Jika Anda ditanya seperti pada judul di atas kira-kira apa jawaban Anda? Kenapa Nabi Muhammad itu dari negeri Arab? Tidak dari Jerman, Amerika, Iran, atau bahkan Indonesia. Kalau dari Arab, kenapa dari Suku Quraisy? Tidak dari Suku Shahran, Qahtan, Asir, atau Najjar. Kenapa juga lahir dari keturunan Bani Abd Manaf (Bani Hasyim)? Tidak dari Bani Abd al Dar, Zuhrah, Taym, Abd Syams, Asad, atau Bani Umayyah, dan seterusnya.

Kalau ingin jawaban yang tokcer dan tidak bisa terbantahkan lagi, maka jawab saja bahwa itu adalah takdir dari Allah yang sudah ada catatannya sejak zaman azali. Beres. Hehe.

Apa kira-kira tidak ada jawaban yang lebih enak didengar ketika diceritakan? Kalau semua urusan dikembalikan pada takdir, ya mandek tidak berkembang. Padahal sejarah terus berjalan, ajaran Nabi terus ada hingga akhir zaman. Untuk itu kita juga harus belajar dan terus berpikir. (Halah, sok ceramah.! Hehe..)

Ingin tahu jawabannya? Begini kisahnya. Zaman dulu, sekitar abad kelima, di bumi ini ada dua adikuasa yang menjadi penguasa jagat dan saling bersaing dalam segala hal. Mereka juga saling berebut wilayah untuk ditaklukkan dan dikuasai. Dua adikuasa itu adalah imperium Romawi dan kekaisaran Persia. Romawi menguasai wilayah bagian Barat bumi ini, sedangkan Persia menguasai wilayah Timur.

Ketika itu, daerah yang menjadi jalur utama untuk menghubungkan kedua wilayah itu adalah daerah Timur Tengah, lebih tepatnya daerah Hijaz. Negeri Hijaz ini tidak menjadi bagian dari Romawi maupun Persia. Hijaz ini, walaupun sudah pernah dijajah oleh kedua adikuasa tersebut, tapi selalu gagal untuk dikuasai (ini mungkin namanya suratan takdir. Hehe.). Di Hijaz ini, masyarakat Timur dan Barat bertemu. Juga dari Utara dan Selatan. Mereka saling bergaul untuk berbagai urusan. Mulai dari jual-beli, seni-budaya, ilmu pengetahuan, percaturan politik dan lain sebagainya.

Baca Juga:  Ketum Pagar Nusa: Nabi Muhammad Sang Pemimpin, Kita Menikmati Getaran Cinta di Perayaan Maulid

Ketika seorang Nabi akhir zaman muncul dari daerah Hijaz, maka masyarakat akan segera mendengar dan ajarannya juga akan cepat tersebar ke seantero jagat. Kelak, Rasulullah juga menyurati kepada kedua penguasa daerah Timur dan Barat itu, yakni Raja Qaishar (Romawi) dan Raja Kisra (Persia). Ini artinya, ajaran Nabi juga terdengar di dua negeri adidaya tersebut.

Negeri Hijaz ketika itu berpusat di Makkah. Di Makkah ada banyak suku, dari beberapa suku itu yang paling menonjol dan berpengaruh adalah Suku Quraisy. Orang-orang Suku Quraisy dikenal sebagai orang yang gagah dan pekerja keras. Selain itu, dari segi bahasa (yang selanjutnya menjadi bahasa Alquran dan Hadits), bahasanya orang-orang Quraisy sangat bagus, fasih, dan jelas. Dialeknya juga terkenal sangat indah dan berbeda dengan dialek suku-suku lain.

Di dalam Suku Quraisy ada beberapa bani (keturunan). Dari banyak bani itu ada dua yang paling berpengaruh, yakni Bani Hasyim dan Bani Umayyah. Sebenarnya watak kedua bani ini hampir sama -seperti yang sudah disebut sebelumnya- karena keduanya masih keturunan Quraisy (Fihr). Namun ada sedikit perbedaan yang signifikan di antara keduanya. Keturunan dari Bani Hasyim dikenal berbudi pekerti luhur dan sangat taat beragama, sedangkan keturunan dari Bani Umayyah banyak yang ambisius dan sombong. Kalau ditimbang, kadar budi pekertinya masih di bawah kebaikan akhlaq Bani Hasyim.

Dari dua bani terakhir ini, menurut Anda, siapakah yang pantas dijadikan utusan Allah? Orang bodoh sekalipun akan memilih Bani Hasyim jika tahu asal muasalnya. Maka dari Bani Hasyim inilah terpilih sosok Nabi Muhammad. Beliau tidak hanya gagah pemberani, pekerja keras, tapi juga berbudi pekerti yang luhur. Juga bahasanya yang sangat indah dan fasih. Kata beliau: انا أفصح من نطق بالضاد aku adalah orang yang paling fasih mengucapkan Dlad (bahasa Arab).
Wallahu a’lam.

Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad.

Nurul Fahmi
Santri Lirboyo tamatan 2006, Penulis Buku "Terompah Kiai".

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Berita