Opini

Bagaimana Mengalah untuk Kebaikan?

glints
Mengalah adalah sikap ikhlas menerima anugerah dari Allah dan mendedikasikannya untuk kemaslahatan – Rochmat Wahab

Umumnya setiap individu ingin mewujudkan cita-citanya untuk sukses dengan ukurannya masing-masing. Katakanlah berlomba-lomba dalam kebaikan, dengan cara yang baik untuk meraih sesuatu kesuksesan.

Walaupun ada juga yang untuk meraih kesuksesan dengan cara yang kurang sportif dan atau dengan cara yang kurang terpuji. Di samping ada juga yang ingin meraih suatu kesuksesan dengan cara memaksakan atau mengalah.

Mengalah bukan berarti kalah, melainkan menunda saat kemenangan. Untuk apa menang namun dengan cara yang tak sportif. Untuk apa menang tetapi dengan memaksakan diri di luar kemampuan dan modal, yang akhirnya menyisakan beban bagi diri dan keluarga.

Untuk apa menang, tetapi dengan dukungan jasa orang lain yang akhirnya menjadi tanggungan yang tidak ringan setelahnya. Berarti dengan mengalah bisa melakukan konsolidasi dan memantapkan diri hingga saatnya yang tepat untuk meraih prestasi.

Mengalah untuk menerima peraturan yang ada di konstitusi. Sebagai warga negara terikat pada konvensi yang telah disepakati. Tetapi kita tidak boleh berdiam diri, ketika sebagian isi konstitusi ada yang tidak relevan lagi dalam kehidupan berbangsa dan negara serta kondisi rakyat terkini.

Mengalah untuk mengikuti kebijakan birokrasi. Saat ini kita semua manusia di dunia berhadapan dengan Pandemi. Semua tatanan kehidupan mengalami perubahan yang berarti. Kehidupan yang sangat langka terjadi. Selama hidup saya baru kali ini kehidupan baru yang harus dihadapi.

Pemerintah RI seperti pemerintah negara lainnya, bertanggung jawab penuh menyelamatkan warganya tanpa kecuali. Pada saatnya kita tidak yesmen dan perlu bersuara ketika pada tataran implementasi kebijakan ternyata kurang berpihak, sehingga berefek kepada ketidakadilan dan kepedulian.

Mengalah untuk mempersilahkan orang lain berpromosi menjadi pemimpin, jika orang lain itu bermoral, berintegritas, mandiri, profesional, dan memiliki leadership skill.

Jika yang terjadi ada yang menginginkan menjadi pemimpin tidak menunjukkan karakteristik dan sifat-sifat yang pokok tersebut, maka sudah saatnya yang merasa memenuhi persyaratan itu harus ikut ambil bagian untuk berproses dalam biddding dengan sistem apapun yang menjadi ketentuannya.

Mengalah dalam suatu perselisihan menjadi kewajiban, jika kita memang dalam posisi yang salah. Kita tidak boleh memaksakan ambisi atau obsesi untuk berebut kemenangan. Apalagi kita kerahkan masa untuk membela kita. Cara seperti ini masih terjadi dalam berbagai kesempatan. Kita tidak perlu merasa malu menerima kekalahan jika kita memang salah. Ini membutuhkan sikap yang gentle dan sportif.

Mengalah untuk generasi selanjutnya untuk berkiprah. Walaupun kita sebagai orang yang sukses diamanati untuk posisi tertentu. Baik di suatu atau beberapa tempat. Kita harus bisa mengukur diri untuk membatasi posisi dan peran, sehingga bekerja tetap produktif dan bisa memberikan kesempatan orang lain untuk promosi.

Jangan sampai membiarkan ego kita, sehingga kita mau memegang posisi pimpinan selamanya. Ingat bahwa tidak sedikit orang yang berusaha pegang posisi selama mungkin, tapi justru berakhir secara tragis dan tidak menerima penghotmatan yang selayaknya.

Mengalah untuk menjadi imam shalat merupakan sifat terpuji dan tawadlu. Tidak sedikit yang terjadi bahwa pada saat sholat berjamaah ingin sekali menjadi imam, bahkan tidak mau menjadi makmum jika melangsungkan sholat berjamaah.

Padahal belum tentu bacaan dan tajwid dalam membaca Al Qu-an terbaik di antara jamaah lainnya. Baru kita bisa menerima menjadi Imam jika dikehendaki oleh para makmum atau Ta’mir.

Demikianlah beberapa hal yang bisa menjadi renungan bagi kita, bagaimana bisa membangun etika dalam kebersamaan. Saya meyakini bahwa mengalah merupakan salah satu wujud ketawadluan kita dalam bermuamalah. Mengalah demi kebaikan sesuatu yang terpuji.

Dengan mengalah, kita dapat membangun suatu komunitas yang harmoni dan saling respek. Hidup insya Allah relatif damai dan tidak mudah berpotensi konflik.

 

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini