Game atau permainan merupakan aktivitas yang banyak digandrungi oleh manusia. Game menjadi semacam alternatif disaat pikiran dan urusan yang tidak kelar-kelar. Sekedar untuk menenangkan pikiran dan kegalauan, bermain game menjadi solusinya. Namun, bermain game layaknya kehidupan, perjalanannya panjang dan penuh dengan tantangan-rintangan. Hal itu menjadikan banyak orang kemudian candu dengan game. Sebagian orang tua merasa risih sebab anaknya begitu gemar bermain game sampai lupa waktu. Dampak-dampak negatif seperti malas bekerja, rebahan, tidak senang bergaul, dan sebagainya dirasakan oleh para orang tua.

Dilansir dari Kominfo.go.id. bahwa jumlah pemain game di Indonesia saat ini tercatat lebih dari 170 juta orang di berbagai platform berdasarkan Peta Ekosistem Industri Game Indonesia 2021. Itu menjadikan Indonesia sebagai negara ke-3 jumlah pemain game terbanyak se-dunia. Jumlah besar itu perlu dipertanyakan dan didalami, kenapa orang-orang menjadi sangat gandrung bermain game?, ada apa di dunia game?

Dunia Game

Terlepas dari dampak negatif kecanduan game, perlu digarisbawahi faktor apa yang menjadikan game begitu digemari dan kemudian bandingkan dengan fakta riil yang terjadi di dunia nyata. Ada disfrensiasi yang sangat mendasar sehingga perlu adanya perubahan pola dan cara dalam mendidik anak.

Pertama, game itu sangat apresiatif. Setiap aksi nyata yang dilakukan, selayaknya perlu diapresiasi minimal karena langkahnya yang sudah bergerak, begitulah yang terjadi dalam dunia game. Diawal-awal permainan, anak-anak disambut dengan sangat apresiatif. Selamat datang, inilah pahlawan yang akan membebaskan bangsa kita dari cengkraman makhluk jahat, begitu sambutnya.

Setelah itu, mereka dibreafing dengan jelas siapa saja musuh yang akan dihadapi lengkap dengan peta perjalanannya. Dilengkapi dengan senjata yang canggih sesuai dengan kebutuhan pada level yang dimainkan. Setiap berhasil mengalahkan musuh, maka akan diberikan bonus dan dimeriahkan dengan kembang api dan bunga-bunga. Iklim apresiasi seperti ini yang menjadikan game begitu digandrungi utamanya para anak-anak karena fitrahnya mereka lebih senang dipuji dan diakui eksistensinya dan masih sangat labil pada cacian dan hardikan.

Baca Juga:  Pengalaman Bermain Game Offline ala Playstation

Kedua, ketika memainkan game dan gagal, pasti ada kesempatan lagi. Gagal pada percobaan pertama, mungkin akan berhasil pada percobaan kedua. Gagal tidak lantas berhenti dan menyerah, masih diberikan kesempatan untuk hidup lagi, coba lagi, dan coba lagi sehingga berhasil. Pada percobaan kedua kali dan seterusnya, pasti ada persiapan supaya tidak gagal lagi. Hal itu bisa dengan cara melihat tutorial sehingga lebih siap untuk menyambut kemenangan.

Mungkin semua aplikasi game yang ada, sikap pada pemain yang kalah adalah memberikan kesempatan untuk mencoba lagi. Makanya, istilah coba lagi yang sering kita ucapkan itu sebenarnya berasal dari dunia game. Hampir bisa dipastikan tidak ada permainan game yang jika kalah maka pemainnya dicaci dan dihardik. Karena gagal langsung dimarjinalkan.

Ketiga, gadget itu sangat responsif. Keinginan kita akan dipenuhi hanya dengan sekali sentuh pada layar handphone dan langsung ada respon, tidak bertele-tele dan tidak akan diabaikan. Cepat respon ini membuat anak sangat menggemari dunia game karena yang diinginkannya bisa langsung disediakan.

Lantas bagaimana dengan dunia nyata?

Dunia Nyata

Bagi seorang pendidik, perlu refleksi dan mengambil nilai-nilai positif yang tercermin dari dunia game diatas. Dengan langkah begitu, kita para pendidik akan menyaingi dominasi game dan gadget dari dunia anak-anak. Para pendidik harus kaya apresiasi sekecil apapun sebuah pencapaian. Seorang anak yang melaporkan raport hasil ujian kepada orang tuanya, dengan sederhana hanya ditanggapi, Emm, bagus, singkat dan minim apresiasi.

Ambil permisalan di sekolah, mereka yang sering juara dianggap kurang gaul oleh teman-temannya, mereka yang disiplin dikira hanya pamer, mereka yang profesional dimarjinalkan karena diposisikan sebagai ancaman. Miris, miskin apresiasi.

Baca Juga:  Habis Daring, Gass Game online

Di dunia nyata, kesempatan coba lagi hanya berlaku di dunia game. Anak yang nilainya rendah langsung dikira tidak mampu, IQ rendah, dan distigmakan bodoh. Mereka yang ikut lomba berangkat dari sekolah kemudian gagal juara, teman-temannya mengolok-olok, Hanya menghabiskan anggaran saja!. Statemen semacam itu seakan menutup pintu coba lagi, menjadikannya malas untuk berkembang dan bertumbuh.

Yang terakhir, slow respon. Anak kecil keinginannya memang beragam tanpa berfikir apakah keinginannya bisa terpenuhi atau tidak. Namanya saja masih kecil. Tapi jangan dijadikan alasan karena masih kecil terus diabaikan dan tidak ada respon. Sebagai orang tua harus cepat dalam merespon anaknya minimal menjawab panggilannya. Yang lebih parah, alih-alih menjawab panggilannya, justru memarahinya karena tidak mengerti dengan kesibukan orang tua. Tidak ada jawaban ini akan menjadikan jarak anak-orang tua semakin jauh, akhirnya dia lebih suka memanggil handphone yang cepat respon dari pada memanggil orang tuanya yang lambat respon.

Dari itu, marilah belajar dari dunia game! Ambil nilai positifnya dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. [RZ]

Hozinul Asror
Santri Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen Palengaan Pamekasan, Sarjana Ekonomi di IAI-MU Pamekasan

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini