تصرف الإمام على رعية منوط بالمصلحة

 

Saya masih percaya pemerintah khususnya Kemenag, bahwa kebijakan tentang pembatalan Haji sudah melalui diskusi panjang dan pertimbangan matang, bukan berdasar anggapan – anggapan yang tidak jelas sumbernya, dan inilah yang harus dilakukan pemerintah, jika tidak dilakukan, maka tergolong pemerintah yang dzalim. Kepercayaan ini juga dikuatkan dengan hadis Nabi, bahwa ummat Islam tidak mungkin berkumpul dalam kesesatan / kebohongan. Jika tak percaya Kemenag, mau percaya ke siapa lagi?

Persoalan kritik dan memberi masukan ke pemerintah, itu urusan lain, dan itu memang harus dilakukan dengan cara cara yang baik, bukan dg cara menebar Hoax, berita tidak jelas, dan tindakan kain yang justru dilarang. Inilah prinsip amar ma’ruf nahi munkar

اليقين لا يزال بالشك

Saya yakin, kebijakan pemerintah tentang pembatalan Haji benar benar disesuaikan dengan kemaslahatan masyarakat, dan saya yakin uang yang disetor untuk daftar Haji masih aman di pemerintah dan digunakan sebagaimana mestinya, dan keyakinan ini tidak akan hilang dengan berita-berita tak jelas bahkan cenderung hoax seputar Haji

قاعدة التبين

Baik masyarakat atau pemerintah, wajib melakukan klarifikasi seputar berita berita tak jelas seputar pembatalan haji, semisal ttg kuota haji, dana haji yang tidak dibayar, persoalan covid, dll. Tidak hanya masyarakat yang wajib klarifikasi agar tidak masuk pada jurang fitnah, Pemerintah juga wajib memberi edukasi dan klarifikasi seputar isu dan berita tak jelas yang beredar di masyarakat.

Edukasi dan klarifikasi ini penting agar kebijakan pembatalan haji tidak menjadi isu liar yang merembet ke isu atau persoalan-persoalan lain semisal, Kemenag menghambat pemberangkatn Haji, Rukun Islam tinggal 4 setelah kemenag menghapus Haji, dan ujung-ujungnya pemerintah ini adalah taghut, tidak pro terhadap Umat Islam, dan lain sebagainya

Baca Juga:  Tetap Berhaji di Masa Pandemi

قاعدة الحكم الوضعي

Perlu diketahui, kewajiban dalam beribadah selalu dikaitkan dengan hukum wad’i, yaitu hukum yang berkaitan dengan hukum taklifi seperti wajib, haram, mubah, makruh, sunnah. Sederhananya, kewajiban dalam persoalan ibadah tidak boleh dilepaskan dengan pembahasan syarat dan rukunnya, apakah ada mani‘ (penghalangnya), dan lain sebagainya.

Jika dikaitkan dengan haji, maka kewajiban Haji bisa dijalankan jika syaratnya telah terpenuhi, misal syarat perjlanan aman, mampu melakukan perjalanan, dan lain sebagainya. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka kewajiban Haji belum bisa dijalankan, oleh karena itu Umat Islam yang tidak berangkat Haji karena syaratnya belum terpenuhi, ya tidak dosa. Ini sama halnya dengan kewajiban puasa bagi perempuan, akan tetapi karena syaratnya tidak terpenuhi misalnya sedang haid, ya tidak wajib puasa, bahkan ulama mengharamkannya.

Holilur Rohman
Founder Komunitas SaMaRa Center & Pondok Menulis, Dosen UIN Sunan Ampel, dan Owner LBAK

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini