosial dan vokasional saja, tetapi ada yang tidak memiliki kecakapan akademik. Ada yang hanya kecakapan personal-sosial atau akademik atau vokasional saja, tetapi ada yang tidak memiliki kecakapan lainnya.

Idealnya setiap individu bisa memiliki ketiga kecakapan hidup. Dengan memiliki semua kecakapan hidup insya Allah dapat menjamin kemandirian hidup, sehingga hidupnya bisa lebih harmoni, bahagia dan damai. Memang tidak mudah menguasai kecakapan hidup. Karena banyak faktor yang menyebabkan, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal, bisa terkait dengan usia, kecakapan mental, kondisi kesehatan fisik dan psikis, dan stabilitas emosi. Faktor eksternal, bisa kondisi ekonomi, dinamika sosial, dan tantangan global.

Baca Juga:  filsafat Hidup

Kecakapan hidup dewasa ini sangatlah diperlukan oleh semua individu. Sejak usia anak-anak, usia remaja, usia dewasa dan usia tua hingga lanjut usia. Kecakapan hidup harus terus terbentuk ketika dalam proses pendidikan dan dunia pekerjaan. Kecakapan hidup saling berhubungan dengan kecepatan dan ketepatan proses pertumbuhan dan perkembangan. Penguasaan hidup cenderung bisa dilalui dengan bantuan orangtua dan orang dewasa lainnya di masa kanak-kanak. Selanjutnya cenderung melalui upaya yang mandiri di usia-usia selanjutnya, utamanya di usia dewasa dan tua.

Mengingat pentingnya kecakapan hidup, maka orangtua dan pendidik harus memberikan bekal yang cukup dengan mempertimbangkan tugas perkembangan dan tantangan hidup yang sedang dihadapinya. Dengan harapan individu itu mampu eksis dan mampu beradaptasi dengan perubahan sosial yang ada. Sebagaimana yang terjadi dewasa ini, munculnya pandemi Covid-19 di tengah-tengah RI 4.0 dan Society 5.0 plus Era Disrupsi. Kondisi sekarang membuat kita semua wajib kemampuan menghadapi goncangan hidup yang luar biasa. Dalam situasi dan kondisi inilah kabutuhan kecakapan hidup menemui relevansinya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup kita di era ini dan seterusnya, kecakapan hidup seharusnya dimaknai lebih luas. Tidak cukup hanya kecakapan personal-sosial, akademik dan vokasional yang kering nilai. Melainkan idealnya harus dilandasi dengan kecakapan spiritual. Lebih operasionalnya bahwa kecakapan spiritual yang berbasis nilai-nilai agama yang diyakini. Ini tidak bisa dipahami sebagai sikap radikalis. Melainkan upaya untuk mendapatkan nilai tambah (added values) terhadap kecakapan hidup yang harus dikuasai.

Menyadari akan posisi strategisnya kecakapan hidup dalam rentang kehidupan kita, maka aktivitas belajar selama pendidikan persekolahan tidak boleh dibatasi dengan belajar akademik. Melainkan yang jauh lebih penting adalah belajar kehidupan. Dengan begitu kurikulum dan program pendidikan yang seharusnya dikembangkan adalah bersifat fungsional dan kontekstual.

Baca Juga:  Prinsip Kesempurnaan Hidup dalam Lagu “Ngelmu Pring” yang Dipopulerkan Rap Rotra Group

Demikianlah berbagai hal tentang kecakapan hidup yang menjadi kompetensi inti dan utama. Yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu, tidak hanya yang diorientasikan untuk meraih kebahagiaan di dunia saja, melainkan juga kebahagiaan di akhirat. Biaya sosialnya terlalu tinggi jika kecakapan hidup yang dibangun hanya untuk di dunia saja. Karena itu upaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pembentukan hidup perlu terus dilakukan, sehingga mendapatkan ridha-Nya. []

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini